Gus Dur adalah seorang pemikir Islam yang memiliki banyak keunikan yang membuatnya banyak dibicarakan, ditulis dan diidamkan saat ini. Pemikirannya tentang pluralisme membuat Gus Dur menjadi tokoh panutan umat beragama. Minatnya dalam isu-isu keragaman, perdamaian terutama isu diskriminasi ras, agama dan minoritas membuatnya dicinta oleh seluruh kalangan masyarakat Indonesia.

Selain memiliki minat dengan isu perdamian, Gus Dur memiliki minat dalam dunia olahraga yaitu sepakbola. Artikel yang memuat pandangan serta komentar atas sepakbola bertebaran dalam beberapa media massa.

Tulisannya tentang dunia sepakbola terhitung ada 800 halaman selama melihat pertandingan piala Eropa 1992 dan beberapa tulisan yang sempat tak dihitung oleh Gus Dur sendiri, bahkan ia pernah menjadi komentator bola, berhenti menjadi komentator sekitar tahun 1990. Akan tetapi, minat dan keinginan untuk menulis komentarnya menjadi beberapa artikel pun tetap dilakukan oleh Gus Dur.

Sejak mengenyam pendidikan di pesantren, Gus Dur selalu mengajak teman-temannya bermain sepakbola. Karena memang olahraga yang mudah dimainkan di kampung yaitu sepakbola. Sedangkan olahraga seperti Golf atau Badminton tidak ada lapangan yang tersedia di kampung.

Kegemarannya dalam dunia sepakbola pula yang mengilhami dirinya dalam dunia politik. Kita tahu Gus Dur pernah menjadi orang nomor satu dalam perpolitikan nasional yaitu menjadi Presiden Repulik Indonesia yang ke-4. Ketika Gus Dur menjadi presiden, seorang kawan menulis artikel yang berjudul ‘Keseblasan Gus Dur’, terbit di Kompas pada hari Sabtu 23 Oktober 1999. Tulisan ini bersamaan dengan persiapan Gus Dur untuk membentuk kabinetnya di pemerintahan, tulisan ini memberi gambaran perpolitikan Indonesia yang masih didera krisis dengan menggunakan analogi-analogi dalam dunia sepakbola.

Lagi-lagi Sindhunata menulis artikel yang diperuntukkan oleh Gus Dur, dimuat pula di harian Kompas pada hari Rabu 7 Juni 2000 menjelang pelaksanaan piala Eropa tahun 2000. Artikel yang berjudul ‘Surat Buat Gus Dur’  adalah artikel yang lagi-lagi memuat perpolitikan nasional di bawah pimpinan Gus Dur dan tentu saja artikel ini menggunakan analogi-analogi sepakbola.

“……Gus, Anda pasti tahu, sepakbola itu seperti politik. Seperti politik,  bola dimainkan di panggung terbuka, dimana masing-masing menunjukkan kekuatan dan kehebatannya.”

Kalimat di atas adalah potongan kalimat dalam artkel Romo Sindhu, artikel ini tidak seperti artikel yang menceritakan keseblasan Gus Dur. Artikel kedua Romo Sindhu yang diperuntukkan oleh Gus Dur adalah lebih ke kritik atas dinamina pemerintahan Gus Dur yang terkesan membosankan dan terlalu individualis, seperti ditunjukkan dalam salah satu paragraf.

Gus, politik itu sekarang terasa individualis. Anda kiranya kerap mendengar kritik, justru di alam reformasi ini, politikus-politikus cenderung mencari kesukaannya sendiri atau kepentingan kelompoknya, mereka kurang mau melihat dan memperhatikan kepentingan bersama, padahal justru di masa krisis ini kita sangat ditantang bekerja bersama-sama.

Tidak saja berhenti di situ, Romo Sindhu kembali menulis artikel yang diperuntukkan oleh Gus Dur yang berjudul Catenaccio Politik Gus Dur yang dimuat pada hari Sabtu 16 Desember 2000, artikel ini dimuat untuk merespon strategi politik Gus Dur saat berkemelut dengan lembaga DPR.

Bagi siapa pun yang mengetahui sepakbola, tentu kata ‘Catenaccio’ tidak lah asing, tentu itu adalah strategi sepakbola ternama yang sering dimainkan oleh keseblasan Italia, strategi yang lebih mengandalkan cara bertahan. Sudah bisa ditebak bahwa Romo Sindhu melihat strategi yang dimainkan oleh Gus Dur saat itu adalah bertahan seperti strategi ‘Catenaccio’.

Tidak seperti artikel Romo Sindu yang pertama dan yang kedua, artikel ketiganya mendapat respon dari Gus Dur melalui artikel yang berjudul ‘Catenaccio Hanyalah Alat Belaka’ artikel ini dimuat pula di harian yang sama yaitu Kompas pada hari senin 18 Desember 2000 yaitu dua hari setelah tulisan ke tiga Romo Sindhu dimuat di Kompas. Gus Dur sendiri menanggapi kritik itu dengan membenarkannya,

Kritik Sindhunata ini merupakan sebuah kenyataan bahwa system pertahanan gerendel (catenaccio) dalam persepakbolaan Italia tidak digunakan dalam segenap aspek pembangunan di Indonesia. Ia hanya digunakan dalam masalah Panitia Khusus (Pansus) DPR saja karena memang hanya tepat untuk itu.”

Di atas adalah salah satu potongan paragraf dalam artikel Gus Dur sebagai tanggapan atas artikel Romo Sindhu yang mengkritik strategis Gus Dur yang sedang berhadapan dengan DPR. Kita tahu kecintaan Gus Dur dan Sindhunata dalam sepakbola, tidak hanya sekedar suka lebih dari itu sepakbola telah mengilhaminya dalam dunia politik. Begitulah seorang Gus Dur, ia adalah ulama, politikus, negarawan, intelektual, budayawan dan seorang pengamat sepakbola, begitu pujian Romo Sindhu kepada seorang Gus Dur. Al-Fatihah

Leave a Response