KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dalam suatu kajian di Narasi TV bersama Prof Quraish Shihab mendapatkan pertanyaan dari seorang netizen yang berbunyi, “Gus, bolehkah men-shalawati seseorang agar bisa berjodoh?”
Berikut ini penjelasan Gus Baha tentang hukum membaca shalat untuk lawasan jenis agar menjadi jodoh:
Kalau harapan terus-menerus kepada Allah itu bagus, apalagi yang digunakan adalah shalawat. Kalau yang tidak bagus itu memaksakan kehendak. Sedangkan harapan itu bagus.
Di antara sarana supaya hajat kita tercapai adalah memperbanyak shalawat. Apalagi calonnya itu orang yang kita idam-idamkan karena kesalehan dan kebaikannya. Demikian ini tidaklah jadi masalah.
Saya termasuk orang yang kurang setuju terhadap orang shalawatan berlebihan, tapi khidmahnya ke Nabi kurang. Maksud berlebih di sini yaitu redaksi shalawat Nabi itu kecil, sementara keinginan orang tersebut banyak.
Saya suka shalawatan itu yang banyak mensifati Nabi, sedangkan keinginannya kecil (sedikit). Ini bagus karena punya akhlak.
Saya paling suka shalawat yang ditulis Habib Ali Al-Habsyi, pengarang Kitab Maulid Simtudduror:
Beliau (Habib Ali) membaca shalawat itu isinya:
“Ya Allah berikan shalawat kepada kekasih-Mu Muhammad. Dengan shalawat ini, ruhnya saya (orang yang membaca shalawat, red) bisa sambung dengan ruhnya Rasulullah. Dan setelah sambung, saya terhitung sebagai orang yang mencintai Rasulullah. Saya berharap dari cinta itu, saya tertulis sebagai umatnya.”
Meski begitu, hal itu (sedikit shalawat, banyak keinginan) tetap baik, daripada memakai prinbon. Tapi mbok ya punya etika lah dengan Rasulullah, yaitu kalau berdoa itu mensifati Nabi yang banyak, baru menyebutkan keinginan.
Setahu saya, doa para Nabi dan Wali itu banyak memuji Allah, baru permintaan yang sedikit.
Mukmin sejati adalah sibuk memuja Allah sampai lupa jatah dirinya sendiri.
Saya mohon, usahakan membaca shalawat itu paling tidak jumlah shalawatnya banyak, misalnya membaca shalawat 100 kali tetapi doanya satu baris saja.
Hal ini supaya menjadi peringatan bagi kita agar lebih banyak menyebut kekasih Allah daripada hajat (keinginan) kita sendiri.
Kalau tidak punya shigat (redaksi) bacaan shalawat yang keren, bacalah shalawat 100 kali, lalu ceritakan diri sendiri, misalnya, “Gusti, hutang saya banyak…”.
Itu bagus, jangan sampai membaca shalawat sekali, tetapi menyebut hutang sampai 100 kali.