Kalender Hijriah diberlakukan pertama kali pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab. Para sahabat sepakat menjadikan peristiwa hijrah Rasulullah ke Madinah sebagai tahun pertama. Menariknya, yang dijadikan bulan pertama dalam Kalender Islam ini Muharam. Padahal hijrah Rasulullah ke Madinah dilaksanakan di bulan Rabiul Awal.
Hal tersebut, menurut Pengasuh Pesantren Fathul Bari Tahfidz Hadis, Kiai Jamalullail, berkaitan dengan urutan pelaksanaan syariat Islam. Zulhijah, bulan sebelum Muharam, adalah masa pelaksanaan rukun Islam yang terakhir, yaitu haji. Meski di era Rasulullah belum ada kalender Islam, masyarakat pada saat itu sudah lama mengetahui bahwa bulan setelah Zulhijah adalah Muharam.
“Maka Muharam menjadi titik awal kebangkitan pelaksanaan, kesadaran rohani, dan kematangan spiritual orang Islam,” ujarnya saat mengisi pengajian bulanan untuk civitas akademika Yayasan Islam Nurul Hidayah (YAPIN) di Musala Insan Muttaqin Islamic School (IMIS) Setu Bekasi pada Sabtu (6/8/2022).
Itulah sebabnya, lanjut dia, Muharam ini menjadi bulan yang penting. Bahkan dikatakan oleh Rasulullah bahwa sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadan adalah puasa di bulan Muharam.
Berkiatan dengan hari Asyura, hari kesepuluh bulan Muharam, Kiai Jamalullail menyatakan bahwa terdapat banyak peristiwa sejarah yang dikenang di dalamnya.
“Ada peristiwa keselamatan Nabi Nuh dari banjir bandang, Nabi Musa dari kejaran Fir’aun, Nabi Ayub disembuhkan dari penyakit, Nabi Isa diangkat ke langit, dan lain-lain,” jelasnya.
Mengutip pendapat Syekh Nawawi Al-Bantani dari kitabnya, Nihayat az-Zain, ia menyatakan bahwa salah satu amalan yang dianjurkan di bulan Muharam adalah mengusap kepala anak yatim.
“Tentu maksudnya tidak sebatas tekstual mengusap anak yatim, melainkan berbuat baik kepadanya,” tambah murid Kiai Syukron Ma’mun ini.
Kiai Jamalullail juga mengatakan bahwa salah satu nilai yang sering kali diabaikan umat Islam dalam momen Muharam adalah toleransi. “Padahal ini nilai yang sangat penting,” ucapnya.
Ketika Rasulullah hijrah, jelasnya, beliau mengajak semua orang Madinah untuk bersama-sama membangun Madinah. Ajakan itu tidak hanya ditujukan pada umat Islam, tetapi juga kaum Yahudi yang ada di Madinah.
“Perjanjian yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah itu merupakan legacy Rasulullah yang menginspirasi lahirnya konstitusi di negara-negara modern,” pungkasnya. (MS)