Judul : Allah, Ampuni Aku Pernah Pacaran
Penulis : Hapsari Titi Mumpuni
Penerbit : Samudra Biru, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2019
Tebal : 196 Halaman
ISBN : 9786237080510
Publik sempat dibuat heboh dengan viralnya hasil disertasi karya Abdul Aziz tentang keabsahan hubungan intim non-marital alias di luar nikah. Masalah ini mendapat kritik pedas dari banyak kalangan, bahkan tak sedikit yang melancarkan hujatan. Seperti dilansir sebuah media daring, keluarga Abdul Aziz pun kerap menerima teror terkait hasil penelitian yang dianggap meresahkan masyarakat di Indonesia.
Kritik pun disampaikan Guru Besar Filologi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Oman Fathurahman. Oman menilai disertasi Abdul Azis tentang keabsahan hubungan intim non-marital tak memiliki fondasi yang kuat. Sehingga, ketika angin bertiup, ia goyah.
Meski tak menggeluti pemikiran Muhammad Syahrur dalam kitab Milk Al-Yamin, Oman mengatakan dari beberapa sumber terpercaya yang diketahuinya, banyak sumber primer pemikiran Syahrur yang tidak dirujuk Abdul Azis.
Menurut Oman, penulisan karya ilmiah itu ibarat menarik anak panah. Semakin jauh ditarik ke belakang, semakin kuat menancap dan sulit dilepaskan. Semakin karya ilmiah menggunakan sumber primer, akan semakin sulit ia dibantah, dan begitu sebaliknya.
Hapsari Titi Mumpuni, dalam buku Allah, Ampuni Aku Pernah Pacaran, menjelaskan banyak hal berkaitan dengan pacaran yang bisa menjadi “jalan” menuju hubungan seksual non-marital—sebagaimana dibahas Abdul Aziz dalam disertasinya—jika tidak bisa menjaga hubungan sehat dalam pacaran.
Dalam buku ini, penulis tidak serta merta mengharamkan hubungan pacaran seperti yang banyak dilakoni oleh muda-mudi masa kini. Tetapi, wanita lulusan Universitas Diponegoro ini berusaha membuat refleksi tentang bagaimana orangtua dan pendidik menyikapi hubungan muda-mudi agar tidak melewati batas dan melabrak norma sosial dan agama (hlm. 15).
Lebih lanjut penulis menjelaskan, cinta adalah anugerah Tuhan yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Adalah wajar jika perempuan tertarik kepada laki-laki, atau sebaliknya. Itu adalah hal yang memang lazim dirasakan. Namun, menjaga rasa yang tumbuh di dalam hati juga merupakan sebuah keharusan agar siapa pun tak mudah tergoda untuk menjalin hubungan cinta yang tidak sehat.
Dalam sebuah riwayat hadis dijelaskan bahwa, jika seseorang telah mampu untuk menikah, maka dianjurkan untuk segera menikah. Menikah adalah sunah Nabi dan ibadah yang sangat disukai. Karena, menikah bisa menjaga diri seseorang dari hal-hal yang merusak seperti hubungan seksual di luar nikah.
Selain motivasi-motivasi seputar menjalin hubungan cinta yang sehat (dalam Islam dikenal dengan taaruf), sebagaimana dianjurkan agama, buku ini juga berisi kisah-kisah inspirasi tentang bagaimana menyikapi hubungan pacaran yang kandas di tengah jalan.
Menurut penulis, hubungan pacaran yang gagal, tak seharusnya disikapi dengan berlebihan seperti rasa sedih dan galau berkepanjangan. Seorang harus bisa move on dan lebih memikirkan hal-hal yang bisa mengantarnya menuju kesuksesan yang diimpikan oleh banyak orang (hlm. 59).
Memang, putusnya hubungan cinta membuat seseorang bersedih. Tetapi, itu bukan alasan sehingga dia tak berbuat apa-apa. Seharusnya dia bersyukur, karena dengan putusnya hubungan cinta (baik oleh pihak laki-laki atau sebaliknya), bisa menjadi motivasi agar bisa mencari cinta yang lebih serius. Hubungan yang bisa membawanya pada mahligai perkawinan. Rumah cinta yang lebih menenteramkan, bukan hubungan semu yang penuh mimpi.
Buku 196 halaman ini bisa menjadi motivasi sekaligus inspirasi oleh siapa pun yang dirundung sedih akibat kandasnya hubungan cinta. Juga, agar bisa menjadi lebih siap menjalani hubungan yang lebih serius.
Hubungan cinta dalam bingkai pernikahan jauh lebih membahagiakan daripada hubungan pacaran yang justru bisa menjerumuskan seseorang ke hubungan yang merugikan seperti zina atau berhubungan seksual sebelum menikah.