Semenjak penyebaran virus corona (Covid-19) semakin meluas, belakangan ini umat Islam Indonesia dihimbau untuk menjaga jarak termasuk saat kondisi shalat berjamaah di masjid. Hal itu otomatis shaf (barisan) antarjamaah menjadi tidak rapat. Lantas, bagaimana hukum merenggangkan shaf shalat, sah atau tidak?
Ketua Aswaja Center Jawa Timur KH. Ma’ruf Khozin dalam laman akun facebooknya pada Selasa (31/3) menjelaskan bahwa soal posisi jamaah merapatkan shaf hukumnya adalah Sunah. Jika tidak rapat maka hukumnya makruh, namun tidak sampai membatalkan shalat.
Khilafiyah (perbedaan hukum) dalam hal ini adalah seputar apakah tidak merapatkan shaf tetap mendapatkan keutamaan shalat berjamaah atau tidak? Berikut uraian Syekh Al-Bujairimi dari kalangan Madzhab Syafi’i:
ﻓَﻘَﺪْ ﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﺪْﺏِ ﺳَﺪِّ ﻓُﺮَﺝِ اﻟﺼُّﻔُﻮﻑِ ﻭَﺃَﻥْ ﻻَ ﻳَﺸْﺮَﻉَ ﻓِﻲ ﺻَﻒٍّ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺘِﻢَّ ﻣَﺎ ﻗَﺒْﻠَﻪُ، ﻭَﺃَﻥْ ﻳُﻔْﺴِﺢَ ﻟِﻤَﻦْ ﻳُﺮِﻳﺪُﻩُ
Dalam pandangan mazhab Syafi’i, bahwa terdapat anjuran menutup celah-celah dalam shaf shalat, tidak dianjurkan membuat barisan shaf baru sebelum yang didepan sempurna dan memberi keleluasaan bagi jamaah yang menghendakinya.
ﻓَﻠَﻮْ ﺧَﺎﻟَﻔُﻮا ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﻛُﺮِﻫَﺖْ ﺻَﻼَﺗُﻬُﻢْ، ﻭَﻓَﺎﺗَﺘْﻬُﻢْ ﻓَﻀِﻴﻠَﺔُ اﻟْﺠَﻤَﺎﻋَﺔِ ﺷَﺮْﺡُ ﻣ ﺭ
Masih menurut kalangan Syafi’iyyah, jika makmum tidak melakukan hal di atas, maka mereka melakukan hal-hal makruh dalam shalat dan mereka tidak mendapatkan keutamaan shalat berjamaah.
ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺇﻥَّ اﺭْﺗِﻜَﺎﺏَ ﻛُﻞِّ ﻣَﻜْﺮُﻭﻩٍ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ اﻟْﺠَﻤَﺎﻋَﺔُ اﻟْﻤَﻄْﻠُﻮﺑَﺔُ ﻳَﻔُﻮﺗُﻬَﺎ
Ibnu Qasim mengatakan setiap perbuatan Makruh dapat menghilangkan keutamaan shalat berjamaah.
ﻭَﻧَﻘَﻞَ ﺳﻢ ﻋَﻦْ اﺑْﻦِ ﺣَﺠَﺮٍ ﻣِﺜْﻞَ ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﺃَﻗَﺮَّﻩُ
Ibnu Qasim juga mengutip penjelasan yang sama dari Ibnu Hajar, dan beliau mengakuinya.
ﻟَﻜِﻦْ ﻓِﻲ ﻓَﺘَﺎﻭَﻯ اﺑْﻦِ اﻟﺮَّﻣْﻠِﻲِّ ﺃَﻥَّ اﻟﺼُّﻔُﻮﻑَ اﻟﻤﻘﻄﻌﺔ ﺗَﺤْﺼُﻞُ ﻟَﻬُﻢْ ﻓَﻀِﻴﻠَﺔُ اﻟْﺠَﻤَﺎﻋَﺔِ ﺩُﻭﻥَ ﻓَﻀِﻴﻠَﺔِ اﻟﺼَّﻒِّ اﻷْﻭَّﻝِ
Namun, dijelaskan dalam Fatawa Ar-Ramli bahwa shaf yang terputus tetap mendapatkan keutamaan shalat berjamaah, bukan keutamaan shaf pertama.
ﻭَﻧُﻘِﻞَ ﻣِﺜْﻞُ ﺫَﻟِﻚَ ﻋَﻦْ اﻟﺸَّﺮَﻑِ اﻟْﻤُﻨَﺎﻭِﻱِّ ﻭَﻋَﻦْ ﺷَﻴْﺦِ اﻹْﺳْﻼَﻡِ ﻫَﺬَا ﻭَﻗَﺪْ ﻋَﻠِﻤْﺖ ﺃَﻥَّ اﻟْﻤُﻌْﺘَﻤَﺪَ ﻣَﺎ ﻗَﺎﻟَﻪُ ﻣ ﺭ
Hal yang sama juga dikutip dari Al-Munawi dan Syaikh Al Islam. Dan kau ketahui bahwa pendapat yang kuat adalah pendapat Ar-Ramli (Bujairimi Khatib 2/135)
Dengan demikian, tidak rapatnya shaf bukanlah menjadi suatu shalat menjadi batal. Shalat tetap sah namun tidak mendapatkan keutamaan merapatkan shaf. (MZN)