Lahirnya Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) memberikan perlindungan bagi masyarakat muslim Indonesia. Sertifikasi halal ditransformasi dan ditingkatkan dari bersifat voluntary menjadi obligatory, artinya sesuatu diwajibkan atas dasar undang-undang untuk kemaslahatan seluruh bangsa. Tuntutan akan produk mengenai standar mutu pengolahan, kualitas produk, dan pelayanan makin tinggi, begitu pula dengan aspek kehalalan produk.
Konsumen dalam perilaku membelinya semakin hari menunjukkan tuntutan yang semakin tinggi terhadap informasi mengenai standar mutu produk dan proses pengolahannya dari pabrik hingga sampai ke konsumen. Makin makmur, makin cerdas, makin religius, makin kritis. Membeli adalah bagian dari perilaku konsumen yang selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini dilakukan dalam memenuhi kebutuhan individu.
Intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli. Sehingga dapat juga diartikan bahwa intensi membeli kembali dapat diartikan sebagai konsumen yang melakukan pembelian ulang pada suatu produk yang telah dibeli sebelumnya, dipengaruhi oleh evaluasi/pengalaman individu atas perilaku membeli.
Oleh karena itu penting untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli/kecenderungan membeli masyarakat terhadap produk halal karena intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku. Dengan memahami intensi membeli/kecenderungan membeli masyarakat terhadap produk halal, akan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang sebenarnya yang mengarah pada kepuasan konsumen.
Penelitian yang agendakan oleh Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini bertujuan melihat lebih jauh beberapa faktor yang mempengaruhi intensi membeli yaitu sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku dan cara mempengaruhi niat pembelian di antara konsumen muslim dengan menerapkan teori reason action behaviour dalam pembelian melalui kajian tentang intensi membeli terhadap produk halal.
Urgensi penelitian ini secara praktis memberikan rekomendasi yang signifikan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap produk halal. Selain itu, dalam rangka menyambut kebijakan mengenai kewajiban labelisasi halal dan perlindungan terhadap konsumen muslim dalam tataran kebijakan maupun praktis dapat disusun sesuai dengan hasil-hasil penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan analisis SEM (Structural Equation Modeling) adalah alat statistik yang dipergunakan untuk menyelesaikan model bertingkat secara serempak yang tidak dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear.
Populasi target dalam penelitian ini adalah masyarakat muslim di 12 Provinsi pada 23 lokasi masing-masing lokasi, satu di ibukota provinsi dan satu di wilayah kabupaten kota, yaitu Sumatera Barat (Padang dan Pasaman), Riau (Pekanbaru dan Kampar), Sumatera Selatan (Palembang dan Banyuasin), DKI Jakata, Jawa Barat (Bandung dan Kuningan), Yogyakarta (Yogyakarta dan Gunung Kidul), Jawa Timur (Surabaya dan Madiun), Bali (Denpasar dan Badung), Kalimantan Selatan (Banjarmasin dan Tanah Laut), Sulawesi Selatan (Makassar dan Gowa), Sulawesi Utara (Manado dan Minahasa) dan Nusa Tenggara Barat (Mataram dan Praya). Pemilihan kota dilakukan secara purposive, yaitu kota dengan kekhususan tertentu, yakni kota dengan jumlah muslim mayoritas, minoritas, kota yang didominasi budaya industri, dan kota dengan budaya lokal dominan.
Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 1200 orang. Metode penentuan responden yang digunakan adalah non probability sampling, yaitu dengan kriteria responden adalah konsumen muslim yang berusia di atas 17 tahun dan melakukan pembelian berdasarkan pengambilan keputusan sendiri.
Variabel dalam penelitian mencakup intensi membeli sebagai variabel tergantung dengan variabel bebas faktor demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, jumlah pendapatan, etnik, dan pendidikan), religiusitas, sikap dan persepsi terhadap produk halal (senang-tidak senang, padangan positif-negatif mengenai produk), informasi (mencakup pengalaman, pengetahuan, dan paparan media), dan variabel moderator kontrol perilaku mencakup faktor situasi dan pola keyakinan dalam membeli (cognitive pattern).
Hasil Penelitian
Berdasarkan theory of planned behavior, suatu perilaku muncul melalui pertimbangan dan direncanakan. Menurut teori ini faktor utama dari suatu perilaku yang ditampilkan oleh individu adalah intensi. Berlandaskan pada teori ini, penelitian ini berusaha memprediksi dan menjelaskan determinan yang mempengaruhi secara spesifik intensi membeli produk halal pada masyarakat Indonesia yang tersebar merata pada 23 Kota. Melalui analisis Mediated Structural Equation Model, peneliti mengambil beberapa kesimpulan yang dapat disarikan dari hasil penelitian ini, di antaranya:
1. Model prediktor intensi perilaku yang mencakup faktor-faktor pembentuk perilaku, yaitu faktor demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, jumlah pendapatan, etnik, dan pendidikan), religiusitas, sikap dan persepsi terhadap produk halal (senang-tidak senang, padangan positif-negatif mengenai produk), informasi (mencakup pengalaman, pengetahuan, dan paparan media), dengan moderator kontrol perilaku mencakup faktor situasi dapat menggambarkan intensi perilaku membeli produk halal.
2. Perbedaan intensi membeli berdasarkan data demografi, bahwa responden berbeda secara signifikan dalam intensi membeli produk halal berdasarkan provinsi, jenis kelamin, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara jika berdasarkan usia dan status pernikahan perbedaannya tidak signifikan.
