KH Bahauddin Nur Salim atau biasa disapa dengan Gus Baha dalam suatu pengajian kitab bersama para santri menjelaskan tentang alasan kenapa seseorang bisa takut terhadap setan.

Berikut penjelasan dari Gus Baha:

Jadi gini, kalau sampai kita takut akan “hantu”, berarti kita telah mensifatinya sebagai hantu. Kalau kita mensifati diri kita lebih seram dari pada hantu, mungkin dia bilang kamu yang hantu.

Dulu saya juga takut. Saya mulai berani ketika didawuhi (dinasehati) Bapak saya.

“Ha’ kalau takut, ya manusia wajar kalau takut, tapi harus bersyukur ke Tuhan. Kamu diberitahu Tuhan bahwa ada makhluk selain kamu. Jadi, agar tahu ada makhluk selain manusia dan ada juga jin.”

Semenjak itu saya berpikir ilmiah. Jadi ketika ada jin, maka ada ilmu baru, “Di mana makhluk di bumi tidak hanya saya saja.”

Jadi memang ilmu itu luar biasa. Saya berkali-kali ketika ketakutan, pintu saya buka sambil berkata, “Raine piye tho? (wajahnya gimana ya?)”

Sebenarnya setan bisa disikapi seperti tadi. Jadi, seumpama yang disebut setan itu adalah makhluknya Allah yang ingin berkenalan dengan kita.

Semisal, ada pocong datang ke rumahmu mengetuk pintu dan salam, bagaimana perasaanmu? Kaget? Dibuka terus kenalan ternyata kaget tidak sesuai rencana.

Fisik itu penting. Jadi seperti ini, qolbun itu bolak-balik. Qolbun itu hati, hati itu bolak-balik. Kadang senang kadang sedih. Sesuatu didesain Tuhan itu sesuai maknanya sebelum diubah oleh kita.

Seorang masyhur Sayyid Husein ketika mendekati Karbala (suatu kawasan di negara Irak). Sejak saat itu Sayyid Husein menyebut hadza karabun wa balaun. Karabun itu susah dan balaun itu bencana. Tempat di mana beliau wafat.

Allah mendesain sudah seperti itu. Makkah disebut Makkah. Madinah sesuai Madinah karena menajdi kota islam madinatur rasulillah.

Makkah itu dulu disebut suatu kota yang tidak menerima orang-orang angkuh. Dunia pernah dijajah siapa saja kecuali Makkah. Begitu kehendak Tuhan.

Manusia salah memberi nama. Batu dipuja-puja. Isa disebut jelmaan Tuhan. Hati-hati salah memberi nama.

Seperti ada perempuan yang disifati “aku tidak bisa hidup tanpanya”. Itu mensifati terlalu berlebihan (tidak bisa hidup tanpa dia).

Mana ada status yang sebenarnya dalam hidup bahwa hidupmu bergantung dia. Coba dipikir, sebelum kenal dia juga hidup, tertawa-tawa di warung kopi dan kamar sendiri.

Nah, ketika menstatuskan berlebihan ‘tidak bisa hidup tanpa dia’, kamu berburu dia. Itu didorong kamu sendiri apa dia? Ya kamu sendiri. Kamu salah membuat penamaan.

Dalam Al-Qur’an ketika ada kesalahan, gojlokannya atau guyonannya,

إِنْ هِىَ إِلَّآ أَسْمَآءٌ سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم

“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya…”

Sebuah kesalahan pasti diawali dari salah memberi nama. (Hafidhoh Ma’rufah)

Leave a Response