Ikhtiar, tawakal, dan sabar adalah ajaran pokok yang diajarkan sejak usia dini. Mulai dari bangku sekolah dasar, menengah, sampai ke dalam perguruan tinggi.

Konsep-konsep yang diusung dalam masing-masing definisi tentunya mempunyai penerapan yang berbeda. Namun, ketiga-tiganya mempunyai keterkaitan satu sama lain.

Konsep sederhana dari ikhtiar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan. Sedangkan tawakal adalah menyerahkan semua hasil dan keputusan hanya kepada Allah. Tawakal menurut Imam al-Qusyairi merupakan pemasrahan setiap perkara kepada Allah.

Pasrah kepada Allah mempunyai makna bahwa Allah satu-satunya Dzat yang memutuskan hasil dari semua perkara yang dikerjakan oleh hamba-Nya. Dikutip dari kitab Risalah al-Qusyairiyah, Imam al-Qusyairi mengatakan:

“Ketahuilah bahwa tempat tawakal di dalam hati, sedangkan usaha lahiriah tidak akan merusak konsep tawakal di dalam hati setelah seorang hamba meyakini bahwa takdir hanya datang dari Allah. Dan ketika suatu perkara menjadi sulit maka itu dengan kehendak-Nya, dan apabila perkara itu sesuai maka itu dengan sebab kemudahan dari-Nya.”

Namun, perlu juga digaris bawahi bahwa konsep tawakal tidak pernah menuntun seseorang untuk tidak berbuat apa-apa atau bermalas-malasan, tetapi tawakal itu harus didahului dengan ikhtiar. Beliau juga menuliskan dalam kitabnya yang diambil dari Sahl Ibn Abdullah:

“Tawakkal merupakan kondisi Nabi Saw, sedangkan kasab merupakan metode Nabi Saw. Barang siapa yang mengerjakan kondisi Nabi, maka jangan pernah meninggalkan metodenya.”

Dan yang paling akhir ialah sabar, yang mana hal ini menjadi konsep paling akhir ketika seseorang sudah berusaha semaksimal mungkin, namun hasil yang dia dapatkan tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan. Itulah konsep sederhana yang sebenarnya dalam penerapan ikhtiar, tawakal dan sabar.

Mengajari anak-anak dengan konsep yang semacam itu tidaklah salah, namun tak sedikit dari mereka ketika sudah tua malah salah mengaplikasikan. Karena tidak sedikit dari mereka yang cenderung lebih mengedepankan tawakal daripada ikhtiar, sehingga mereka terkesan mempunyai paham yang berkeyakinan manusia tidak punya kuasa atas dirinya.

Kejadian-kejadian hal semacam itu sudah bukan menjadi hal yang asing lagi, melainkan sudah menjadi hal yang mendarah daging di kalangan sebagian masyarakat. Dan itu menjadi hal yang harus diperhatikan agar mereka tidak terjerat dalam ruang yang salah. Mereka tidak sadar bahwa dari ikhtiarlah tercipta hukum sebab akibat.

Hukum sebab akibat atau juga bisa disebut dengan hukum kausalitas ini timbul karena adanya ikhtiar dari diri seseorang. Contoh sederhananya ialah seseorang yang lapar tidak akan kenyang kecuali dia makan, dan dia akan kenyang jika dia makan. Sebab dari kejadian tersebut yang sekaligus menjadi ikhtiar ialah pekerjaan makan, sedangkan akibatnya ialah kenyang.

Konsep ikhtiar dan tawakal harus mempunyai sisi timbangan yang sama di antara keduanya. Posisi usaha harus setara dengan penyerahan hasil yang akan didapatkan nantinya. Karena tidak semua hal yang diusahakan pasti bisa tercapai dengan sempurna. Selain ikhtiar dalam bentuk usaha secara fisik, tentunya juga harus diiringi dengan ikhtiar yang bersifat spiritual, yaitu doa.

Doa termasuk salah satu bentuk ikhtiar yang tidak tampak di mata orang lain. Alasan doa masuk dalam kategori ikhtiar dibuktikan dengan ayat Al-Qur’an yang berbunyi:

Penjelasan ayat tersebut secara tidak langsung memberikan isyarat bahwa untuk mencapai kenyamanan di akhirat selain dalam bentuk usaha secara nyata seperti ibadah dan yang lainnya, juga harus diiringi dengan bentuk usaha secara spiritual.

Oleh sebab itulah konsep ikhtiar harus ada di paling depan sebelum tawakal dan sabar. Setelah seseorang sudah melakukan semua sebabnya yang berupa ikhtiar atau usaha fisik dan usaha doa, maka barulah akibat yang akan dia terima diserahkan semuanya kepada Allah.

Leave a Response