Siapa yang tak kenal dengan Waliyullah Syekh Abdul Qadir al-Jailani? Namanya yang begitu harum atas kewaliannya, menjadi suri teladan umat Islam khususnya di Indonesia, karena tingginya tingkat kewalian yang ia miliki.
Sepanjang kehidupan Syekh Abdul Qadir al-Jailani, beliau selalu mendekatkan dirinya kepada Allah, baik dalam keadaan sepi sendiri, atau dalam keadaan ramai dengan orang lain. Tingkat mendekatkan dirinya sedemikian tinggi, sampai akhirnya beliau mencapai 20 muraqabah. Muraqabah Ahadiyah, Muraqabah Ma’iyah, Muraqabah Aqrabiyah, Muraqabah Wilayatul ‘Ulya, Murawabah Mahabbah, Muraqabah Kamalatinn Nubuwah dan seterusnya.
Dikala Sembahyang, lama sekali bersujud. Sujud adalah meletakan dahi, lambang kehormatan seseorang agar diletakan di tempat yang serendah-rendahnya. Waktu sujudlah saat sedekat-dekatnya hamba dengan Allah SWT.
Nah, dikisahkan suatu hari, Syekh Abdul Qadir al-Jailani ini melakukan sebuah perjalanan, datang lah seseorang memberikan sekantong pundi-pundi yang berisikan uang, penuh dan banyak. Orang itu iba kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang sedang kesulitan melakukan perjalanan tanpa adanya Uang.
Tetapi, beliau hanya mau mengambil 1/2 dirham (satuan Uang logam paling kecil) sekedar untuk membeli sepotong roti. Sisanya ia kembalikan ke orang tersebut.
Sesudah ia membeli sepotong roti dari pemberian itu, beliau mendengarkan sebuah suara “Mengapa seseorang yang selalu melakukan Muraqabah kepada Allah, masih saja mempunyai syahwat, pamrih, dan harapan atas pemberian orang lain?”. Mendengar hal tersebut, beliau tersipu malu pada dirinya dan kepada Allah SWT. Beliau menyesal atas secuil pengharapan kepada yang selain Allah SWT. Seketika, roti itu tak jadi disantapnya.
Artikel ini juga tersedia dalam bahasa:
English