Masyarakat Jawa kuno memiliki tradisi perhitungan pasaran (hari) yang sering disebut weton. Tradisi hitungan weton tradisi ini dapat dijadikan rujukan dalam berbagai hal, di antaranya adalah soal jodoh atau pernikahan.

Hitungan jodoh dalam weton masyarakat Jawa menggunakan Neptu dan Pasaran kelahiran, seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) masing-masing. Perhitungan semacam primbon Jawa ini juga sering digunakan untuk menentukan tanggal dalam menyelenggarakan akad nikah maupun resepsinya.

Dalam menyikapi hal demikian, terdapat keterangan dari Imam Ibnu Ziyad dalam Kitab Ghoyah al-Talkhis al-Murad (h. 268):

إِذَا سَأَلَ رَجُلُ آخَرَ : هَلْ لَيْلَةُ كَذَا أَوْ يَوْمُ كَذَا يَصْلِحُ لِلْعَقْدِ أَوِ النُّقْلَةِ ؟ فَلَا يَحْتَاجُ إِلَى جَوَابٍ، لِأَنَّ الشَّارِعَ نَهَى عَنْ إِعْتِقَادِ ذَلِكَ وَ زَجَرَ عَنْهُ زَجْرَأً بَلِيْغًا، فَلَا عِبْرَةَ بِمَنْ يَفْعَلُهُ، وَ ذَكَرَ اِبْنُ الْفَرَكَاحِ عَنِ الشَّافِعِيِّ أَنَّهُ إِنْ كَانَ الْمُنَجَّمُ يَقُوْلُ وَ يَعْتَقِدُ أَنَّهُ لَا يُؤَثَّرُ إِلَّا اللهَ، وَلَكِنْ أَجْرَى اللهُ العَادَةُ بِأَنَّهُ يَقَعُ كَذَا عِنْدَ كَذَا ، وَالْمُؤَثَّرُ هُوَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَهَذَا عِنْدِي لَا بَأْسَ بِهِ

“Ketika ada seorang bertanya: Apakah malam ini atau hari ini bagus untuk menyelenggarakan akad atau pindahan? Maka pertanyaan demikian tidak perlu dijawab. Hal ini karena syariat melarang secara tegas untuk mempercayai hal demikian. Dan Ibnu al-Farkah mengutip dari Imam Syafi’i, bahwa apabila ahli nujum (Ilmu perbintangan/ ilmu hukum kuno) berkata dan ia percaya bahwa semuanya tidak akan terjadi tanpa takdir Allah. Dan Allah menjalankan semuanya sesuai adat yang biasa terlaku bahwa akan terjadi sesuatu bila dilakukan ketika waktu tertentu, maka hal tersebut tidak masalah.”

Dalam Islam, tidak ada perhitungan jodoh yang baik. Tetapi, dalam hadits dan Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwasanya memilih jodoh yang baik melihat bibit, bobot dari calonnya tersebut. Bahkan, Al-Qur’an surah an-Nur ayat 26 menjelaskan:

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji pula. Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula.”

Dalam konteks ini, para ulama untuk menyarankan kita memperbaiki sikap, perilaku, karakter dan kepribadian kita agar mendapatkan jodoh yang seimbang sesuai tuntuan Al-Qur’an.

Ajaran Islam menyarankan untuk memilih jodoh dengan cara shalat istikharah agar diberi petunjuk oleh Allah. Melalui cara ini, diharapkan mendapat jodoh yang sesuai dengan kita, karena jodoh kita adalah cerminan diri kita sendiri.

Sedangkan dalam hitungan weton Jawa sudah meyakini hubungan antara weton dengan jodoh untuk masa depan. Sebagian besar orang Jawa sangat berpegang teguh dengan hitungan weton. Menurut mereka, jika hitung-hitungan weton jodoh itu tidak sesuai, maka akan menjadi sengsara ketika mereka menikah.

Tidak sedikit kisah orang yang gagal dalam pernikahan karena tidak cocok dengan hitung-hitungan weton. Percaya atau tidak, tetapi tradisi demikian ini dari dulu hingga hari ini. Sehingga pada zaman sekarang, banyak yang memadukan ajaran Islam dan tradisi Jawa tentang masalah perjodohan ini.

Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan dalam hadits Nabi SAW, “Tidak boleh ada pesimisme, dan saya menyukai optimisme”. Lalu beliau ditanya apa itu optimisme wahai Rasulullah? Beliau menjawab “Ucapan yang baik”. (HR. Bukhari)

Abu Hurairah juga meriwayatkan hadits Nabi SAW: “Aku (Allah) menurut prasangka hamba kepadaku, bila itu berprasangka baik kepada-Ku, maka baginya kebaikan, maka jangan berprasangka kepada Allah kecuali kebaikan”. (HR. Bukhari)

Maka dari itu, dalam melangkah ke jenjang pernikahan harus meyakini bahwa pernikahan ini akan banyak mendatangkan kebaikan bukan sebaliknya. Keyakinan ini akan banyak membantu terwujudnya keluarga yang penuh dengan kebahagiaan.

Dalam ajaran Islam, yang jelas saat hendak menikah tidak pernah ada anjuran untuk menghitung weton dulu. Namun, Islam malah memberikan anjuran untuk berdoa yang baik-baik, artinya optimis dengan kebaikan. Allah SWT berfirman dalam surah al-Furqan ayat 74 yang artinya:

“Ya Allah berikanlah aku anugerah istri dan keturunan kami sebagai penggembira hati, serta dijadikan pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa”.

Singkatnya, selama masih mempercayai bahwa semua hal tidak pernah terlepas dari ketentuan dan takdir Allah SWT, maka tidak masalah serta tidak mengganggu terhadap akidah keimanan. Wallahu a’lam.

Leave a Response