“Sebaik-baik teman adalah yang mengajakmu pada kebaikan.”

Terjemahan dari kata mutiara Islam yang begitu terkenal di atas mengandung makna yang dalam tentang betapa pentingnya memilih teman. Teman yang baik adalah teman yang bisa membuat hidup penuh ketenangan. Tak ada dendam, iri, atau dengki yang bisa membuat sebuah pertemanan menjadi hancur berantakan. Teman yang baik adalah teman yang memiliki kesamaan dalam hal pandangan hidup, sehingga kelak bisa menjadi teman akrab yang bisa saling melengkapi satu sama lain.

Karena itulah, selektif memilih teman adalah hal lazim yang harus dilakukan. Jangan sampai kita berteman dengan orang-orang yang senantiasa mencekoki sifat-sifat keburukan dalam keseharian kita. Hal ini sama halnya dengan kita berteman dengan seorang penjual parfum. Berteman dengan penjual parfum, secara otomatis kita akan kecipratan wewangian yang disebarkan dari aroma parfum tersebut. Begitu juga jika kita berteman dengan seorang—nauzubillah—pencuri. Tanpa ikut mencuri atau terlibat dalam rencana sebuah pencurian, orang-orang di sekitar kita akan curiga bahwa kita juga terlibat dalam aksi pencuarian tersebut.

Bagaimana memilih teman yang baik inilah yang perlu ditanamkan dan diajarkan pada adik, saudara, atau anak-anak kita kelak. Membekali mereka dengan ilmu yang mumpuni tentang pentingnya memilih teman harus dimulai dari sekarang agar mereka tak salah ketika terjun di dunia pergaulan.

Mungkin kita pernah memiliki teman kelas, teman satu kos, teman kuliah, teman kerja, dan teman yang bisa saja kita dapatkan dalam pertemuan tak sengaja di luar rumah. Bahkan, di zaman yang serbacanggih seperti sekarang, tak sedikit yang menjalin pertemanan di dunia maya. Melalui media sosial seperti Facebook, seseorang bisa berteman dengan siapa saja, dan kalangan mana pun. Keakraban sering kali terjalin dengan baik, sekalipun belum pernah bertemu di dunia nyata.

Bagaimana Berteman dengan Lain Jenis

Berteman dan bergaul adalah hal yang sangat dianjurkan selama pergaulan tersebut tidak mendobrak norma-norma yang telah digariskan oleh agama. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh kaum remaja, yakni berteman dengan lain jenis. Bagi seseorang yang masih duduk di bangku sekolah atau kuliah, tentu pertemanannya tak hanya sebatas dengan sesama jenis, tetapi juga lain jenis. Bagaimana bergaul dengan lain jenis, yang nota bene bukan muhrim?

Berteman dengan lain jenis memang tidak dilarang. Namun, tetap harus waspada agar tidak melampaui batas. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Juga, menghindari fitnah yang bisa ditimbulkan oleh pergaulan yang lewat pagar atau norma. Bagi seorang laki-laki, berada di luar rumah sampai tengah malam mungkin tak ada masalah. Orang-orang di sekitar tidak akan terlalu peduli selama masih dalam batas-batas wajar. Tetapi, bagi seorang perempuan, jangankan sampai tengah malam, berada di luar rumah sampai sore saja akan jadi pembicaraan tetangga.

Memang, mereka masih bisa menjaga pergaulan dan tidak melanggar batas-batas norma yang telah digariskan oleh agama. Namun, tetap saja mereka harus bisa melihat di sekitar. Sebagai makhluk sosial, kaum perempuan juga harus bisa mempertimbangkan ketika hendak keluar malam, kecuali jika ditemani muhrim.

Dalam dunia pergaulan kampus atau sekolah, bercengrama dengan teman lain jenis adalah hal yang lazim. Hal ini bisa terjadi karena, mungkin, terlibat dalam kelompok tugas atau penelitian. Sesuatu yang sulit dihindari karena, terkadang, kaum perempuan juga butuh teman “bergaul” dari lain jenis. Begitu juga sebaliknya.

Begitu juga dalam dunia kerja. Rasanya susah jika kita bekerja dan harus terpisah dari rekan-rekan lain jenis. Dalam beberapa divisi, misalnya, tetap akan ada karyawan laki-laki dan perempuan. Yang perlu dijaga adalah bagaimana jarak atau batas-batas dalam berteman. Jika itu dalam rangka tugas atau kerja, rasanya sah-sah saja jika—terpaksa—harus bersama teman lain jenis.

alah satu pesan populer dari Imam Ghazali layak untuk dijadikan pedoman dalam persahabatan atau pertemanan, “Jangan berteman dengan orang yang hanya mau menemanimu ketika kamu sehat atau kaya, karena tipe teman seperti itu sungguh berbahaya sekali.”.

Apa yang dikatakan Imam Ghazali sangat relevan dengan keadaan sekarang. Di mana seseorang kadang begitu mudah meninggalkan temannya yang sedang ditimpa kesusahan atau musibah. Di saat temannya dalam keberuntungan, dia berusaha untuk mendekati untuk mengambil kesempatan seperti ingin dipinjami uang, atau diberi hadiah.

Karena itu, memilih teman harus benar-benar dipertimbangkan, karena teman yang baik senantiasa mengajak kita pada kebaikan-kebaikan. Sementara teman yang buruk, akan selalu memengaruhi pikiran kita untuk selalu berbuat jahat. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Hamka, seorang ahli Tafsir dan penulis novel terkenal, “Pergaulan memengaruhi didikan otak. Untuk kebersihan jiwa, hendaklah bergaul dengan orang-orang beradab dan berbudi mulia yang dapat kita kutip manfaatnya.”

Leave a Response