Sholeh bin Umar As-Samarani atau lebih dikenal dengan Mbah Sholeh Darat adalah seorang ulama yang sangat alim dan masyhur. Gurunya ulama Jawa karena hampir semua ulama Nusantara pada masa itu sempat berguru kepada beliau, seperti Syaikh Mahfudz (termas) dan Kiai Dalhar (Magelang). Bahkan dari kealimannya, menjadi cikal bakal berdirinya dua organisasi besar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Mbah Sholeh termasuk guru atau kiai yang sangat sukses dalam mendidik murid-muridnya. Beliau mampu mencetak muridnya menjadi generasi emas di masa mendatang. Tentu saja ini berkat kesungguhan dan kedisiplinanya dalam mendidik. Disamping itu, beliau juga sangat peduli dengan masyarakat di sekitarnya. Ia rela bergaul dengan mereka untuk menyampaikan pesan-pesan agama dengan santun dan menyenangkan.

Dalam sejarah Islam di Indonesia, Mbah Sholeh Darat dikenal sebagai ulama pertama di tanah Jawa yang mensyarahi kitab Al-Hikam karya Ibn Athoillah As-Sakandari dengan metode penulisan Arab pegon atau aksara pegon.

Keterangan lain menyebutkan bahwa Mbah Sholeh Darat juga menerjemahkan Alquran dengan bahasa Jawa dan menuliskanya dengan aksara pegon. Strategi dakwah seperti ini sangat efektif dan lebih diterima oleh masyarakat umum. Karena dinilai sangat sederhana dan mudah dicerna.

Arab pegon atau lebih dikenal dengan aksara Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa lokal, termasuk salah satu warisan ulama Nusantara yang sangat berharga. Biasanya digunakan oleh para santri di pondok pesantren untuk memahami kandungan kitab-kitab klasik. Bahkan banyak sekali kiai pesantren yang mengarang kitab dengan kepenulisan aksara pegon.

Sebenarnya aksara pegon ini sudah dikenalkan sejak masuknya Islam ke Nusantara sebagai sarana dakwah Walisongo. Namun hanya dipergunakan sebatas menulis hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat Jawa. Belum sampai untuk menerjemahkan teks-teks kitab berbahasa Arab.

Mbah Sholeh Darat hidup satu masa dengan dua ulama besar di Nusantara yaitu Syaikh Nawawi Banten dan Syaikh Kholil Bangkalan. Ketiga ulama ini sangat terkenal karena karya-karyanya. Uniknya, Syaikh Nawawi dan Syaikh Kholil dikenal dengan mengarang kitab berbahasa Arab, sedangkan Mbah Sholeh Darat berbeda, ia menuliskanya dengan aksara pegon.

Dalam dunia pendidikan khususnya pesantren, Arab pegon sangat berkontribusi besar dalam perkembangan pembelajaran bahasa Arab. Karena menjadi media untuk menerjemahkan kitab-kitab salaf dan memudahkan dalam mempelajari mufrodat Alquran dan hadis. Sepulang dari Mekkah, Mbah Sholeh Darat  mengajar para santrinya dengan menggunakan kitab bertulisan Arab pegon.

Beberapa karya beliau kebanyakan menggunakan judul bahasa Arab. Namun isinya menggunakan bahasa Jawa dengan Arab pegon, seperti kitab Majmu’atussyariah al-kafiyah lilawam. Kitab ini menerangkan tentang pemikiran fikih untuk masyarakat Nusantara.

Tujuanya untuk memudahkan bagi yang belum menguasai bahasa Arab dan juga dalam kitab tersebut Mbah Sholeh Darat mengajak santri dan masyarakat untuk mencintai tanah air dengan cara menghormati dan menjaga tradisi. Berikut yang ditegaskan Mbah Sholeh Darat di akhir kitabnya:

“Iki kitab terjemah ingsun Majmuat al-Jawiyah istinbath saking Syarah Minhaj Syarh Khotib Syirbin lan al-durar al-Bahiyah ingdalem mas’alah ushuludin lan saking ihya’ ulumuddin ingdalem bab nikah ,lan asrar al-Nikah lan al-Sholat lan al-Haji karena arah supaya fahama wong wong amtsal ingsun awam kang ora ngerti bahasa Arab muga muga dadi manfa’at bisa ngelakoni kabeh kang sinebut ing jerone iki.”

Selain itu, strategi dakwah Arab pegon ala Mbah Sholeh Darat tentu saja mempunyai tujuan dan maksud tertentu. Salah satunya adalah sebagai strategi perjuangan melawan penjajah. Beliau lebih mementingkan kemanfaatan dan kebutuhan masyarakat umum, karena pada masa itu  penjajah selalu mengawasi pergerakan orang pribumi terutama dalam beragama.

Semakin pemahaman agama pribumi meningkat, maka semakin kuat perlawanan terhadap penjajah. Oleh karena itu Mbah Sholeh Darat menyusun beberapa kitab berbahasa Arab bahkan terjemah Alquran berbahasa Jawa dengan tidak mengurangi esensi dari isinya. Karena apabila tidak diterjemahkan dalam bahasa Jawa, akan mudah diketahui oleh penjajah dan dengan mudah akan dibinasakan.

Dengan cara demikian para penjajah tidak dapat memahaminya dan dakwah Mbah Sholeh Darat diterima dengan mudah oleh masyarakat. Pergerakan Mbah Sholeh Darat ini dinilai berhasil ajaran Islam di pesisisr pulau Jawa meningkat pesat. Menurut satu riwayat beliau melalui kitab dan pengajiannya menyerukan untuk cinta tanah air sehingga melarang meniru gaya hidup dan budaya penjajah.

Pada dasarnya Mbah Sholeh Darat mengangkat aksara pegon sebagai prinsip dakwah dan perlawanan terhadap penjajah yang mencoba menghilangkan identitas tradisi dan budaya orang Jawa, selain itu untuk memudahkan masyarakat awam untuk memahami agama karena orang Jawa dahulu belum banyak yang pandai berbahasa Arab.

 

Sumber:

Fathurrahman, Pemikiran Fikih Nusantara KH.Sholeh Darat, Seminar Nasional “Islam Nusantara” jurnal UM 2016

Sholeh Darat Majmu’atussyariah al-kafiyah lilawam

 

Leave a Response