KH Husein Ilyas atau akrab disapa Gus Husen, Rais Syuriah PCNU Mojokerto, salah satu ulama sepuh NU yang menjadi sahabat Gus Dur, dalam suatu ceramahnya mengisahkan tentang seseorang yang mempunyai rasa cinta yang teramat dalam kepada Nabi Muhammad SAW dalam kitab Tanbihul Ghafilin.

Dulu ada orang yang sangat cinta kepada kanjeng nabi, dia seorang kaya raya. Kalau diumpamakan zaman sekarang, ketika tiba bulan Maulud (Rabiul Awal), dia mengadakan acara mauludan dengan menggelar acara besar-besaran.

Kepada setiap tamu yang hadir, ia berikan hidangan lengkap “berkat” dan pakaian. Tradisi ini rutin ia adakan setiap tahun.

Lama-lama hartanya habis digunakan untuk mengadakan acara mauludan besar-besaran di rumahnya. Bulan Maulud tiba, ia harus berpikir keras untuk mendapatkan dana, agar acara mauludan di rumahnya tetap berjalan. Akhirnya, ia harus menjual seluruh tanahnya.

Semakin lama, ia tidak punya apa-apa lagi untuk mengadakan mauludan. Akan tetapi, lelaki itu mempunyai prinsip bahwa bagaimanapun caranya, acara mauludan harus tetap berjalan.

Hartanya sudah habis tak tersisa. Tinggallah 3 orang anak yang ia punyai. Sang bapak akhirnya berinisiatif untuk menjual salah satu dari tiga anaknya.

Sebelum ia menjual salah satu anaknya, ia terlebih dahulu mengumpulkan ketiga anaknya tersebut.

“Anak-anakku, bapak sudah tidak punya apa-apa lagi untuk mengadakan acara mauludan seperti biasanya. Maka bapak mau menanyakan kepada kalian, di antara kalian bertiga, siapakah yang bersedia bapak jual, untuk acara mauludan?” Tanya sang bapak.

Tak disangka, ketiga anaknya mengacungkan tangannya. Mereka semua bersedia untuk dijual demi acara mauludan. Sang Bapak akhirnya memutuskan untuk memilih si sulung, karena sang bapak berpikir, jika yang dijual yang kecil takutnya nanti merepotkan majikannya.

Maka diputuskan si sulung atau yang paling besar yang dijual, barangkali nanti bisa membantu sang majikannya kelak.

Si sulung dibawa ke pasar oleh bapaknya. Layaknya seorang pedagang, sang bapak tak ragu-ragu untuk menawarkan “jualannya” ini. Sang Bapak berteriak-teriak, “Siapa yang mau membeli anakku ini?!”

Hari semakin siang, namun pembeli tak kunjung datang. Sampai akhirnya, datanglah seorang pemuda Nasrani yang penasaran mendekat kepada sang bapak.

“Hei pak, mengapa kau menjual anakmu sendiri? Untuk apa?” tanya pemuda Nasrani itu.

“Untuk acara mauludan mas, saya sudah tidak punya apa-apa lagi,” jawab sang bapak.

“Apa itu mauludan?” Pemuda Nasrani tampak begitu ingin tahu.

“Mauludan itu acara mengungkapkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW dengan berbagai ekspresi. Saya biasanya mengadakan puji-pujian dengan tujuan memuji Nabi Muhammad SAW.

Setelah itu kita menghidangkan makanan dan membawakan oleh-oleh kepada para peserta mauludan.” Jawab sang bapak.

“Oh ya ya, saya sering mendengar hal itu.” Pemuda Nasrani itu tampaknya cukup paham.

“Yasudah, begini saja, ini anakmu dititipkan ke saya saja, anda saya beri uang 100 dinar, dan nanti untuk kebutuhan mauludanmu akan saya penuhi semua,” kata pemuda Nasrani.

Senang bukan kepalang, sang bapak langsung pulang ke rumah dan mengadakan mauludan seperti yang dulu pernah ia lakukan. Menyiapkan hidangan dan oleh-oleh untuk para tamu.

Di sisi lain, ternyata berita tentang sang bapak yang menjual anaknya ini terdengar oleh tetangganya. Ada tetangga yang memprovokasi tetangga lainnya untuk tidak datang ke acara mauludan sang bapak. Sang bapak dicemooh oleh tetangga-tetangganya.

