Kurban dan Semangat Berbagi di Masa Pandemi- Kurban dalam istilah bahasa Arab mempunyai akar kata qaraba yaqrabu qurbanan yang berarti mendekatkan. Dengan mendapatkan akhiran alif nun pada lafal qurbanan memiliki arti pendekatan yang sempurna. Manusia yang menjabat sebagai hamba diharapkan terus menerus mendekat kepada Tuhannya. Dalam hal ini, kemanfaatan untuk umat lainnya menjadi jalan pintas dalam proses pendekatan tersebut.
Pada saat manusia meringankan beban sesama, berarti ia telah menjadi tangan Tuhan dalam menyelamatkan makhluk. Maka sasaran yang ingin dicapai dalam berkurban adalah pelatihan manusia sebagai khilafah di bumi. Di mana konsep khalifah menjadi acuan bahwa manusia sebagai makhluk yang memberi perlindungan bagi seluruh alam. Dan sudah seharusnya kemanfaatan menjadi tujuan utama dalam pemerolehan gelar khalifah.
Pun tidak bisa dipungkiri jika situasi saat ini begitu mencekam. Manusia seolah kalah dengan kebutuhan hidupnya. Keluar terkena virus corona dan berdiam diri akan terserang kelaparan setiap harinya. Keduanya mempunyai risiko yang sama, yaitu kematian. Semua orang bingung untuk mematuhi pemerintah atau keluar dari rumah. Keadaan hidup serba salah dan membuat manusia putus asa hingga terpuruk dalam ketakutan pikiran.
Hal ini ditambah ancaman dari sektor pemecatan akibat kurangnya pendapatan. Terjadi gelombang pengangguran yang besar. Akibatnya, anggaran perbelanjaan mulai diketatkan, yang juga berdampak pada penjual itu sendiri. Hampir semua orang dilanda kecemasan akan ketersediaan bahan pangan dengan pendapatan yang berkurang.
Quraish Shihab menganggap berkurban sebagai tingkatan ibadah sosial yang tinggi. Di mana proses penggantian Ismail dengan domba menggambarkan tingginya nyawa manusia di mata Allah Swt. Dari sini Allah mengisyaratkan kepada makhluknya untuk senantiasa saling menjaga. Menyisihkan sedikit harta demi kebaikan bersama, dinilai sebagai kebajikan yang luar biasa.
Semangat berkurban bisa diartikan sebagai semangat tolong menolong. Tidak hanya berhenti pada daging saja, melainkan bisa berupa harta benda lainnya yang bermanfaat. Akan lebih berarti jika semangat berkurban dilanjutkan dengan semangat berbagi kepada yang membutuhkan. Mengirimkan sejumlah barang yang kiranya korban benar-benar membutuhkan saat itu juga.
Maka dalam surah Al Kautsar pada ayat fashalli lirabbika wanhar (maka salatlah kepada Tuhanmu dan berkurbanlah) dapat dimaknai sebagai pengamalan dari wujud keseimbangan. Salat dimaknai sebagai hablum minallah (hubungan dengan Allah) dan berkurban dimaknai sebagai hablum minannas (hubungan dengan manusia). Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan harus dilaksanakan secara bersamaan dalam pengimplementasian ajaran Islam.
Inilah proyeksi dalam berkurban, tidak hanya sebagai wujud keagamaan namun juga berdampak pada sisi sosial dan kemanusiaan. Orang yang tidak bisa melaksanakan berkurban dengan daging, bisa saja mengambil fungsinya dengan menolong sesama. Bentuk tolong menolong itulah yang sebenarnya menjadi sasaran dalam ibadah kurban sendiri.
Oleh karena itu, di masa serba sulit seperti sekarang ini, tangan-tangan penolong sangat diperlukan keberadaannya. Tidak semua orang bisa bertahan dalam kemerosotan ekonomi di masa pandemi. Mungkin ada yang beruntung mempunyai ribuan cadangan uang untuk masa-masa seperti ini. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang kekurangan dana dan semakin terjepit kelaparan saat ini juga.
Berkurban harus diwujudkan dalam aksi nyata untuk menolong umat manusia. Walau bagaimanapun, sedikit daging yang kita berikan, hanya bisa mengganjal perut mereka selama beberapa hari saja. Lantas diperlukan juga pengganjal perut yang tahan lama, misalnya pembukaan lapangan pekerjaan. Dengan begitu hakikat sesungguhnya dari berkurban bisa kita laksanakan. Bukan hanya masalah penyembelihan daging semata, namun benar-benar mempunyai hati yang tulus untuk menolong sesama.
Akhirnya dari sinilah agama Islam turun dengan ajaran utama meringankan tangan. Semua manusia wajib ditolong tanpa melihat apa dan bagaimana agamanya. Mereka sama-sama makhluk Allah Swt. yang membutuhkan bantuan. Karena itu sekali lagi Islam dituntut menjadi rahmat bagi seluruh alam. Islam diharapkan sebagai penyelamat bagi mereka yang menderita terkena bencana.
Di sinilah saatnya Islam beraksi sebagai juru selamat. Dengan pokok ajaran berkurban, diharapkan menjadi tameng tangguh atas permasalahan ekonomi yang membelit umat. Islam bisa sekali lagi menjadi juru selamat bagi semua masalah yang mencekam umat. Sekali lagi Islam bisa menjadi “agama selamat” dengan pokok-pokok ajaran yang dibawakan.