Penelitian inskripsi ini difokuskan pada empat tempat. Tiga di Kota Siak, yaitu Makam Kota Tinggi, Mesjid Syahabuddin, dan Balai Pertemuan Kesultanan. Ketiganya terletak berdekatan. Satu di Mampura, yaitu makam Sultan Abdul Jalil Muzafar Syah (Tengku Suang Asmara).

Letak makam Sultan Muzafar Syah di luar kota Siak, yakni Mampura, satu kampung yang jaraknya kira-kira 15 km dari Kota Siak. pada masa lalu, kampung ini dipandang merupakan salah satu petilasan Tengku Suang Asmara.

Di empat tempat tersebut (kota Siak) ditemukan 66 inskripsi/ kaligrafi: di makam Kota Tinggi ada 22 inskripsi yang ditulis di nisan kubur keluarga sultan, di kubah makam Sultan XI (Makam Sultan Abdul Jalil Saifuddin) ada 40 inskripsi. Di Mesjid Syahabuddin ada 2 (terletak di atas pintu depan dan di mimbar).

Di Balai pertemuan Kesultanan Siak ada satu, dan di Makam Sultan Abdul Jalil Muzafar Syah (Tengku Suang Asmara) di Mampura, satu inskripsi. Tengku Suang Asmara merupakan Sultan Siak yang kedua dan pada makam ini tidak ada tulisan pada nisannya, kaligrafi yang ditemukan terdapat pada makam di sebelahnya.

Isi inskripsi pada nisan terdiri dari identitas dan gelar orang yang meninggal, doa, ayat Al-Qur’an, dan nama keluarga dan sahabat Nabi. Pada mesjid terdiri dari nama mesjid dan tahun pembangunannya. Sedang pada Balai pertemuan merupakan lambang kesultanan dan lambang ini banyak didapat di tempat-tempat seperti Istana, mesjid dan tempat lama lainnya yang mengandung nilai sejarah.

Bahan yang digunakan terdiri dari kayu, batu sungai, batu candi dan marmer. Keadaan inskripsi yang ada pada nisan, umumnya telah mengalami kerusakan dan sebagian telah diganti dengan yang baru walaupun yang lama masih diletakkan dibagian bawah nisan yang diganti. Ukuran nisan pada umumnya antara 85-100 cm. Nisan untuk laki-laki kebanyakan berbentuk bulat (lingga) dan untuk perempuan kebanyakan berbentuk pipih (semacam papan).

Makam yang ada di Kuto Tinggi terbagi dalam dua bagian, bagian pertama terletak di dalam bangunan tertutup. Makam-makam yang ada di dalamnya adalah keluarga dekat sultan dan para panglimanya; saat ini tidak lagi ditambah.

Pada bagian kedua adalah yang terletak di luar bangunan tapi dikekilingi pagar setinggi 80 cm. Orang-orang yang dimakamkan di tempat ini adalah keluarga sultan dan masih didapati makam yang baru. Berikut ini beberapa inskripsi di Lingkungan Makam Kuto Tinggi.

Makam Encik Suri binti Datuk Al-Haji Qosim, Wafat Hari Rabu 7 Jumadil Akhir tahun 1320 Hijriyah. Tulisan di atas kayu pada posisi kepala. Bahan nisan bagian kepala terbuat dari kayu; Tinggi 1 m, lebar tengah nisan 34,5 cm, dan kotak tulisan 22 x 22 cm, bertuliskan tahun 1320 H.

Bahan nisan bagian kepala pada makam ini terbuat dari batu. Tinggi nisan 90 cm. Berangka tahun 1307 H.

Inskripsi pada makam ini terdapat pada nisan bagian kepala. Nisan terbuat dari batu. Tinggi nisan 154 cm, dan lebar 104 cm.

Mesjid ini bernama Mesjid Syahabuddin, terletak di sebelah barat makam Sultan ke-12 Kerajaan Siak. Mesjid ini telah dipugar dengan model bangunan modern. Dinding bagian dalamnya dikelilingi tulisan kaligrafi modern yang dibuat dengan bahan logam dengan warna keemasan (kuning).

