Judul : Rahasia Salat Khusyuk

Penulis : Marfu Muhyidin Ilyas

Penerbit : Emir, 2016

Jumlah halaman: 208 halaman

Apakah yang akan pertama kali hilang dari agama Islam? Hudzaifah bin al Yaman berkata: “Yang pertama hilang dari agama kalian adalah khusyuk dalam salat.”

Di tengah kesibukan dunia yang semakin serbacepat ini, pernyataan Hudzaifah bin al Yaman rasa-rasanya masih relevan. Khusyuk (dan salat khusyuk) telah menjadi sesuatu yang sangat langka—untuk tidak menyebutnya telah hilang. Saking langkanya, kita masih kerap kesulitan untuk mencari definisi yang pas tentang apa dan bagaimana khusyuk itu.

Mari kita periksa definisi khusyuk menurut kamus. KBBI mendefinisikan khusyuk sebagai penuh penyerahan dan kebulatan hati; sungguh-sungguh; penuh kerendahan hati. Definisi menurut KBBI ini, bila dikaitkan dengan aktivitas salat, akan memunculkan pertanyaan tambahan: Apa itu penyerahan dan kebulatan hati? Apa itu penuh kerendahan hati? Munculnya pertanyaan-pertanyaan ini, meski bisa dijawab secara spekulatif, telah menjadi indikasi yang nyata tentang betapa kesulitannya kita merumuskan makna khusyuk. Atau jangan-jangan, sulitnya meraih khusyuk dalam salat lantaran kita kesusahan menemukan makna khusyuk itu sendiri.

Dalam buku ini, Marfu Muhyiddin Ilyas menyebutkan tiga kekeliruan besar di tengah-tengah masyarakat mengenai khusyuk itu. Pertama, khusyuk terlanjur disandingkan dengan maqam tertentu. Masyarakat kita telah semena-mena menyematkan kekhusyukan dalam salat sebagai sesuatu yang melekat pada orang yang memiliki tingkat keimanan dan kesalehan yang tinggi. Oleh sebab itu, tema tentang khusyuk menjadi mahal dan jarang dibahas.

Kedua, masyarakat kita kerap mengaitkan khusyuk dengan akhlak di luar salat. Menurut kebanyakan kita, seseorang yang khusyuk dalam salat akan terlihat dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, merangkum penyebab pertama dan kedua, khusyuk telah dijelaskan secara abstrak dan cenderung langitan (Halm. 31-32).

Marfu mengajak kita menarik khusyuk yang langitan untuk berpijak ke bumi dan menjadi milik semua orang. Khusyuk bukan milik orang dengan tingkat keimanan dan kesalehan tinggi, bukan pula hanya kepunyaan yang bagus akhlaknya dalam keseharian. Shalat khusyuk bisa diraih oleh siapa saja, karena khusyuk merupakan hak setiap orang yang beriman kepada Allah Swt.

Khusyuk, oleh Marfu dirumuskan secara sederhana yang personal sifatnya. Kita tinggal memeriksa ke dalam diri tentang khusyuk itu dengan menjawab sebuah pertanyaan: Apakah salat yang kita kerjakan sudah benar-benar mampu kita nikmati? Dengan menjawab pertanyaan ini, kita akan segera mengetahui apakah kita telah berhasil meraih khusyuk—tanpa disibukkan dengan perdebatan mengenai makna khusyuk itu sendiri.

Menikmati salat, menurut Marfu, bisa diraih dengan langkah sederhana yakni memahami makna bacaan dan gerakan salat. Karena menurutnya, ketidakmampuan kita meraih khusyuk jangan-jangan karena kita tidak bisa memahami dan memaknai setiap bacaan yang keluar dari lisan kita setiap kali mendirikan salat. Makanya, pada bagian ketiga buku ini disajikan teks Arab mengenai bacaan salat.

Teks tersebut dilengkapi terjemahan bahasa Indonesia dengan menggunakan metode tarjamah tafsiriyah. Artinya, terjemah tersebut tidak mengacu pada susunan kalimat sesuai dengan susunan kata, melainkan pada kandungan makna. Terjemah tersebut insya Allah terpercaya karena dirujuk dari sumber-sumber otoritatif dalam tradisi keilmuan klasik Islam.

Buku ini membawa khazanah baru tentang shalat, terutama bagaimana meraih khusyuk yang sudah langka. Insya Allah.

Leave a Response