Dalam penyelenggaraan proses pendidikan, keberadaan guru memiliki arti penting. Guru adalah aktor yang menentukan keberhasilan pencapaian pembelajaran peserta didik dan juga pencapaian tujuan pendidikan. Tulisan ini hendak mengulas konsep guru dalam pandangan Rahmah El-Yunusiyyah (1900-1969).

Sebagaimana kita ketahui, Rahmah El-Yunusiyyah merupakan sosok perempuan yang mendirikan Perguruan Diniyyah Puteri pada 1 November 1923. Ki Hajar Dewantara (1889-1959) dan Rahmah El-Yunusiyyah memiliki kesamaan dalam mendirikan perguruan. Mereka mendirikan lembaga pendidikan atas inisiatif pribadi, bukan organisasi. Perguruan mereka pun masih bertahan hingga detik ini.

Sebagai pelopor pendidikan, Rahmah El-Yunusiyyah berprinsip bahwa pendidikan tak semata mengurusi aspek jasmani. Pendidikan juga dituntut mengembangkan aspek batin, rohani, akhlak, dan karakter peserta didik.

Bahkan, menurut Rahmah El-Yunusiyyah, aspek terakhir merupakan faktor tak boleh diabaikan dalam ikhtiar memajukan bangsa. Dengan sendirinya, kedua aspek tersebut harus diperhatikan seorang guru dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Menurutnya, istilah guru mencakup pengajar dan pendidik sekaligus.

Rahmah, yang sempat memukau Universitas Al-Azhar dan memperoleh gelar Syekhah setara Doctor Honoris Causa, menyadari seorang guru memiliki tugas yang berat. Namun, ia pun menegaskan ada kemuliaan dalam pekerjaan seorang guru.

Dalam sebuah amanatnya, ia mengharapkan agar guru melaksanakan tugasnya secara gembira, penuh kesabaran, dan juga penuh kesadaran. Sesungguhnya, menurutnya, seorang guru sedang melaksanakan tugas suci yang dituntut oleh agama dan bangsa.

Guru dalam Kacamata Rahmah El-Yunusiyyah

Menurut Rahmah El-Yunusiyyah, sebagaimana dikutip dalam buku Rahmah El-Yunusiyyah dalam Arus Sejarah Indonesia (2021: 209-210), seorang guru sebagai pengajar setidaknya harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, mengetahui dan menguasai pengetahuan yang akan diajarkan.

Kedua, berpengetahuan tentang cara-cara mengajar. Ketiga, berpengetahuan tentang sifat-sifat mental dan kemampuan dari murid-murid yang diajar. Keempat, bersifat tenang, sabar, tidak gegabah, tidak terburu-buru, dan simpatik dalam tingkah laku dan perbuatan.

Sebagai pendidik, menurut Rahmah El-Yunusiyyah, seorang guru juga harus memenuhi beberapa syarat, antara lain sanggup menempatkan dirinya sebagai pemimpin murid-muridnya dan menyadari bahwa dirinya mengemban amanah orangtua setiap murid; memiliki keluhuran akhlak dan semuanya itu hendaknya dapat dipertunjukkan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari di depan murid-muridnya; dan memiliki rasa tanggung jawab dan cinta yang merata terhadap murid-muridnya.

Dalam konsep Rahmah El-Yunusiyyah ini, guru harus memiliki kompetensi, baik kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Di muka kelas,  Rahmah El-Yunusiyyah juga menghendaki agar guru sanggup mencarikan gaya-gaya dan variasi-variasi dalam menerangkan, sehingga pelajaran-pelajaran yang diberikan menjadi hidup dalam pikiran dan jiwa murid-murid.

Rahmah El-Yunusiyyah juga pernah berkata, “Guru itu harus tahu bahwa murid-muridnya membutuhkan ‘yang baik dan banyak’. Oleh sebab itu, ia sendiri lebih dahulu mempersiapkan diri dengan ‘yang lebih baik dan lebih banyak’.”

Ucapan Rahmah El-Yunusiyyah itu bisa dimaknai bahwa guru harus terus belajar dan menuntut ilmu untuk mendapatkan ‘yang lebih banyak’. Apalagi dengan perkembangan zaman, ilmu dan pengetahuan pun kian berkembang. Di sisi lain, guru juga harus menempa karakternya untuk menjadi insan yang layak diteladani. Tak terkecuali juga guru perlu mengasah kemampuan di era digital saat ini demi meningkatkan kualitas pembelajaran.

Rahmah El-Yunusiyyah pun pernah berpetuah, “Guru harus menyadari bahwa dalam memberikan pendidikan, murid-murid lebih banyak menerima dari teladan-teladan perbuatan guru-gurunya itu daripada hanya menerima dari kata-kata saja.”

Bagi Rahmah El-Yunusiyyah, keteladanan merupakan faktor penting dalam proses pendidikan. Senada dengan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Fuad Hassan (2004) bahwa pendidikan dalam arti yang luas terjadi melalui tiga upaya utama, yakni pembiasaan, pembelajaran, dan peneladanan.

Masih banyak pemikiran Rahmah El-Yunusiyyah terkait guru. Perempuan kelahiran Padang Panjang pada 1900 ini sekiranya layak disebut sebagai Ibu Pendidikan Indonesia.  Kiprahnya diakui dunia internasional dengan penganugerahan gelar Syekhah dari Universitas Al-Azhar.

Lebih penting dari itu, konsep pendidikan dan konsep guru dari kacamata Rahmah El-Yunusiyyah perlu terus-menerus digali, diinterpretasi, ditafsir, dan dimaknai. Apa yang terucap di zamannya masih relevan hingga kini. Wallahu a’lam.

Leave a Response