Judul : Berlimpah Rezeki Setelah Menikah
Penulis : Rizem Aizid
Penerbit : Laksana
Tahun : Cetakan 1, 2020
Tebal : 166 halaman
ISBN : 978-602-407-7075
Tak sedikit orang merasa ragu dan takut menikah karena khawatir belum bisa bertanggung jawab mencukupi kebutuhan hidup bersama pasangannya kelak. Pada dasarnya, hal tersebut merupakan sikap yang wajar dirasakan banyak orang. Umumnya orang pasti berpikir bahwa kebutuhan hidup setelah menikah atau tanggung jawabnya semakin besar. Terlebih, jika sudah memiliki anak.
Di samping secara material, biasanya orang merasa belum siap secara mental. Yakni belum bisa menjadi orang dewasa yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang lebih besar. Namun, pada dasarnya ketika seseorang merasa sudah siap secara mental dan sudah menemukan pasangan yang cocok, seseorang bisa memantapkan hati dan niatnya untuk menikah. Persoalan materi bisa diusahakan sembari menjalani prosesnya. Sebagai seorang Muslim, kita wajib meyakini bahwa Allah Swt. akan membantu hambanya yang mau berusaha. Bahwa jodoh, maut, dan rezeki sudah ada yang mengatur.
Lagipula, Allah Swt berjanji akan memberi kecukupan pada orang yang menikah sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nur ayat 32. Oleh karena itu, pada dasarnya kondisi ekonomi yang masih serba kekurangan jangan membuat seseorang yang sudah waktunya dan siap untuk menikah menjadi takut menikah. Ada begitu banyak kisah tentang bagaimana kehidupan seseorang berubah menjadi jauh lebih baik dan rezekinya mengalir deras setelah menikah, sebagaimana dikisahkan di buku terbaru berjudul Berlimpah Rezeki Setelah Menikah (Laksana: 2020) ini.
Karya Rizem Aizin ini memberi kita berbagai kisah tentang keajaiban rezeki setelah menikah. Tak jarang, rezeki tersebut datang dari hal-hal yang tak terduga. Penulis juga memaparkan bahasan mengenai jodoh dan rezeki, sehingga semakin membuka pemahaman kita menjadi lebih luas mengenai hal ini.
Misalnya, penulis mengulas tentang bagaimana langkah-langkah yang bisa diupayakan seseorang untuk bisa mendapatkan jodoh yang terbaik. Di antaranya dengan terus memperbaiki diri, tidak putus asa dalam berdoa, memperbanyak ibadah sunnah, tidak “muluk-muluk” dalam memilih calon pasangan, memperluas pergaulan, dan sebagainya. Berbagai tips tersebut dipaparkan dilengkapi dengan penjelasan yang mudah dipahami oleh semua kalangan.
Kadang, orang sulit mendapatkan jodoh karena dibelenggu keinginannya sendiri yang terlalu muluk-muluk dalam menetapkan kriteria pasangan. Tak sedikit perempuan ingin jodoh seorang lelaki yang mapan secara ekonomi, ganteng, berpangkat, keturunan baik-baik, beriman, dan sebagainya. Atau seorang laki-laki yang ingin punya istri cantik jelita, rajin, penurut, sholihah, cerdas, dan sebagainya. Itu semua sah-sah saja. Namun, orang cenderung akan kesulitan menemukan sosok yang sesempurna seperti itu.
Orang mesti bisa berkaca melihat berbagai kekurangan dirinya sendiri sebelum menetapkan kriteria pasangannya. “Jangan sampai kita menginginkan kesempurnaan orang lain, sedangkan diri kita sendiri saja tak sempurna,” tulis Rizem (hlm. 30).
Mengenai kriteria calon pasangan, Rasulullah Saw. menganjurkan agar kita memilih pasangan yang agamanya baik. Sebab agama atau keimanan merupakan hal yang paling mendasar bagi kehidupan. Jika seseorang memiliki keimanan, maka ia akan bisa menjadi pribadi yang baik, bertanggung jawab, dan bisa diandalkan sebagai pasangan hidup.
Penulis menegaskan bahwa kesiapan menikah mestinya tak diukur hanya dari materi. “Jika Anda menunggu gaji yang cukup, maka Anda tidak akan pernah menikah. Bisa jadi, esok Allah menghendaki gaji Anda naik tiga kali lipat. Tapi percayalah, pada saat bersamaan, tingkat kebutuhan Anda juga naik, bahkan bisa lebih dari tiga kali lipat,” tulisnya (hlm. 86).
Penulis merasakan sendiri betapa setelah menikah, rezekinya mengalir deras. Ia mengisahkan bagaimana awal mula pernikahan, di mana saat itu ia masih bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan roti tradisional. Di samping itu, terkadang ia juga menulis di majalah. Pemuatan tulisan di majalah sangat lama, dan honornya pun baru dikirim beberapa bulan kemudian. Namun, ajaibnya, sebulan setelah menikah, tulisan-tulisan karyanya semakin sering dimuat di koran dan majalah.
Sebulan setelah menikah, ada 3 cerpennya dimuat di 3 media berbeda. Begitu pula dengan bulan-bulan berikutnya, jarak pemuatan cerpen menjadi semakin rapat. “Saat anak saya lahir, pada pekan yang sama, ada pemberitahuan dari sebuah majalah remaja bahwa mulai bulan tersebut, naskah fiksi saya dimuat secara berseri,” tulisnya. Dan saat anaknya semakin tumbuh besar, satu per satu bukunya diterbitkan, sehingga royalti diterima dalam jumlah yang cukup besar (hlm. 88-89).
Itu adalah satu contoh dari sekian banyak kisah yang dipaparkan penulis di buku ini. Mengenai betapa menikah pada dasarnya akan bisa membuka pintu rezeki seseorang, mengalirkan rezeki menjadi semakin deras.
Menikah memang tidak mudah. Bagi seorang lelaki, ia akan memikul tanggung jawab besar untuk memimpin keluarga dan mencukupi kebutuhan anak istrinya. Namun, hal tersebut mestinya tak membuat kita takut untuk menikah. Yang harus selalu dilakukan adalah terus berusaha dan meyakini bahwa Allah Swt. akan membantu kita. Wallahu a’lam.