Dalam perjalanan kisah atau sejarah kenabian baginda Rasulullah saw., Gua Hira menjadi tempat bersejarah yang tak bisa lepas dari pengangkatan baginda Muhammad sebagai seorang nabi dan Rasul. Menginjak usia 40 tahun, Rasulullah saw. menjadi gemar berkhalwat. Rupanya Allah Swt. menjadikan kekasihnya gemar menyendiri di dalam Gua Hira.
Gua Hira terletak di Jabal Nur di sebelah barat laut kota Mekkah. Dalam khalwat Rasulullah beribadah selama beberapa malam. Adakalanya 10 malam, adakalanya juga lebih dari sebulan. Setelah berkhalwat, Rasulullah pulang ke rumah lalu beberapa hari dan menyiapkan kembali bekal untuk berkhalwat lagi di Gua Hira. Begitulah kebiasaan Rasul sampai menerima wahyu.
Tugas utama kenabian adalah untuk menggapai cita ideal yang dikehendaki oleh Allah Swt. Tindakan menyendiri dari kehidupan yang riuh dan ramai atau berkhalwat yang dilakukan oleh baginda rasulullah sejatinya adalah persiapan untuk melaksanakan dan mengemban tugas yang besar itu.
Syeikh Duktur Muhammad Ramadhan Al-Buthy dalam kitab Sirah Nabawiyah-nya menjelaskan salah satu hikmah terbesar dari khalwat adalah menghilangkan penyakit yang tidak bisa diobati serta merenungi diri sendiri dengan menjauhkan hiruk pikuk dunia dan gemerlap isinya. Kesombongan, ujub, riya, dengki, dan cinta dunia adalah penyakit yang merasuki jiwa, kemudian bercokol di dalam hati lalu menghancurkan batin manusia.
Penyakit batin seperti itu, tidaklah bisa disembuhkan selain dengan menyendiri beberapa saat untuk memikirkan hakikat-Nya, Kebesaran-Nya, dan zat-Nya yang Maha Agung lagi Maha Menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Dengan melakukan perenungan panjang seperti itu, semua penyakit hati akan rontok satu persatu. Hati akan kembali hidup di bawah naungan cahaya pengetahuan dan kejernihan.
Maka walau hadis nabi yang mengatakan “bertafakur sesaat lebih baik dari ibadah 60 tahun” diriwayatkan oleh rawi yang dhaif, tapi kandungan hadisnya relevan dengan firman Allah yang berbunyi :
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 191).
Lalu kenapa baginda Rasulullah memilih Gua Hira sebagai tempat ibadah?
Seperti yang telah disebutkan di atas, Gua Hira adalah gua yang terletak di sebuah gunung yang disebut Jabal Nur, tingginya sekitar 631 meter dari permukaan laut dan 280 meter dari permukaan tanah. Untuk mendaki sampai ke gua itu diperlukan waktu kurang lebih satu jam.
Gua itu sendiri tidak terlalu besar dan pintunya menghadap ke arah utara. Panjang gua tersebut hanya tiga meter, sedangkan lebarnya sekitar 1.30 meter, dengan ketinggian sekitar dua meter. Dengan kata lain, luas gua yang satu ini hanya cukup untuk salat dua orang, sedangkan di bagian kanan Gua terdapat teras dari batu yang hanya cukup untuk digunakan shalat untuk shalat dalam keadaan duduk.
Dalam kitab Limadza karangan Syeikh Abdurahman Ba’wa ibn Muhammad Al-Malibary, mengutip jawaban Al-‘alamah Syarwani (1301 H) dalam Hasyiyah-nya untuk kitab Tuhfatul Muhtaj beliau mengemukakan pendapat dan alasan, kenapa baginda Rasulullah memilih Gua Hira sebagai tempat ibadah adalah selain untuk berkhalwat dan bertafakkur, ada alasan lain kenapa Gua Hira menjadi tempat ibadah baginda rasul, itu karena Gua Hira adalah tempat yang posisinya langsung mengahadap ke kiblat.
Dan menariknya lagi adalah di dalam gua terdapat sebuah lubang yang jika diintip, maka akan tampak lurus menuju ka’bah. Subhanallah. Rasulullah saw. sendiri kala itu merupakan warga Kampung Qusyasyiyyah, tentu telah mempertimbangkan matang pemilihan Gua Hira sebagai tempat berkhalwat.
Beliau tentu telah membincangkan tempat itu dengan istri teladan beliau, Khadijah binti Khuwailid. Malah istri teladan beliau tersebut, di malam yang pekat, pernah beberapa kali mengunjungi Rasul saw. ketika beliau sedang berada di gua yang tak semua orang kuasa melakukannya itu, dengan menyusuri batu cadas dan kerikil, dengan tujuan agar dapat melayani sang suami tercinta dengan baik. Luar biasa.