Islam adalah sebagai agama penyempurna bagi agama-agama sebelumnya. Umat para nabi terdahulu memiliki umur yang relatif panjang ketimbang umat Nabi Muhammad.
Apabila dikaitkan terhadap kadar pahala ‘ubudiyah, secara akal, otomatis yang lebih lama hidup dan beribadahlah yang lebih banyak pahala. Maka, kita secara kuantitas kalah. Tetapi, Allah memberikan anugerah keistimewaan kepada Nabi Muhammad Saw. dan umatnya.
Keistimewaan yang diberikan Allah adalah dengan adanya fadhilah (keutamaan) ibadah. Pahala yang berkali-kali lipat, salah satunya adalah ibadah di momentum tertentu, semisal waku istijabah (cepat diterima) dalam satu hari satu malam, atau bulan-bulan tertentu dalam kurun waktu satu tahun.
Bagi kaum muslim Indonesia–terutama kaum Nahdliyin–momentum sekarang yang sedang diperingati adalah bulan Sya’ban. Di dalamnya memuat beberapa keutamaan. Oleh karenanya, tidak salah karya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki yang diberi judul Ma dza fi sya’ban untuk terus dikaji.
Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Hasani adalah ulama yang lahir di Mekkah, Arab Saudi pada tahun 1944. Beliau adalah seorang sayyid yang tidak lain nasabnya bersambung kepada Rasulullah.
Kesehariannya beliau mengajarkan ilmu agama baik di rumah beliau maupun di Masjidil Haram. Selain mengajar beliau adalah penulis produktif. Karyanya berjumlah banyak, tidak kurang dari seratus buah kitab, baik yang sudah dicetak maupun yang masih belum dicetak.
Dari didikan beliau, lahirlah beberapa ulama terkenal yang menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia ada KH Maimun Zubair, KH Ubaidillah Faqih, dan masih banyak lainnya.
Kitab Ma dza fi sya’ban yang disusun oleh beliau membahas tentang ada apa di bulan Sya’ban–sebagaimana terjemahan judulnya, mengapa umat Islam memperingainya.
Dalam pengantarnya Sayyid Muhammad Alawi menjelaskan bahwa penamaan Sya’ban karena ya tasya’aba minhu (banyaknya kebaikan yang bercabang-cabang). Atau bermakna jalan menuju kebaikan. Bisa juga bermakna tambalan, karena di bulan ini adalah menambal hat-hati yang terluka.
Salah satu pembahasan dalam kitab ini adalah menelisik akar historis kejadian-kejadian yang patut dijadikan momentum penting oleh kaum muslimin.
Menurut Sayyid Muhammad Alawi, peringatan ini dilaksanakan karena terdapat urgensi peritiwa yang fundamental terhadap keberlangsungan ibadah umat Islam, di antaranya: perubahan arah kiblat dari–yang sebelumnya mengarah–Baitul Maqdis, Pelestina ke arah Kakbah, Mekkah.
Selain itu, Juga peristiwa disetorkannya amal perbuatan kepada Allah SWT. serta takdir kematian manusia yang telah Allah tentukan.
Untuk mengukuhkan pandangannya, beliau mengutip beberapa hadis Nabi, terutama tentang keutamaan berpuasa di bulan Sya’ban sebagai penompang stimulus ubudiyah (peribadatan).
Hal ini pernah terjadi ketika Nabi ditanya alasan tentang berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi lantas menjawab:
“Karena di bulan ini, amal perbuatan dihaturkan kepada Allah dan aku senang ketika amal perbuatkan dihaturkan kepada-Nya sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.”
Selain itu, dalam karya Sayyid Muhammad ini, pembahasan utama yang perlu diperhatikan adalah pandangan beliau sendiri terhadap keutamaan di bulan Sya’ban.
Beliau menyertakan hadis dan atsar untuk mengukuhkan pendapatnya dan menyangkal komentar golongan yang membid’ahkan.
Menariknya, hadis yang dijadikan rujukan adalah berstatus dhaif (baca: lemah). Akan tetapi, Sayyid Muhammad mengutip pendangan pandangan ulama yang memperbolehkan amalan dari hadis dhaif untuk fadhilah (keutamaan).
Contohnya seperti keterangan dari Ibnu Rajab dan Izzuddin Abd Salam, atau ulama yang menolaknya seperti Abu Bakar bin Al-Farabi. Kemudian Sayyid Muhammad melakukan tarjih (mengunggulkan) salah satu di antara dua pendapat tersebut.
Relevansi kitab ini terhadap kondisi sekarang tidak perlu dipertanyakan. Selain mengutip hadis dan pandangan ulama Salaf, Sayyid Muhammad juga mengutip posisi atau sikap Ibnu Taimiyah yang menyatakan perbuatan (amaliyah) ini telah dilakukan oleh ulama salaf dan kita tidak bisa menyangkalnya.
Hal ini menjadikan argumen yang dapat dijadikah sandaran bagi kaum Ahlussunnah waljamaah yang sering diklaim sebagai ahlu bid’ah, sesat, bahkan kafir oleh golongan Wahabi.
Terakhir, kitab ini juga menjelaskan jenis-jenis bacaan dan dzikir di waktu-waktu tertentu. Diyakini menghapus dosa-dosa yang telah dilakakukan serta sebagai pendekatan diri kepada sang maha kuasa, contohnya memperbanyak membaca Shalawat, Istigfar, Tahlil. Juga tidak lupa doa-doa khusus bulan Sya’ban.
Maka kitab ini sangat direkomendasikan bagi seseorang yang ingin mengetahui secara mendalam akar sejarah maupun dalil argumentatif keutamaan bulan Sya’ban. Karena sebagaimana yang diutarakan oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
“Bahwa perayaan-perayaan Islam yang sering kita laksanakan, kita memuliakan masa bukan semata-mata masa. Kita memuliakan tempat bukan semata-mata tempat karena itu syirik. Tetapi, kita semua menginginkan sesuatu yang lebih mulia nan agung (besarnya keutamaan, pahala serta kecintaan kepada sang pencipta).”