Rasulullah Saw. merupakan manusia paling mulia. Ungkapan ini tak berlebihan karena beliau sebagai pembawa risalah untuk membimbing umat manusia menuju tuhannya. Selain itu, kasih sayang dan juga rahmat beliau tidak hanya kepada manusia saja melainkan juga terhadap hewan serta tumbuhan.
Rasulullah juga dikenal sebagai orang yang sangat menyayangi kaum lemah. Lebih-lebih terhadap kaum yang memiliki kebutuhan khusus (difabel) yakni orang-orang yang berbeda dalam hal kemampuan secara fisik (different ability).
Terdapat begitu banyak bukti dalam hadis tentang kisah Rasulullah sangat menyayangi sekaligus mengayomi kaum berkemampuan khusus atau difabel. Salah satunya adalah saat beliau memerintah sahabat Ibnu Umi Maktum untuk menggantikan jadi imam shalat. Padahal Ibnu Umi Maktum dalam keadaan buta (tunanetra).
Hal ini bisa kita lihat dalam sabda Rasulullah dari riwayat sahabat Anas bin Malik sebagai berikut:
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ; “أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – اِسْتَخْلَفَ اِبْنَ أُمِّ مَكْتُومٍ, يَؤُمُّ اَلنَّاسَ, وَهُوَ أَعْمَى” رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُد
“Dari sahabat Anas bin Malik Ra. sesungguhnya Rasulullah Saw. meminta Ibnu Umi Maktum menjadi imam shalat menggantikan beliau, sementara Ibnu Umi Maktum dalam keadaan buta.” (HR. Ahmad, Abu Daud)
Mengomentari hadis di atas, Imam Abu Hamid al-Ghazali dan Abu Ishaq al-Maruzi dalam kitab Nail al-Authar menegaskan bahwa imam shalat orang yang buta lebih utama daripada orang yang bisa melihat.
Alasan ini sebab orang yang buta lebih khusyuk daripada orang yang dapat melihat normal. Selain itu orang buta (tunanetra) juga tidak disibukkan dengan hal-hal yang bisa memalingkan terhadap shalat (Muhammad bin Ali as-Syaukani, Nail al-Authar, juz 3 hal 191).
Dalam kesempatan lain Rasulullah Saw. pernah kedatangan seorang perempuan tunagrahita (keterbatasan mental) dan dengan senang hati beliau melayaninya. Kisah ini tercantum dalam hadis Shahih Muslim sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ امْرَأَةً كَانَ فِى عَقْلِهَا شَىْءٌ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِى إِلَيْكَ حَاجَةً فَقَالَ يَا أُمَّ فُلاَنٍ انْظُرِى أَىَّ السِّكَكِ شِئْتِ حَتَّى أَقْضِىَ لَكِ حَاجَتَكِ
“Dari sahabat Anas bin Malik bahwasanya ada seorang wanita tunagrahita (keterbatasan mental) matur ke Rasulullah Saw. ia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesunggguhnya aku memiliki kebutuhan kepada engkau’. Kemudian Rasulullah menjawab, ‘Wahai ibu Fulan, pilihlah jalan (tempat) mana yang kamu inginkan sehingga aku bisa menunaikan kebutuhanmu’.” (HR. Muslim, juz 7, h. 79)
Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muslim mengatakan, hadis ini menjelaskan tentang kedekatan Nabi Muhammad Saw. dengan mereka (kaum yang memiliki kebutuhan khusus) dalam rangka menunaikan hak-hak mereka. Dengan demikian, jelas bahwa Rasulullah begitu memperhatikan hak-hak orang lain terutama mereka yang memiliki kebutuhan khusus (Nawawi, Syarh Muslim, juz 7, h. 86).
