KH. Abdul Aziz Manshur Lirboyo bercerita tentang sejarah salah satu wasilah bagaimana KH. Abdul Karim Lirboyo bisa menjadi kiai besar dan mendirikan Pesantren Lirboyo. Pesantren Lirboyo merupakan salah satu pesantren terbesar di Jawa Timur, bahkan di Indonesia.

KH. Abdul Karim lahir dari orangtua yang biasa saja, hidup dalam keadaan pas-pasan, dan bukan dari trah keturunan bangsawan ataupun kiai dan ulama. Lantas bagaimanakah beliau bisa menjadi seorang kiai besar dan mendirikan Pesantren Lirboyo? Berikut kisahnya.

Ibu dan bapak KH. Abdul Karim adalah seorang pedagang biasa. Bapak beliau meninggal ketika Abdul Karim masih sangat kecil, maka tinggalah ibunya seorang diri mengurus Abdul Karim kecil. Ibunya kemudian diperisteri lagi oleh seorang lelaki yang juga biasa-biasa saja.

Sehari-hari ibunda Abdul Karim berjualan di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga sederhananya. Pada suatu hari beliau melihat kain jarik yang sangat bagus di sebuah toko kain di pasar tempatnya berjualan, maka muncul keinginan beliau untuk memiliki kain tersebut.

Beliau selama ini hanya mempunyai beberapa kain lusuh yang sudah bertahun-tahun umurnya. Namun apalah daya kain yang bagus tersebut tak mampu dibeli langsung pada saat itu dikarenakan uang yang tak cukup.

Maka kemudian ibunda Abdul Karim menyisihkan sedikit hasil berjualannya setiap hari untuk membeli kain jarik tersebut. Setelah tiga tahun menabung menyisihkan uang sedikit demi sedikit barulah beliau dapat membeli kain jarik yang diinginkanya dari dulu itu.

Baru satu bulan beliau membeli kain jarik tersebut, pada suatu pagi lewatlah beliau hendak berdagang ke pasar, tiba-tiba di perjalanan terdengar suara tangisan seseorang. Ibunda Abdul Karim kemudian berhenti di sebuah rumah sumber tangisan.

Di rumah tersebut terlihat seorang ibu yang menangis sembari menggendong anaknya. Ditanyakanlah kenapa sebabnya menangis. Sang ibu yang menangis itu pun bercerita bahwa ia menangis karena sedih melihat bayinya kedinginan tanpa ada sehelai kain pun yang menyelimuti bayi tersebut.

Sang ibu hanya mempunyai satu-satunya kain yang sedang dipakainya saat ini. Sang ibu dilema, kalau kain itu tetap dia pakai maka bayinya akan kedinginan, tapi kalau kain itu dipakaikan untuk bayinya, otomatis dia tidak memakai apa-apa untuk menutupi tubuhnya.

Ibunda Abdul Karim kemudian pulang kembali ke rumahnya dan mengambil kain jarik yang baru dibelinya sebulan itu dan memberikannya untuk sang ibu tersebut. Karena merasa senang dan terharu sang ibu itu pun menangis berurai air mata dan mengucapkan do’a untuk ibunda Abdul Karim :

“Hari ini engkau telah memberikan kebahagiaan untukku dengan jalan perantara engkau membahagiakan anakku, semoga kelak engkau diberikan kebahagiaan juga dengan jalan perantara Allah memberikan kebahagiaan untuk anakmu.”

Ibunda Abdul Karim pun ikut menangis mengaminkan doa tersebut.

Tahun demi tahun berlalu, doa yang dulu pernah terucap mulai menjadi kenyataan. Abdul Karim tumbuh menjadi anak yang saleh dan cerdas, giat menimba ilmu dari satu pesantren ke pesantren lainnya, dan kemudian hari menjadi ulama besar dan mendirikan Pesantren Lirboyo.

Dari Pesantren Lirboyo ini juga lahir banyak tokoh-tokoh nasional dan juga para kiai besar yang berpengaruh di Nusantara. Kebaikan yang dulu pernah dilakukan Ibunda KH. Abdul Karim membuahkan kesuksesan pada KH. Abdul Karim baik di dunia maupun di akhirat kelak, Amiin.

Wallahu A’lam Bishawab.

Leave a Response