Ketika baru saja tiba di Madinah kaum muslim berkumpul, kemudian mendirikan salat pada waktunya, tanpa ada seorang pun yang azan atau memanggil. Suatu hari mereka membicarakan hal itu. Sebagian berpendapat untuk mengambil lonceng orang Nasrani sebagai tanda masuk waktu shalat. Sebagian lain menyatakan, “Ambil saja terompet sebagaimana terompetnya orang Yahudi.”
Lalu Umar berkata, “Tidakkah kalian mengutus seseorang untuk memanggil orang-orang untuk mendirikan salat?”
Rasulullah saw. pun bersabda: “Wahai Bilal, bangun dan panggil orang-orang untuk mendirikan salat.” (Shahîh Bukhari, hadis 604; dan Shahîh Muslim, hadis 377).
Imam Nawawi mengatakan bahwa panggilan Bilal ini bukan azan, melainkan panggilan biasa. Hal ini terjadi sebelum azan disyariatkan (Al-Majmû’, 3/82). Begitu, hingga datang seorang Anshar bernama Abdullah ibn Zaid. Ia bermimpi tentang seseorang yang mengajarinya azan. Setelah diceritakan kepada Rasulullah saw., beliau membenarkan mimpi itu. Sejak itu azan pun dikumandangkan. Muazin pertama adalah Bilal ibn Rabah.
Dalam riwayat Abu Umair ibn Anas, Rasulullah saw. pernah bermusyawarah dengan para sahabat guna mencari cara yang tepat untuk mengumpulkan orang-orang dalam mendirikan salat wajib. Sebagian sahabat mengajukan ide agar ditancapkan bendera begitu waktu salat tiba, dan mereka yang melihat bendera tersebut memberitahukan kepada yang lain. Namun, Rasulullah saw. tak tertarik dengan pendapat itu.
Sebagian sahabat lainnya mengusulkan untuk menyalakan api unggun dari tempat tinggi. Tapi Rasulullah saw. juga tak tertarik dengan usulan ini karena menyerupai orang-orang Majusi; sebagian sahabat lainnya mengusulkan agar ditiup terompet, namun Rasul juga tidak menyetujuinya karena menyerupai perbuatan orang-orang Yahudi; sebagian lainnya mengusulkan memukul lonceng, namun Rasul tetap tidak menyetujuinya karena menyerupai orang-orang Nasrani.
Akhirnya Abdullah ibn Zaid bermimpi tentang seorang laki-laki yang mengajarinya cara berazan dan iqamat. Seseorang itu merupakan malaikat yang menyaru menjadi laki-laki. Kemudian mimpi itu disampaikan kepada Rasulullah saw., dan Rasul pun menyetujuinya dan langsung meminta Abdullah ibn Zaid mengajarkan kata-kata azannya kepada Bilal. Bilal langsung mengumandangkan azan pertama dalam sejarah Islam.
Dalam riwayat tersebut juga dikatakan bahwa sebenarnya Umar ibn Khatab juga pernah bermimpi seperti mimpi Abdullah ibn Zaid. Namun, Umar menyembunyikannya selama dua puluh hari dari Rasulullah.
Setelah dua puluh hari, Umar baru mengabarkannya kepada Rasulullah saw. Ketika ditanya, mengapa Umar tak langsung mengabarkannya, Umar menjawab: “Karena telah didahului Abdullah ibn Zaid. Aku malu mengabarkannya karena disampaikan lebih dulu oleh Abdullah ibn Zaid.”
Mari kita simak hadis lengkapnya. Abdullah ibn Zaid ibn Abd Rabbih berkata: Ketika Rasulullah saw. memerintahkan memukul lonceng untuk mengumpulkan orang-orang mendirikan shalat, saya bermimpi dikelilingi seorang laki-laki yang sedang membawa lonceng. “Wahai hamba Allah, lonceng kamu itu mau dijual?” tanyaku.
“Memangnya lonceng ini mau dipakai buat apa?” lelaki itu malah balik bertanya.
“Saya akan pakai sebagai alat untuk mengumpulkan orang-orang mendirikan salat.”
“Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jauh lebih baik ketimbang lonceng?” tanya lelaki itu.
“Tentu, mau sekali,” jawab saya.
“Kamu ucapkan:
الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر
أشهد أن لا إله إلا الله، أشهد أن لا إله إلا الله
أشهد أن محمدا رسول الله، أشهد أن محمدا رسول الله،
حي على الصلاة، حي على الصلاة
حي على الفلاح، حي على الفلاح
الله أكبر الله أكبر،
لا إله إلا الله
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, aku bersaksi bahwa tak ada Tuhan selain Allah
Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah
Mari kita menunaikan salat, mari kita menunaikan salat
Mari kita menuju keberuntungan, mari kita menuju keberuntungan
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Tidak ada Tuhan selain Allah
Kemudian, laki-laki itu meminta saya agak mundur sedikit, tak lama kemudian (dalam riwayat lain, kemudian ia berhenti sejenak), ia kembali berkata: “Setelah itu, bila kamu hendak berdiri melaksanakan salat, bacalah iqamat ini:
الله أكبر، الله أكبر
أشهد أن لا إله إلا الله
أشهد أن محمدا رسول الله
حي على الصلاة
حي على الفلاح
قد قامت الصلاة، قد قامت الصلاة
الله أكبر، الله أكبر
لا إله إلا الله
Begitu pagi tiba, saya langsung menemui Rasulullah saw. dan memberitahunya tentang mimpi saya itu. Rasulullah saw. bersabda, “Insya Allah mimpi itu benar. Segera pergi ke Bilal. Sampaikan kepadanya kata-kata yang kamu dapatkan dari mimpimu itu agar dia mengumandangkan azan dengan kata-kata itu. Suara Bilal lebih merdu daripada suaramu.”
Saya mencari Bilal, dan saya sampaikan kepadanya kata-kata azan yang saya dapatkan dari mimpi itu. Dengan kata-kata itu, Bilal mengumandangkan azan.
Umar ibn Khatab mendengar suara dan bacaan azan tersebut. Ia segera keluar rumah sambil menyelendangkan kainnya, lalu berkata, “Demi kekuasaan yang telah mengutusmu dengan benar, wahai Rasulullah, saya bermimpi persis seperti mimpi Abdullah ibn Zaid.”
Kemudian, Rasulullah saw. bersabda: “Maka, hanya milik Allah segala puji itu,“ (HR. Abu Dawud). (Sunan Abi Daud, hadis 499)–[Q-ASD, 2019].