IQRA.ID, Yogyakarta – Pengurus Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tentang Sholat Idul Adha di rumah yang akan terlaksana 31 Juli 2020. Fatwa Sholat Idul Adha di rumah ini menyusul grafik penularan pasien yang positif corona belum menurun.
Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Fuad Zein menegaskan bahwa penetapan fatwa Majelis Tarjih tetap mengacu pada ahli yang bersumber dari pihak otoritas kesehatan di lapangan.
Fuad menambahkan bahwa Majelis Tarjih hanya memproduksi fatwa dari hasil data kerja lapangan tenaga medis. Namun Fuad menyayangkan masih ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa anjuran pelaksanaan ibadah di rumah bukan bagian dari menjaga agama (hifdzu al-din).
“Hifdzu din tetap dilaksanakan, hanya teknis pelaksanaannya yang berubah. Sholat tetap sholat, sama tidak ada yang berubah. Cuma teknis pelaksanaannya yang berubah, karena dalam rangka saddu dzariah, kita mencoba untuk berhati-hati kemungkinan terkena oleh corona. Jadi, anjuran sholat di rumah merupakan bagian hifzu din juga,” terang Fuad sebagaimana dilansir oleh situs resmi Muhammadiyah pada Ahad (28/6).
Dalam surat Edaran PP Muhammadiyah Nomor 06/Edr/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Ibadah Puasa Arafah, Idul Adha, Kurban, dan Protokol Ibadah Kurban pada Masa Pandemi Covid-19 Muhammadiyah meniadakan Sholat Idul Adha di lapangan.
Menurut Fuad, hal tersebut berdasarkan Surat Al Baqarah ayat 195 yang makna harfiahnya larangan menjerumuskan diri pada kehancuran. Selain itu ada pula Hadis larangan merusak dan membuat kerusakan.
“Dari dalil ini menyimpulkan bahwa kita melaksanakan salat Idul Adha di rumah. Namun, sekarang ada perubahan status zonasi yang dikeluarkan pemerintah, sehingga kita menggunakan bahasa zonasi. Tapi, harus diputuskan oleh pihak yang berwenang. MCCC (Muhammadiyah Covid-19 Command Center) dan Majelis Tarjih berpendapat ada peluang melaksanakan salat Idul Adha seperti biasa tapi harus ada tetap mengikuti protokol kesehatan,” kata Fuad.
Sementara itu, Wakil Ketua MCCC Arif Jamali Muis mengatakan beberapa waktu lalu MCCC bersama Majelis Tarjih membahas hal penting dalam rangka ibadah kurban. Hingga saat ini, kata Arif, belum ada yang menunjukkan grafik penurunan penderita positif corona.
Selain itu, munculnya kasus ribuan orang yang terkena seminggu sampai satu bulan selepas Idul Fitri menandakan bahwa euforia ritual keagamaan dapat menjadi potensi penyebaran virus.
“Hasil analisa kami bahwa ada kemungkinan euforia lebaran itu muncul. Karenanya kita berdiskusi dengan Majelis Tarjih bahwa sholat Idul Adha persis sama dengan tuntunan sholat Idul Fitri yaitu di rumah,” kata Arif, Rabu (24/6) kemarin.
“Kami dari MCCC melihat ada grafik yang terbalik. Dulu di awal Maret, grafiknya kecemasan tinggi tapi perkembangan coronanya masih sedikit sehingga masyarakat kemudian menjadi segala aktivitasnya di rumah. Sekarang terbalik, mungkin karena ada narasi damai dan New Normal, coronanya meningkat dan kecemasan masyarakat menurun. Ini jadi bahaya,” ungkap Arif. (mzn)