Menurut James Dananjaya dalam bukunya yang berjudul Folklor Indonesia, mitos merupakan bagian dari folklor yang berbentuk cerita prosa rakyat. James Dananjaya memberikan gambaran bahwa mitos di Indonesia biasanya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa atau dunia dewata, terjadinya manusia pertama dan tokoh pembawa kebudayaan, dan terjadinya awal mula adanya makanan pokok di suatu daerah, seperti beras dan sebagainya.
Mircea Eliade dalam Mitos: Gerak Kembali yang Abadi, Kosmos dan Sejarah menjelaskan mitos dijadikan sebagai petunjuk dan pedoman bagi masyarakat setempat (masyarakat pengikutnya) dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mitos menjadikan masyarakat pengikutnya menjadi taat terhadap ajaran yang dianutnya. Selain itu, mitos mampu menciptakan suatu kesadaran akan tingkah laku dan keselarasan dalam hidup bermasyarakat.
Mitos juga dapat dipahami sebagai realitas budaya yang kompleks dengan kiasan atau cerita sakral yang berhubungan dengan kejadian pada waktu primodial, yaitu waktu permulaan yang mengacu pada asal mula segala sesuatu dan dewa-dewa sebagai objeknya. Tokoh historis diasimilasikan dengan model mistis (dewa, pahlawan, ksatria, dan sebagainya), sementara itu peristiwanya identik dengan tindakan mistis dan ajaib.
Di Indonesia, banyak sekali daerah yang erat akan kesakralan mitos salah satunya adalah Cirebon. Cirebon merupakan sebuah daerah yang kaya akan mitos dan legenda. Nama yang diberikan sebagai nama tempat, nama daerah, nama gunung, danau, dan sebagainya hampir selalu berlatarbelakang mitos atau legenda. Nama tempat sendiri biasanya mengandung cerita rakyat tentang asal-usul tempat tersebut.
Masyarakat Cirebon pada umumnya mempercayai keberadaan mahluk halus. Mahluk halus yang dikenal oleh masyarakat Cirebon di antaranya adalah malaikat, iblis, setan, jin, dan mrekayangan. Salah satu cerita masyarakat Cirebon adalah kisah Ki Jaha Cirebon yang disegani bangsa jin.
Dalam buku Silsilah Keturunan Buyut K. Abdul Qohar Penghulu Besar Cirebon yang disusun oleh KH. Machmud Rois, ada sebuah pesan yang diwariskan oleh Ki Jaha untuk anak-cucunya. Pesan tersebut berbunyi, “Aja wuruk sudi gawe ning anak putune Ki Jaha. Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah.”
Artinya, “Jangan berani mengganggu anak cucunya Ki Jaha. Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah.”
Kalimat tersebut diucapkan ketika melewati atau sedang berada di tempat angker (dalam Bahasa Cirebon, disebut sungil). Namun, ada sebuah kisah yang perlu diketahui di balik pesan yang disampaikan untuk anak cucu Ki Jaha tersebut.
Pada suatu hari, Sultan Kasepuhan Cirebon merasa cemas karena anaknya terkena penyakit yang aneh. Ia sudah membawa anaknya untuk berobat ke mana-mana, namun semuanya nihil. Penyakit yang diderita anak Sultan Kasepuhan tersebut tidak kunjung bisa disembuhkan. Kemudian ia teringat kepada Ki Jaha (Kiai Chanafi). Ki Jaha merupakan orang yang sakti.
Sultan Kasepuhan memanggil Ki Jaha untuk mengobati anaknya. Setelah Ki Jaha memeriksa anak tersebut, Ki Jaha mengatakan bahwa anak tersebut sakit karena gangguan jin. Lalu Ki Jaha pergi ke Gunung Ciremai (Kuningan) untuk mencari bangsa jin.
Setelah sampai di Gunung Ciremai, Ki Jaha menangkap ketua jin. Ia membawa ketua jin tersebut ke Keraton Kasepuhan untuk memeriksa anak sultan yang sakit. Setelah diperiksa, ketua jin tersebut mengatakan bahwa anak tersebut tidak diganggu olehnya, tapi diganggu oleh jin yang ada di lautan.
Kemudian Ki Jaha pergi ke laut. Ketika mengetahui kedatangan Ki Jaha, para jin yang ada di laut ketakutan dan lari untuk bersembunyi. Mengetahui hal tersebut, Ki Jaha hanya tersenyum dan berkata dalam hatinya, “Silakan kalian bersembunyi ke mana pun, karena pasti akan ketahuan”. Karena kesaktiannya, maka jin-jin tersebut tetap dapat ditemukan oleh Ki Jaha. Ia menangkap tujuh jin dan membawanya ke Keraton Kasepuhan.
Sebelum diminta mengobati anak yang sakit, Ki Jaha bertanya kepada tujuh jin tersebut perihal penyebab sakitnya anak tersebut. Salah satu jin tersebut menjawab, “Memang sebenarnya anak ini diganggu oleh kami, karena anak ini terlah berbuat kurang ajar. Masa kami sedang berkumpul enak-enak, malah dikencingi. Ya tentu kami balas perbuatannya itu.”
Ki Jaha menjawab, “Kalian perlu mengetahui bahwa anak ini tidak sengaja mengencingi kalian. Anak ini tidak mengetahui bahwa ada kalian yang sedang berkumpul di sana. Seandainya anak ini mengetahui ada kalian di sana, baru melihat wujud kalian saja, dia pasti sudah ketakutan. Dia tidak akan berani mengencingi kalian. Jadi sekarang, tolong obati anak ini sampai sembuh.”
Setelah mendengar nasihat dari Ki Jaha, akhirnya para jin tersebut mengobati anak tersebut. Seketika, anak tersebut sembuh. Begitulah salah satu kisah Ki Jaha yang disegani oleh bangsa jin. Oleh sebab itu, wasiat Ki Jaha tersebut masih dijalankan atau dilestarikan oleh anak-cucunya hingga saat ini.