“Hari ini dia menjual anaknya, bisa jadi suatu hari ia menjual anak-anak kita,” kata salah seorang provokator.

Hal ini membuat acara mauludan di rumahnya sepi. Padahal semuanya sudah disiapkan. Bahkan sampai malam mulai dingin, tidak ada seorangpun yang datang ke rumahnya.

Namun, sang bapak tidak menyerah. Ia bolak-balik di pinggir jalan menghadang siapa saja untuk diajak ke acara mauludannya.

Sampai akhirnya, datanglah serombongan orang dari arah barat menggunakan jubah putih, salah seorang pemimpinnya menggunakan jubah hijau dan serban hijau. Rombongan itu ditanyai oleh sang bapak kemana tujuannya.

“Saya sedang mencari acara mauludan ini pak,” kata pemimpin rombongan itu.

Sang bapak sangat gembira. “Mari, mauludan di rumahku saja, kebetulan sedang diadakan acara.” Rombongan tersebut akhirnya membaca puji-pujian kitab Maulid Diba` dengan suara yang merdu.

Suara ini tampaknya menarik perhatian para tetangga yang tidak hadir. Para tetangga hanya mengintip dari jauh.

Setelah acara mauludan selesai, hidangan pun disajikan. “Pak,ini semua “berkat” tolong dibagikan ke semua tetanggamu yang anda undang. Barang siapa yang memakan sebutir saja dari makanan ini, akan saya syafa`ati nanti,” kata seorang yang berjubah hijau tersebut.

Sang Bapak mengiyakan perkataan orang tersebut. Selepas itu, ia menyajikan sepaket cangkir minuman untuk seorang berserban hijau tadi.

Akan tetapi, cangkir itu hanya dibuka-ditutup saja oleh laki-laki berjubah hijau itu. Tak lama kemudian, rombongan berjubah tersebut berpamitan pulang.

Sang istri yang menyajikan hidangan merasa heran, mengapa tamunya itu tidak meminum minuman yang telah ia sediakan, malah hanya bolak balik buka tutup saja. Untuk menjawab rasa penasarannya, ia membuka cangkir tadi.

Syahdan, ia kaget di dalam cangkir itu ternyata sudah banyak uang emas. Sang Istri lalu menyuruh suaminya untuk mengejar rombongan berjubah tadi, untuk mengetahui siapa mereka sebenarnya.

Sang bapak pun bergegas mengejar rombongan berjubah, dan sang suami dapat menghadangnya kembali. Seketika itu sang bapak itu dipeluk erat oleh pemimpin berjubah dan berserban tadi. Tak disangka, lelaki berjubah dan berserban hijau itu adalah Nabi Muhammad SAW.

Nabi berpesan kepada sang bapak untuk menebus anaknya yang telah ia jual dengan menggunakan uang emas yang berada di cangkir tadi. Sang bapak beserta istri dan anak-anaknya mematuhi pesan nabi. Mereka berangkat untuk menemui pemuda Nasrani yang membeli anaknya.

Sesampainya di sana, pemuda Nasrani itu langsung menodong sang bapak dengan perkataan yang cukup mengagetkan.

“Saya sudah tahu maksud kalian datang ke sini. Semalam, saya mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Saya diajak beliau masuk ke surga. Beliau berpesan agar saya menyerahkan semua harta dan usaha saya kepada anak kalian ini. Akan tetapi, semua ini tidak gratis, kalian harus menebusnya.”

Sang Bapak kebingungan bagaimana harus menebus harta sebanyak itu. “Bagaimana saya menebusnya tuan?”

“Ajari saya mengucapkan kalimat syahadat!” ucap pemuda Nasrani dengan tegas.

Akhirnya pemuda nasrani itu dibimbing oleh sang bapak mengucapkan kalimat syahadat. Tak lama usai mengucapkan kalimat syahadat, Allah mencabut nyawa pemuda nasrani tersebut.

Inilah janji Nabi Muhammad SAW untuk mengajak pemuda Nasrani itu masuk surga. “Man qoola Laa ilaha illallaah dakhala al-jannah” (Barang siapa mengucapkan kalimat Laa ilaha illallaah ia akan masuk surga).

Wallahu A`lam.

Leave a Response