Kalau boleh jujur, membicarakan hak seksual di negeri ini masih dianggap tabu, pamali, pemmali, saru, dan sebagainya. Padahal, seks merupakan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan tersebut tidak akan pernah padam sebelum hari akhir tiba. Sehingga pemahaman tentang hak seksualitas penting diketahui oleh setiap orang.
Dalam buku Fiqh Seksualitas (2011) dijelaskan bahwa hak seksual adalah salah satu dari hak asasi manusia yang sangat penting dan pemenuhannya tidak dapat diabaikan sedikitpun. Setiap manusia—tanpa membeda-bedakan dalam hal apapun. Hal itu termasuk identitas seksual, identitas gender, dan orientasi seksual—berhak mendapatkan pemenuhan hak seksualnya tanpa diskriminasi.
Negara dan masyarakat berkewajiban membantu terpenuhinya hak seksual tersebut. Di samping itu, keduanya juga wajib mempromosikan prinsip non-diskriminasi, prinsip non-kekerasan, dan prinsip kesetaraan bagi semua orang.
Dalam instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) internasional dinyatakan bahwa pemenuhan hak seksual manusia didasarkan pada tujuh prinsip utama, yaitu prinsip hak seksual sebagai hak asasi manusia; prinsip perlindungan demi tumbuh kembang anak-anak; prinsip non-diskriminasi; prinsip kenikmatan dan kenyamanan; prinsip kebebasan yang bertanggungjawab; prinsip penghargaan dan kebebasan manusia; dan prinsip pemenuhan hak.
Secara lebih rinci, prinsip-prinsip hak seksual tersebut dapat dielaborasi sebagai berikut.
Pertama, hak atas kenikmatan seksual laki-laki dan perempuan, terbebas dari kekerasan dan pemaksaan, tanpa kekuatiran akan infeksi penyakit, kehamilan yang tak diinginkan atau kerusakan tubuh.
Kedua, hak atas ekspresi seksual dan hak untuk membuat keputusan seksual yang konsisten dengan nilai-nilai personal, etika, dan sosialnya.
Ketiga, hak atas perawatan, informasi, pendidikan, dan pelayanan kesehatan seksual.
Keempat, hak atas integritas tubuh dan hak untuk memilih, kapan, bagaimana, dan dengan siapa untuk menjadi aktif secara seksual dan terlibat dalam hubungan seksual dengan kesadaran penuh.
Kelima, hak untuk memasuki suatu relasi, termasuk relasi perkawinan dengan kesadaran bebas dan sempurna sebagai orang dewasa dan tanpa pemaksaan.
Keenam, hak atas privasi dan kerahasiaan dalam mencari pelayanan perawatan kesehatan reproduksi dan seksual.
Ketujuh, hak untuk mengekspesikan seksualitas tanpa diskriminasi dan kemerdekaan dalam reproduksi.
Dalam implementasinya di masyarakat, upaya pemenuhan hak seksual manusia berjalan seiring dengan pemenuhan hak dan kesehatan reproduksi. Setiap orang pada prinsipnya memiliki hak untuk menikmati seksualnya. Akan tetapi, pemenuhan hak seksual tersebut harus mengindahkan sejumlah aturan agar tidak menimbulkan kerugian dan kesengsaraan dalam hidupnya kelak.
Misalnya, seseorang mesti tahu dan sadar apakah dirinya atau pasangannya mengidap penyakit kelamin yang dapat menularkan atau membahayakan orang lain atau pasangannya.
Seseorang mesti mendapatkan informasi yang cukup tentang bahaya kehamilan yang tidak diinginkan dan bagaimana mencegah kehamilan seperti itu. Demikian juga informasi tentang bahaya penggunaan obat-obatan dan berbagai alat bantu pemuas seksual.
Upaya menyampaikan informasi, promosi, dan advokasi tentang hak-hak kesehatan reproduksi secara intensif sudah dilakukan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat level nasional maupun internasional. Dimulai sejak semua negara terlibat dalam memutuskan Deklarasi International Conference on Population and Development dikenal dengan ICPD, yaitu Kongres Internasional untuk Pembangunan dan Kependudukan di Kairo tahun 1994.
Salah satu keputusan ICPD adalah bahwa semua negara peserta berkomitmen untuk memberikan perhatian dan menjadikan bagian dari kebijakan di negara masing-masing tentang isu kesehatan reproduksi dan hak-hak kesehatan reproduksi.
Implikasi dari komitmen tersebut adalah semua negara peserta Kongres harus menjadikan kesepakatan Kairo itu sebagai dasar kebijakan dan praktik terkait dengan pemenuhan hak kesehatan reproduksi di dalam berbagai sektor pembangunan.
Dalam Deklarasi ICPD dinyatakan bahwa kesehatan reproduksi:
“…mencakup kesehatan fisik, mental, dan sosial seseorang, bukan saja terbebas dari penyakit maupun kelemahan, tetapi berkaitan pula dengan sistim reproduksi, fungsi, dan prosesnya.”