Bulan Maulid sekitar tahun 2005-an, seusai menghadiri acara majelis-majelis Maulid Nabi dan Haul yang dilaksanakan di beberapa tempat secara bergiliran di Jakarta, maka kami berencana untuk ke Pamulang, Tangerang. Waktu itu Habibana Ja’far bin Muhammad Alkaf tinggal daerah sana.
Sampailah kami di rumah Habib Ja’far. Lalu beliau menyapa kami dan menyuruhku untuk masuk ke dalam kamar pribadi beliau. Hanya berdua. Aku duduk di kursi dan Habib Ja’far duduk di atas ranjang. Saling berhadapan.
Lalu beliau bercerita tentang banyak hal dan diselingi canda tawa. Tiba tiba beliau berkata, “Peng, duitku saiki akeh (Peng, duitku sekarang banyak)”.
Sekedar tambahan, beliau terkadang memanggilku dengan Novel, kadang dengan Nopeng dan kadang kadang Popo (panggilan akrabku sejak kecil).
Kemudian beliau membuka lemari dan mengeluarkan sebuah tas (mirip tas laptop). Lalu membukanya, dan isinya tumpukan uang berbendel-bendel.
Entah berapa jumlahnya. Mataku mendelik melihat uang segitu banyaknya. Seumur hidup baru kali itu melihat uang sebegitu banyaknya.
Tiba-tiba beliau berkata, “Peng, jupuk’o (Vel, ambillah)”. Maksudnya, ambillah beberapa bendel. Aku menahan nafas. Lalu kuberanikan diri bilang, “Wegah bib nek njupuk dewe, nek mbok jupukke aku gelem (Tidak mau Bib kalau ambil sendiri, kalau engkau ambilkan aku mau)”.
Habib Ja’far terdiam, lalu bilang suruh ambil lagi. Dan Alhamdulillah jawabanku tetap sama. Tidak mau mengambil kalau tidak diambilkan langsung oleh beliau.
Lalu beliau berkata, “Ya wes, tenan yaa tak jupukke aku (Ya sudah, beneran ya aku ambilkan)”. Lalu dengan cepat kujawab, “Ya, Bib”.
Dalam hati aku girang banget. Membayangkan, seandainya Habib Ja’far mengambilkan satu atau dua bendel uang, mungkin aku akan diberi 10 atau 20 juta. Hatiku sangat berharap, agar diberi hadiah uang yang banyak dari beliau.
Tiba-tiba Habib Ja’far menutup tas berisi uang banyak tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam lemari. Lalu beliau merogoh saku celananya dan mengeluarkan uang sebesar 50 ribu.
Uang itu disodorkan kepadaku, “Iki jimat nggo kowe, mengko duit iki bakal ngundang kanca-kancane (ini jimat buat kamu,nanti uang ini bakal mengundang teman temannya)’. Maksudnya, uang tersebut akan mengundang uang yang lain hingga uang tersebut menjadi banyak.
Aku terpaku. Kaget. Sedikit kecewa. Kenapa hanya 50 ribu saja?! Nampaknya, hatiku dibaca/di-kasyaf oleh Habib Ja’far.
Tidak lama beliau berkata sambil berbisik, “Iki duit resik (ini uang bersih)’. Maksudnya, uang 50 ribu tersebut adalah uang yang bersih, halal dan membawa barokah. Aku kaget dan segera bersyukur kepada Allah SWT.
Lalu aku berpikir yang buruk tentang uang dalam tas tersebut bukan uang yang ‘bersih’. Dan Habib Ja’far tidak menerangkan tentang uang dalam tas tersebut.
Kembali Habib Ja’far berbisik, “Nek duit resik tak kantongi (Kalau uang bersih, aku kantongi). Lalu beliau kembali berkata, “Duit iki lebokno dompetmu ben dadi jimat (uang ini masukkan dompetmu biar jadi jimat)”.
Setelah itu, beliau kembali berkata kepadaku, “Mengko Kowe iso tuku omah, tuku mobil (Nanti kamu bisa beli rumah beli mobil).”
Dan Alhamdulillah uang tersebut masih ada sampai sekarang dan terlipat manis dalam dompetku, hehehe. Subhanallah, semua ucapan beliau terbukti.
Pelajaran yang sangat berharga dari beliau. Bahwasanya, uang yang ‘Bersih’ akan menghasilkan banyak keberkahan meski sedikit. Dan uang yang banyak tapi ‘Tidak Bersih’ akan membawa kemudharatan.
Terima kasih Ya Habibana atas pelajaran yang sangat berharga ini. Semoga menjadi bermanfaat bagi kita semua. Untuk beliau Lahul Fatihah…
*Kisah ini ditulis oleh sendiri oleh Habib Nauval Al-Muthohar melalui akun Facebook pribadinya.
Ket Foto: Habib Nauval Al-Muthohar (kiri), Habib Ja’far Al-Kaff (kanan)