Ulama ahli Qur’an dan tafsir KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), asal Rembang Jawa Tengah, dalam suatu majelis ngaji kitab tafsir bersama para santri menjelaskan tafsir surat An-Nur ayat 3 tentang larangan menikah orang pezina dan musyrik.
Berikut penjelasan Gus Baha:
Biasanya orang baik dapat orang baik, orang nakal (buruk) dapat orang nakal. Itu yang munasabah.
Maksudnya, adat biasanya begitu. Tapi, kalau takdir tidak tahu. Banyak orang baik dapat orang buruk, orang buruk dapat orang baik.
Ayat ini (Surat Annur: 3) ada asbabun nuzul-nya. Ayat ini jangan dimasukkan hati. Ingat-ingat ya, jangan salah paham. Ayat ini sering digunakan dalil “orang buruk dapat orang buruk, orang baik dapat orang baik”.
Begini ceritanya. Ada Sahabat Nabi yang shaleh, ganteng, dan miskin. Saking tidak betahnya miskin, dia punya demenan (kekasih) saat masih zaman Jahiliyah.
Setelah ikut Nabi ke Madinah, dia tetap konsisten miskin bahkan sampai tahun ke-8 (Hijriyah). Teman-temannya sudah kaya, dia masih miskin. Padahal yang lain sudah dibuka Allah menjadi kaya.
Setelah Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah), dia bertemu dengan kekasihnya bernama Anaq. Anaq adalah cantik-cantiknya orang Makkah (pada waktu itu).
Lama-lama dia (Sahabat tadi) karena ganteng dirayu lagi oleh Anaq.
“Kamu nikah denganku saja agar tidak terlalu miskin,” kata Anaq.
Sahabat itu membalas, “Tidak, sekarang aku tidak bisa zina. Islam itu melarang zina.”
“Kalau (Islam) melarang zina kan mudah, nikah aku saja kan bagus. Nanti biaya hidupmu yang menanggung aku, tapi ya dari hasil ngelonte (melacur) selama puluhan tahun lalu,” rayu perempuan itu.
Setelah dipikir-pikir, Sahabat itu merasa cocok (tawaran perempuan tersebut). Dia berpikir, biasanya Nabi kalau sudah Islam itu sudah bagus. Apa-apa tidak ada masalah.
Akhirnya bertanya ke Nabi. “Ya Rasulullah, dalu saya kan suka sama Anaq, sekarang sudah mau saya nikahi. Tidak pacaran ya Rasulullah, ini menikah.”
Akhirnya turun ayat orang shaleh tidak boleh menikahi (pelacur), karena motivasinya demi pemasukan ekonomi. Tapi, kalau motivasinya menobatkan itu baik.
Makanya, tidak apa-apa kalau kamu motivasinya untuk menobatkan (pelacur). Tinggal nanti siapa yang akan terbawa gitu saja.
Paham nggeh? Ini fatwa beneran.
Jadi, tidak bisa sekarang orang tidak boleh nikah dengan dengan mantan orang nakal.
Dahulu, orang laki-laki suka numpang tanpa biaya, bahkan orang Muhajirin (yang miskin) ada yang juga ikut watak begitu, yakni menikahi orang perempuan yang sudah kaya lalu numpang hidup. Masalahnya, yang ditumpangi itu mantan (pelacur).
Jadi, ayat ini sudah behenti, karena ayat ini untuk periode Sahabat. Kan tidak pantas temannya Nabi kok menikah dengan mantan pelacur. Kalau kamu kan bukan temannya Nabi. Hehe
Tapi, jangan diteruskan, “Kalau lain Sahabat pantas, Gus?” Ya tidak begitu.
Jadi, ayat ini sudah habis ceritanya alias mansukh (منسوخ).
Jadi tidak apa-apa kalau ada pelacur tobat dinikahi santri, dinikahi siapa saja tidak apa-apa. Sudah saya jamin karena ayat ini mansukh. Paham nggeh?
Nanti kalau dua bulan kecewa ya dicerai, terus nanti nanti lagi. Begitu kok repot!
Karena begini ya, ini dengarkan serius, zaman Nabi masih hidup sudah ada dua teori.
(1) Ada perempuan nakal kalau dinikahi laki-laki baik nanti yang baik ikut nakal. (2) Ada juga perempuan nakal karena tidak ada yang membina, jika dinikahi orang baik bisa menjadi baik.
Potensinya sama-sama ada. Makanya, kata ulama: “Kalau kamu yakin bisa memperbaiki (membina) ya nikahi. Tapi, kalau kamu tidak yakin potensi terbawa, jangan nikahi.”
Sumber video pengajian ini: “Gus Baha – Hukum Nikahi Pelacur”