Ada dua kaligrafi lama yang dibuat dari kayu dan ditempel pada bagian luar dan pada mimbar. Inskripsi pada mimbar Masjid Syahabuddin diperkirakan tentang awal pembangunan mesjid ini. Teks inskripsinya: “Tarikhah tahun pada bulan Muharam awalnya berlalunya akhir hijrah an-Nubuwwah 1178”. (… tanggal tahun pada bulan Muharam awal telah selesai [pembangunan] akhir tahun 1178 Hijrah Nabi).

Pada bagin luar mesjid, terdapat inskripsi yang memuat informasi tentang pembangunan kubah mesjid ini, yaitu pada 30 Rabiul Awal 1323 H. Sudah ini kubah pada 30 Rabiul Awwal yaumu Sabt hijrah 1323. (Kubah ini selesai dibangun pada hari Sabtu, 30 Rabiul Awal 1323 H)

Pada bagin lain di luar mesjid, terdapat inskripsi yang tampaknya menginformasikan pemugaran mesjid ini, yaitu tahun 1302 H, atau sekitar tahun 1884 M. Diperkirakan pemugaran ini dilakukan pada masa Sultan Sayyid Syarif Qasim I Abdul Jalil Saefuddin (1864-1889 M.). Inskripsi ditulis dengan aksara Arab dan bahasa Arab, dan sekaligus sebagai papan nama Masjid Syihabuddin Siak Sri Indrapura.

Makam Tengku Mas Ayu Syarifah Fatimah binti Muhdhor bin Sahabuddin, Wafat 1250 H. Nisan ini berbahan batu. Nisan bagian kepala, tingginya 81 cm. Bidang Inskripsi berbentuk lingkaran dengan garis tengah sekitar 20 cm.

Inkripsinya: Sanata 1250 – kepada hari Kamis 22 bulan Shafar – tengku Mas Ayu asy-Syar³fah F±¯imah binti Muhdh±r bin Syah±b Tengku… – kembali ke rahmatullah.

Inskripsi lain terdapat pada nisan batu berbentuk menyerupai lingga (batu bulat) tetapi bagian bawahnya keci; Tinggi nisan ini 91 cm. Inskripsi sampai saat ini belum bisa dibaca lengkap kecuali angkat tahun 1266 H. Batu nisan dimaksud sebagaimana gambar di samping.

Di lingkungan Balai Kerapatan Tinggi Kesultanan Siak tidak banyak ditemuakan inskripsi. Pada Balai ini hanya ditemukan satu inskripsi yang terletak di dalam ruang pertemuan dan diletakan pada bagian atas jendela sebelah kiri.

Pada bagian bawahnya ada kursi pimpinan sidang. Lambang ini berbentuk kaligrafi miror style (bolak-balik) nama Nabi Muhammad. Lambang ini disebut Muhammad Bertangkup. Lambang dibuat dari kayu yang dipahat dengan baik, sepintas agak sulit untuk membacanya kecuali dilihat dengan cermat.

Lambang ini kemungkinan dibuat bersamaan dengan dibuatnya Balai Kerapatan Tinggi Kasultanan Siak pada tahun 1889 s.d 1895 M. pada masa Sultan ke-11, as-Sayyid Hasyim Abdul Jalil Saefuddin (1889-1908 M.).

Lambang Muhammad Bertangkup adalah lambang Kesultanan Siak. Para pejabat dan ulama setempat menafsirkan lambang ini sebagai kedekatan kesultanan dan masyarakat Siak dengan ajaran Islam. “Adat bersendi Syara, Syara bersendi Kitabullah.”

Adat dan prilaku mereka didasarkan pada ajaran Islam, sampai saat ini masih banyak orang Siak yang berpegang pada ajaran Islam seperti masalah waris, pernikahan, adat istiadat, dan lainnya. Lambang ini juga merupakan kebesaran Siak. Lambang ini terpampang di mesjid, Istana, dan tempat- tempat lain yang mempunyai nilai sejarah. (MS)

*Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Dede Burhanuddin yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama tahun 2017.

sumber gambar: Pesona Siak.

Leave a Response