Bukan hanya dalam hal ibadah, Rasulullah juga menyamakan kaum difabel dengan yang lain (nondifabel) dalam muamalah, yakni misalnya dalam bidang kepemimpinan. Hal ini tercantum dalam hadis dari sahabat Abu Hurairah Ra. sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَا بَنِي سَلَمَةَ مَنْ سَيِّدُكُمُ الْيَوْمَ قَالُوا اَلْجَدُّ بْنُ قَيْسٍ ولكنا نُبَخِّلُهُ قَالَ أَيُّ دَاءٍ أَدْوَى مِنَ الْبُخْلِ ولكن سَيِّدُكُمْ عَمْرو بْنُ الْجَمُوح
“Dari Abu Hurairah Ra. berkata, Rasululullah Saw. bersabda, ‘Wahai Bani Salamah, siapa pemimpin kalian hari ini?’. Mereka (Bani Salamah) menjawab, ‘al-Jad bin Qais, akan tetapi kami mendapatinya orang yang kikir.’ Lalu Rasulullah bersabda, ‘Penyakit apa yang lebih besar daripada kikir? Akan tetapi pemimpin kalian adalah Amr bin al-Jamuh’.” (Ahmad bin Husain al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, jus 7 hal 430)
Rasulullah saat itu memilih sahabat al-Jad bin Qais sebagai pemimpin dari Bani Salamah. Padahal waktu itu ia dalam keadaan pincang kakinya. Melalui kisah ini, jelas bahwa Rasulullah tidak membeda-bedakan mereka kaum difabel dengan cara memberikan hak-hak mereka sama dengan yang lain (non difabel).
Tak hanya itu, Rasulullah juga pernah membela orang yang mempunyai sedikit masalah pada kakinya. Ketidakmampuan (kakinya) berdiri orang tersebut menjadi perbincangan oleh sahabat yang lain. Kisah ini tercantum dalam hadis riwayat Imam at-Thabrani:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً قَامَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ فَرَأَوا فِي قِيَامِهِ عَجْزًا، فَقَالُوا مَا أَعْجَزَ فُلانًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ أَكَلْتُمْ أَخَاكُمْ وَاغْتَبْتُمُوهُ
“Dari Abu Hurairah Ra. bahwasanya ada seorang laki-laki yang bangkit (berdiri) di sisi Rasulullah dan kemudian mereka (sahabat yang lain) melihat ketidakmampuan pada cara berdirinya, lantas mereka berkata “betapa tidak mampu si fulan itu”. Lalu Rasulullah bersabda “Kalian telah memakan saudara kalian dan meng-ghibahinya. (HR. Thabrani, Mu’jam al-Aushat, juz 1, h. 145)
Mengomentari hadis ini, Imam at-Thabari mengatakan bahwa hal tersebut bisa termasuk gibah ketika bertujuan mencaci aib terhadap orang yang dibicarakan dimana ia tidak akan senang jika mendengarnya (Abu Hafs Umar asy-Syafi’i, at-Taudhih li Syarh al-Jami’ as-Shahih, juz 28, h. 376).
Jelas bahwa pada hadis itu Rasulullah membela kaum difabel yang mana beliau tidak membeda-bedakan dengan yang lain (non difabel).
Dengan demikian, sudah menjadi keharusan kita untuk mengayomi kaum difabel. Bukankah Al-Qur’an sendiri sudah menggambarkan bahwa musibah (ujian) pada iman lebih besar daripada badan. Hal ini terdapat dalam surah al-A’raf ayat 179 sebagai berikut :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَٰفِلُونَ
“Dan sungguh akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (lengah).” (QS. Al-A’raf: 179)
Demikian hadis-hadis tentang kisah Rasulullah yang perhatian dan sayang kepada kaum difabel. Alhasil, melalui kisah dalam hadis-hadis inilah sesungguhnya Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk bersikap empati kepada sesama. Tentu lebih-lebih terhadap mereka yang memiliki kemampuan berbeda (different ability).
Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sebagai umatnya untuk meneladani sifat agung Nabi Saw. sebagai kekasih Allah. Mudah-mudahan kita semua mendapat syafaat beliau kelak di akhirat, amin. Wallahu a’lam