Dilihat dari segi provinsi mean terbesar ditemukan Bali dan Sulawesi Utara karena masyarakat muslim di Bali dan Sulawesi Utara merupakan masyarakat muslim minoritas dan dominan non-muslim, sehingga masyarakat muslim setempat lebih mengedepankan aspek religiusitas dalam intensi membeli suatu produk.
3. DKI Jakarta, diungkap dalam riset ini memiliki tingkat intensi membeli produk halal yang rendah. Hal ini dikarenakan masyarakat DKI lebih dipengaruhi oleh faktor gaya hidup. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda, karena kuliner merupakan Tren di Kota besar, maka masyarakat muslim DKI Jakarta lebih mengikuti gaya hidup daripada memperhatikan produk halal.
4. Penelitian ini mengungkapkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan lebih kuat untuk membeli produk halal dibandingkan laki-laki. Perempuan diprediksi memiliki tingkat perhatian yang lebih tinggi dikarenakan perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi.
5. Dilihat dari segi pernikahan, ditemukan bahwa yang sudah menikah memiliki kecenderungan kuat untuk membeli produk halal dibanding yang belum menikah atau janda/duda. Perilaku konsumen merupakan kontrol terhadap perilaku, ketimbang tekanan masyarakat sekitar akan keharusan untuk mengonsumsi halal.
Dengan perilaku tersebut, orang yang sudah menikah akan melakukan kontrol terhadap keluarga untuk mengonsumsi makanan halal atau intensi membeli produk halal. Dengan demikian, orang yang sudah menikah lebih memperhatikan/peduli dalam intensi membeli produk halal.
6. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar responden telah mengetahui mengenai adanya label halal yang dikeluarkan oleh MUI dan paham terhadap keberadaan label hal tersebut. Namun sebagian besar tidak memperhatikan label tersebut. Hal ini seiring dengan data bahwa sebagian besar pernah membeli produk produk halal serta pada saat yang sama juga membeli produk yang diragukan kehalalannya dikarenakan tidak adanya label halal pada produk tersebut.
7. Norma subjektif terbukti mempengaruhi intensi membeli produk halal secara signifikan. Prediksi nilai positif (t=2.29> 1.96) mengindikasi bahwa hubungan norma subjektif terhadap intensi membeli produk halal adalah positif, artinya semakin tinggi norma subjektif maka akan meningkatkan intensi membeli. Dengan demikian Keluarga menjadi acuan dan patokan utama untuk mengarahkan individu memiliki intensi mengonsumsi produk halal, diikuti oleh teman dan guru/ustadz.
8. Religiusitas terbukti mempengaruhi intensi membeli produk halal secara signifikan. Prediksi nilai positif (t=3.21>1.96) mengindikasi bahwa hubungan religiusitas terhadap intensi membeli produk halal adalah positif, artinya semakin tinggi religiusitas individu maka akan semakin tinggi intensi membeli. Individu yang memiliki keyakinan, pemahaman dan ketaatan pada ajaran agama cenderung memiliki intensi mengonsumsi produk halal yang lebih tinggi.
9. Sikap terbukti mempengaruhi intensi membeli produk halal secara signifikan. Prediksi nilai positif (t=2.03>1.96) mengindikasi bahwa hubungan sikap terhadap intensi membeli produk halal adalah positif, artinya semakin baik sikap individu maka akan semakin tinggi intensi membeli. Sikap positif masyarakat terhadap produk halal dikarenakan adanya kesadaran masyarakat bahwa produk halal tidak hanya sesuai dengan ajaran Islam, tetapi juga sehat dan aman dikonsumsi.
10. Informasi terbukti mempengaruhi intensi membeli produk halal secara signifikan. Prediksi nilai positif (t=2.24>1.96) mengindikasi bahwa hubungan informasi terhadap intensi membeli produk halal adalah positif, artinya semakin tinggi informasi dan pengetahuan individu terkait produk halal maka akan semakin tinggi intensi membeli. Label halal yang tertera pada produk menjadi informasi akurat bagi masyarakat dalam pembelian produk halal. Dengan demikian label halal menjadi petunjuk informasi utama yang diyakini bahwa suatu produk dikatakan halal.
11. Kontrol perilaku terbukti mempengaruhi intensi membeli produk halal secara signifikan. Prediksi nilai positif (t=2.59 > 1.96) mengindikasi bahwa hubungan kontrol perilaku terhadap intensi membeli produk halal adalah positif, artinya semakin tinggi kontrol perilaku individu maka akan semakin tinggi intensi membeli.
Kontrol perilaku menjadi prediktor dominan terhadap intensi membeli produk halal. Semakin tinggi kepercayaan masyarakat akan kemudahan mendapatkan produk halal dengan harga, waktu dan tempat yang memadai, maka intensi membeli produk halal akan semakin tinggi.
12. Kontrol perilaku terbukti signifikan memediasi hubungan kausalitas antara norma subjektif; religiusitas; sikap dan informasi terhadap intensi membeli produk halal. Hubungan mediasi yang terjadi adalah bersifat sebab akibat yang linier, yakni beberapa prediktor seperti norma subjektif; religiusitas; sikap dan informasi mempengaruhi intensi membeli produk halal secara tidak langsung, karena harus melewati kontrol perilaku terlebih dahulu.
Hasil penelitian selengkapnya klik di sini.
Gambar ilustrasi: Sindonews