Dalam sebuah penelitian guna mengetahui efek suatu obat maupun efek dari suatu treatment, banyak instansi yang menggunakan hewan untuk dijadikan sebagai sarana uji coba. Lantas, bagaimanakah hukum menjadikan hewan sebagai objek percobaan obat-obat kedokteran?
Pada dasarnya, kita diwajibkan untuk melindungi segala sesuatu yang bernyawa. Kewajiban melindungi tersebut harus tetap dilakukan sekalipun pelakunya merupakan pemilik hewan itu sendiri. Sebagaimana dalam keterangan Syeh Muhammad al-Khatib al-Syarbini, dalam kitabnya Mugni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj juz 4 halaman 195 berikut:
“Adapun sesuatu yang bernyawa maka wajib melindunginya apabila ada seseorang yang hendak merusaknya selama dia tidak khawatir atas dirinya. Hal ini, karena kemuliaan ruh. Sehingga jika ada seseorang melihat orang lain memusnahkan hewannya sendiri dengan cara yang diharamkan maka wajib baginya untuk mencegahnya.”
Namun demikian, seseorang masih diperbolehkan untuk menjadikan hewan sebagai percobaan teori-teori kedokteran yang mungkin diikuti dengan pembunuhan terhadap hewan-hewan tersebut. Tetapi, kebolehan ini tidak berlaku secara mutlak melainkan harus mengikuti etika yang telah disepakati dalam praktik tersebut.
Sebagaimana dalam keterangan kitab Kitab I’anatut Thalibin, juz 1 halaman 33 berikut,
“Adapun ucapan penulis “pada waktu menyobek anggota badan dari binatang” … sampai pada ucapan “haram menyobek tersebut atau membunuh dengan maksud menyiksa”, diperselisihkan mengenai apa yang diragukan mengenai mengalirkan darahnya dan ketiadaan mengalirkan darahnya, apakah boleh menyobek anggota badan dari binatang atau tidak? Imam ar Romli membolehkan karena mengikuti Imam al Ghozali karena penyobekan itu sesuatu hajat.”
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, seseorang diperbolehkan untuk menjadikan hewan sebagai obyek percobaan teori-teori kedokteran. Tetapi, kebolehan ini tidak berlaku secara mutlak melainkan harus mengikuti etika yang telah disepakati dalam praktik tersebut.
Demikian. Wallahu a’lam.