Gelombang persebaran virus Corona menghentak manusia di pelbagai negara. Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi, yang menyebabkan ribuan nyawa melayang di berbagai negara. Kehidupan melambat, orang-orang menjaga jarak, agar tidak saling menyebarkan virus.
Pemerintah beberapa negara saling bekerja cepat untuk menghambat laju virus. Namun, laju virus lebih cepat daripada penanganan tim medis, ataupun kebijakan pemerintah. Kini, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat kerepotan menangani Covid-19. Begitu pula dengan pemerintah Indonesia.
Di Inggris, tempat saya tinggal saat ini, Prime Minister UK Boris Johnson memutuskan untuk lockdown seluruh kawasan UK, guna mengurangi persebaran virus. Pemerintah Inggris juga memberlakukan kebijakan-kebijakan khusus, yang dilaporkan secara langsung di televisi, pada tiap jam 17.00 BST, atau jam lima sore hari. Bahkan, Ratu Elisabeth beberapa waktu ini juga menyampaikan pidato langsung untuk memberi semangat warga di tengah pandemi.
Di antara kebijakan yang diterapkan, pemerintah Inggris tetap mengatur arus logistik, menjamin dan mengganti 80% gaji pegawai selama tiga bulan, serta mendorong perusahaan agar tidak memecat karyawan. Kebijakan work from home diatur sedemikian rupa, agar tetap efektif.
Pemerintah Inggris juga mengeluarkan kebijakan agar warga tidak berkerumun, meski tetap memperbolehkan olahraga di ruang publik, berupa lari dan bersepeda. Sekolah dan rumah ibadah ditutup sementara, juga fasilitas publik yang tidak terlalu penting.
Ketika pasien yang terkena Covid-19 meningkat pesat di Inggris, tenaga medis dan rumah sakit kewalahan. Ada ribuan warga Inggris yang meninggal, sebagian besar memang berusia tua, di atas 60 tahun. Pemerintah Inggris mewacanakan untuk mengkremasi jenazah korban Covid-19, demi alasan keamanan.
Meski demikian, kebijakan ini mendapat penolakan dari komunitas muslim dan Yahudi. Orang-orang Kristen dan atheis tidak masalah dengan lebijakan kremasi, karena tidak bertentangan dengan nilai keyakinan mereka. Sedangkan, bagi pemeluk agama Yahudi dan Islam, mengkremasi jenazah tentu sulit diterima, meski ada celah memperbolehkan dengan alasan darurat.
Pemerintah United Kingdom akhirnya mengamandemen kebijakan tentang proses kremasi bagi jasad korban virus Corona, terutama bagi yang beragama Islam dan Yahudi. Amandemen ini dipilih, untuk memberi penghormatan pada jasad-jasad pemeluk Islam dan Yahudi, karena proses kremasi bertentangan dengan ajaran kedua agama.
Pemerintah Inggris membolehkan penguburan jenazah korban Covid-19, dengan proses dan syarat tertentu, untuk alasan keselamatan serta kesehatan publik. Tentu saja ini kabar baik bagi komunitas Muslim dan Yahudi di Inggris, karena memungkinkan menghormati jenazah keluarganya dengan cara-cara yang digariskan ajaran agama.
Sebelumnya, beberapa komunitas Yahudi dan Islam memprotes pemerintah Inggris ketika wacana untuk mengkremasi jenazah korban Covid-19 mengemuka. Pemerintah Inggris menawarkan opsi kremasi untuk menghambat laju virus, serta alasan keamanan. Namun, desakan dari komunitas-komunitas Muslim dan Yahudi, serta aspirasi dari beberapa MP (Member of Parliament) menjadikan pemerintah mengamandemen kebijakan.
MP Naz Shah, mengungkapkan bahwa pemerintah Inggris peka terhadap aspirasi komunitas Muslim dan Yahudi. Ia tidak perlu lagi mendorong untuk voting di parlemen, seandainya tidak ada amandemen. “I’m so relieved that the government have listened to what we’ve said about religious burials for Muslim and Jewish people, and have brought forward an amandment to adress our concern,” ungkap MP Naz Shah.
Sementara Sekretaris Jenderal Moslem Council of Britain (MCB), Harun Khan mendukung upaya politik yang dilakukan beberapa MP dalam menekan parlemen, khususnya dalam kebijakan kremasi bagi jenazah korban virus Corona. Sebagai organisasi muslim terbesar di Inggris, MCB punya jaringan komunitas dan dukungan publik yang luas, serta terkoneksi dengan wakil-wakilnya di pemerintahan dan parlemen.
Harun Khan, menegaskan ungkapan terima kasih atas kebijakan amandemen kremasi. “The MCB warmly welcomes the UK government’s amendment which recognizes the important of ensuring faith communities are able to bury the deceased instead of cremating of the event of significant deaths due to coronavirus,” jelas Harun Khan, sebagaimana tweet resmi dari MCB.
Lebih lanjut, MCB juga berterima kasih khusus kepada Naz Shah, MP dari Bradford West atas aspirasi politiknya. Selain itu, MCB juga mengapreasi para MP yang merepresntasi komunitas muslim di parlemen, atas dukungan dalam mencari solusi isu kremasi atas jasad warga korban virus Corona.
Sementara, perwakilan komunitas Yahudi di Inggris juga merespon amandemen kebijakan pemerintah Inggris. Marie van der Zyl, presiden dari Board Deputies of British Jews, mendukung upaya pemerintah memberikan kelonggaran bagi jenazah muslim dan Yahudi korban Covid-19 untuk dikebumikan, alih-alih kremasi.
“We would like to extend our deep and sincere thanks to the government for working with us to amend this legislation to protect the final wishes and religious freedom of the deceased. There could be few things more sacred,” ungkap van der Zyl, sebagaimana dilansir ArabNews (25 Maret 2020).
Marie van der Zyl juga berterima kasih kepada Matt Hancock (Health Secretary), Robert Jenrick (Communities Secretary), Penny Mordaunt (Paymaster General), Simon Clarke (Communities Minister), dan Rehman Cristhti (Prime Minister’s special envoy for Freedom of Religion and Belief), atas tanggapan dan upaya cepat merespon aspirasi warga Muslim dan Yahudi.
Di Inggris, ada beberapa perawat dan dokter muslim yang wafat karena serangan virus Corona. Para dokter dan tenaga medis itu bekerja di garis depan NHS (National Health Service) untuk berperang menghadapi Covid-19.
Di tengah krisis virus Corona, komunitas Muslim dan Yahudi di Inggris bekerjasama untuk menangani pandemi. Tujuan kemanusiaan lebih utama daripada egoisme beragama, kisah ini tercermin dari interaksi muslim-Yahudi di Britania Raya di tengah gelombang krisis akibat virus Corona (*).