Religiositas Masyarakat Pekalongan, Sejauh Mana Peran Penyuluh Agama?
Penyuluh agama merupakan salah satu dari dua jabatan fungsional berada di Kementerian Agama (sampai saat ini Menteri Penertiban Aparatur Negara telah menetapkan sebanyak 115 jabatan fungsional di lingkungan PNS. Dari 115 jabatan fungsional tersebut hanya dua jabatan yang dibina oleh Kementerian Agama yaitu Penyuluh Agama dan Penghulu.
Peneliti mencoba menggali informasi sedalam-dalamnya, karena belum banyak informasi yang dimiliki tentang peran Penyuluh Agama terhadap Religiositas Masyarakat. Dalam menggambarkan realitas sosial, data diperoleh dengan cara pengamatan, wawancara, dan dokumentasi, sehingga data yang dipaparkan benar-benar merupakan serangkaian fenomena dan kenyataan yang memiliki hubungan langsung dengan penyuluhan agama.
Analisis data yang di gunakan adalah diskriptif. Melalui penelitian ini peneliti mencoba mengungkapkan secara obyektif kondisi sosial religius pada masyarakat yang menjadi lokus penelitian di dua kecamatan di Kota Pekalongan yaitu Kecamatan Pekalongan Timur dan Kecamatan Pekalongan Barat.
Kota Pekalongan terkenal dengan nuansa religiusnya, mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, dengan ragam ormas keagamaan seperti; dari NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Rifaiyyah dan LDII. Meskipun ormas Islam ini didominasi oleh umat Nahdliyin, namun dapat saling menjaga keharmonisan dalam internal umat beragama, maupun antar umat beragama.
Peranan Penyuluh Agama Islam Non PNS
Penyuluh Agama Islam Non PNS di Kota Pekalongan memiliki tugas untuk menyampaikan pesan yang terdapat pada program sebagaiamana tersebut kepada masyarakat binaannya. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peran Penyuluh Agama Islam Non PNS dalam mewujudkan masyarakat yang religius di Kecamatan Pekalongan Timur dan Kecamatan Pekalongan Barat. Alasan mengapa dipilih kedua kecamatan adalah karena kedua wilayah tersebut secara data demografisnya mayoritas penduduknya beragama Islam.
Penyuluh Agama Islam Non PNS dalam melakukan pembinaan dan bimbingan di majelis taklim, dengan metode ceramah, metode tanya jawab atau diskusi, dan praktik sebagai fungsi edukatif/informatif. Penyuluh agama Islam Non PNS dalam membimbing agama kepada masyarakat binaannya, dengan menyampaikan berbagai materi dan metode melalui majelis taklim di masjid atau musala setempat.
Selain itu, mereka juga membimbing di lingkungan Lapas dan Rutan seperti kewajiban untuk menuntut ilmu, wajibnya salat fardhu dan sunnahnya, bab thaharah, wudhu dengan menggunakan metode ceramah, halaqah dan tanya jawab. Dimana bimbingan tersebut tidak hanya untuk kaum bapak dan ibu saja, tetapi juga melingkup pada tingkatan remaja usia SMP hingga perguruan tinggi.
Di antaranya yang menjadi penghambat dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyuluh agama yakni terkait dengan cuaca dan keterlambatan dalam kehadiran. Namun hal tersebut dapat diatasi, meskipun lambat kehadirannya jamaah tapi pasti datang untuk gabung dengan yang lain. Sementara itu, yang menjadi faktor pendukung bagi para Penyuluh Agama Islam Non PNS adalah semangat untuk melaksanakan tugas membimbing, mendidik masyarakat binaannya tanpa lelah karena melihat semangat dan antusias jamaah menerima binaan dapat mempraktikkannya.
Dalam aspek Religiositas masyarakat di Kecamatan Pekalongan Barat dan Kecamatan Pekalongan Timur, sangat merespon dan semangat menerima materi yang disampaikan penyuluhnya. Harapan dari 10 (sepuluh) orang Penyuluh Agama Islam Non PNS yang mengikuti kegiatan keagamaan dalam binaannya, baik dari materi maupun metodenya, berharap dapat memahami apa yang telah disampaikan, dan jamaah mempraktikkannya.
Penyuluh Agama Islam Non PNS di dua kecamatan dalam memberikan pendidikan dan bimbingannya tidak selalu dengan materi yang monoton spesifikasinya. Tetapi berdasarkan materi yang di butuhkan oleh masyarakat dengan metode ceramah, diskusi yang sangat mudah diterima, dan sekaligus dengan memberikan contohnya.
Yang menjadi faktor pendukungnya, penyuluh menjadi bahagia dan puas bisa berbagi ilmu agama dan menjadikan orang lain dapat mentransformasi ilmunya, sekaligus mempraktikkannya. Yang menjadi faktor penghambat bagi penyuluh tidak membuatnya berputus asa, atau kecewa, tetapi justru menambahnya semangat untuk mewujudkan masyarakat yang lebih agamis. (RMF)
Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Asnawati yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama tahun 2020.