Sejak pergantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Nadiem Anwar Makarim),  yang ditunjuk langsung oleh Presiden Joko Widodo, saat itu lah muncul sebuah kebijakan baru di bidang pendidikan yakni Merdeka Belajar. Program ini mengusung nuansa kebebasan dalam belajar. Dalam kata lain, sistem pembelajaran tidak hanya akan didapatkan di dalam kelas namun juga di luar kelas secara seimbang. Merdeka Belajar juga tentunya diusung untuk mempersiapkan dan menyelaraskan pendidikan Indonesia dalam menghadapi percepatan pergerakan teknologi yang semakin tidak terkendali.

Konsep usulan Merdeka Belajar juga diperjelas oleh Bapak Nadiem Anwar Makarim dalam pidatonya di kampus Universitas Indonesia. Dalam pidatonya yang menjadi fokus utama selama lima tahun ke depan adalah mencetak SDM unggul yang berkarakter dalam mencetak pemimpin masa depan melalui lulusan-lulusan perguruan tinggi.

Merdeka Belajar diusungkan untuk menjadi solusi dalam mencetak lulusan agar siap berkarya saat di dunia kerja, karena gelar tidak menjamin kompetensi. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian besar lulusan perguruan tinggi mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kompetensi bidang atau gelar yang mereka dapatkan.

Pembelajaran yang hanya terjadi di dalam kelas tidak menjamin mampu mencetak lulusan yang siap bekerja di bidang apa pun dengan kompetensi yang mumpuni. Di sinilah Merdeka Belajar ingin mempersiapkan para lulusan dengan berbagai keterampilan agar siap bekerja dan berkarya bidang apapun nanti serta mencetak lulusan yang berkarakter.

Menurut Nadim, mahasiswa diberikan kemerdekaan untuk belajar sesuai kemauan dan kemampuannya. Dalam hal ini pembelajaran disesuaikan dengan minat mereka. Peran lembaga pembelajaran adalah menjadi tempat penyedia jasa yang menyesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa sedangkan hal yang biasa terjadi adalah mahasiswa menyesuaikan dengan course yang diberikan di universitas. Dalam Merdeka Belajar, kampus memberikan kesempatan selebar-lebarnya pada mahasiswa untuk melakukan berbagai macam hal di luar prodi, di luar kelas, ataupun di luar kampus. Inilah namanya kemerdekaan mahasiswa.

Mengacu pada alasan di atas, terdapat satu hal yang menjadi ruh dan sangat penting dalam program Merdeka Belajar yakni Kurikulum itu sendiri. Kurikulum perguruan tinggi wajib dilakukan revisi atau perombakan kurikulum besar-besaran menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan jaman khususnya dunia kerja. Perguruan tinggi tak lagi relevan menyajikan 100% kurikulum yang lama untuk memenuhi kebutuhan lulusannya nanti.

Apabila kita melihat perkembangan Kurikulum Perguruan Tinggi, tahun 1994 menggunakan kurikulum KBI, lalu tahun 2000 menjadi KBK yang berorientasi pada kompetensi global dan terakhir 2012 menggunakan Kurikulum KPT yang berorientasi pada kesetaraan mutu dengan mengikuti KKNI dan SNDIKTI. Hal ini perlu ada perubahan yang mendasari kurikulum perguruan tinggi Indonesia dalam mendukung terwujudnya Merdeka Belajar yaitu Kurikulum Berbasis Lulusan atau Outcome Based Curriculum.

Outcome Based Curriculum adalah kurikulum yang berdasarkan pada kebutuhan lulusan nanti. Semua mata kuliah dalam pengajaran disinkronisasi dengan perkembangan di dunia kerja. Pada prakteknya, agar semua dapat bersinergi dengan baik terdapat elemen-elemen penting yang harus dilibatkan dalam proses revisi kurikulum yaitu mahasiswa, dosen sebagai pengampu mata kuliah, alumni, dan user/pengguna di tempat lulusan yang nanti akan bekerja. Perlu adanya focus group discussion yang mendalam pada elemen-elemen di atas.

Mahasiswa tentunya dilibatkan dalam revisi kurikulum ini karena mereka dapat memberikan evaluasi secara jujur mengenai proses pembelajaran yang selama ini terjadi di dalam kelas. Metode pembelajaran kelas yang tidak sesuai dan perlu direvisi disesuaikan dengan kebutuhan. Dosen berperan sebagai penggerak yang menjadi fasilitator berjalannya perbelajaran di kelas.

Menciptakan lingkungan belajar yang aktif berbasis students centered dan dituntut agar mampu meramu kegiatan pembelajaran yang melatih soft skill sekaligus dalam satu perkuliahan. Alumni mengkaitkan pengalaman selama di perkuliahan dengan apa yang saat ini dihadapi di dunia kerja. Alumni dapat memberikan masukan terkait pengetahuan, keterampilan praktis dan soft skill apa yang sebaiknya dipelajari oleh mahasiswa agar sesuai dengan tuntutan pekerjaan.

Sedangkan pengguna atau user merupakan orang yang berinteraksi langsung atau pengguna jasa daripada lulusan kampus yang bersangkutan. Penting bagi kampus melibatkan mereka dalam revisi kurikulum agar lulusannya tepat sasaran dengan perusahan atau lembaga pemberi pekerjaan.

Selain itu, praktek pembelajaran yang diharapkan oleh Outcome Based Curriculum dalam kelas adalah ramuan kurikulum yang seimbang dalam memasukkan academic skill, soft skill dan practical skill secara tepat. Dengan demikian, lulusan memiliki bidang keilmuan, soft skill dan keterampilan praktis yang telah disesuaikan dengan dunia kerja dan perkembangan zaman dengan keilmuan yang mumpuni. Soft skill dan practical skill akan sempurna diperoleh oleh mahasiswa ataupun lulusan melalui kebebasan belajar di luar kelas baik melalui kegiatan magang, organisasi dan kegiatan sosial lainnya.

 

 

 

 

Leave a Response