KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu majelis pengajian kitab bersama para santri bercerita tentang kisah seorang yang menjadi Wali Allah (waliyullah) karena takut terhadap istri.

Berikut cerita lengkapnya dari Gus Baha:

Orang kalau ingat hubungannya dengan Allah hanya hubungan nikmat, maka itu pasti yatawalladu minha al-mahabbah was-syukru.

Apabila sudah syukur, sebagaimana menurut dawuh Syekh Nawawi, “Wal-istighal bis-syukkri batinan wa dhahiran kama yuhibbuhu wa yardhohu”. Itu yang kita harapkan adalah yuhibbuhu wa yardhohu, akhirnya Allah suka kamu dan ridho kamu.

Jadi, meskipun memiliki istri judes (galak), tapi jadi wali. Bahkan, di antara syarat sebagian “wali” harus memiliki istri judes. Ini syarat yang agak berat. Tapi, kalau itu satu-satunya cara, ya silahkan saja.

Saya kemarin hari Sabtu pergi ke Sarang (Kabupaten Rembang) ada Menristekdikti di acara Gus Ghofur.

Di acara itu Gus Ghofur cerita dalam suatu kitab. Ada seorang Sahabat Nabi itu unik. Sebenarnya (statusnya) tidak Sahabat, tapi Sahabat. Satu-satunya orang nyakang di dunia itu dua; tidak Sahabat tapi Sahabat dan Sahabat tapi tidak Sahabat.

Namanya Abu Muslim Al-Khalani. Saya punya kitab Tarjamu Abu Muslim Al-Khalani. Saya punya banyak tentang keramat Abu Muslim Al Khalani. Sebagian saya dapat dari kitab Fatkhul Bari.

Gus Ghofur kemarin sudah cerita, Abu Muslim Al-Khalani itu sudah Islam sejak zaman Nabi tapi tidak pernah bertemu Nabi. Dia masuk Islam karena biyadisshohabat (tuntunan Sahabat).

Tetangga-tetangga Abu Muslim sudah sowan Nabi, namun dia belum sempat sowan Nabi. Akhirnya dia termasuk tabi’in padahal dia hidup pas zaman Nabi.

Setelah dia iman dan pintar, lalu datang ke Madinah. Karena perjalanan dulu susah, ketika sampai Madinah Rasulullah sudah wafat. Oleh karena itu, dia tidak dihitung Sahabat karena tidak pernah melihat Nabi.

Sebenarnya mirip Uwais, tapi ada beberapa riwayat yang menyebut Uwais bertemu Nabi, tapi tidak juga sebetulnya.

Abu Muslim Al-Khalani mempunyai keramat yang terkenal di antaranya, ketika dia pulang sowan Nabi tapi tidak ketemu, justru menjadi keramat bagi dirinya.

Setelah itu Abu Muslim, lalu yang pertama ditanyakan oleh istrinya, “Pak nduwe duek ora” (Pak, punya uang tidak?).

Jadi, tidak tanya apa ketemu Nabi atau tidak. Itu tidak penting mungkin bagi istrinya.

Allahu Karim, itu belum sowan kiai, sowan Nabi lho tidak ditanya ketemu apa tidak, tanyanya punya uang apa tidak.

Jadi ada lelaki yang pulang ngaji masih membawa kitab Nashoihul ibad terus ditanya belanja itu tidak apa-apa. Karena itu seperti Abu Muslim Al-Khalani.

Pak onok duwek (Pak ada uang)?”

Dinggo apa (buat apa)?”

Yo dinggo tuku roti (ya buat beli roti).”

Orang Arab kan roti, mungkin kalau cara kita yang untuk beli pecel atau gudangan.

Onok sak dirham (ada satu dirham).”

Yo gak cukup (ya tidak cukup).”

Ngene ae tak tukokno tepung ae ben cukup (begini saja tak belikan tepung biar cukup).”

Yo tukokno (ya belikan).”

Jadi belum ditanya cerita Nabi bagaimana? Madinah bagaimana? Itu tidak penting!

Kemudian Abu Muslim Al-Khalani yang seorang wali itu ketika akan membeli roti dengan membawa uang satu dirham bertemu dengan pengemis.

Diminta uang itu, tetapi tidak dikasih, karena takut istri.

Jadi, ini satu-satunya peristiwa, “Saya tidak sedekat karena takut istri”.

Istrinya itu dasyat. Wali Abu Muslim Al-Khalani saja takluk.

Ketika membeli di toko, ketemu pengemis lagi. Akhirnya dianggap kalau ketemu lagi (pengemis) berarti peringatan dari Allah. Akhirnya diberikan uang itu. Singkat cerita akhirnya tidak jadi belanja tepung.

Karena ketakutan, Abu Muslim mengisi kantong dengan pasir lalu pulang ke rumah. Sampai di rumah, kantong itu ditaruh di meja lalu langsung lari (kabur).

“Ya, ada. Seorang wali lari (karena takut istri) itu ada.”

Abu Muslim berani pulang ketika malam. Karena dalam pikirannya, istri marah ketika pagi saja. Buktinya orang-orang miskin punya anak banyak, berarti kan ada durasinya.

Akhirnya malam pulang, ternyata disiapkan roti enak. Dia kaget. Padahal dia sudah sangat takut. Kalaupun dimarahai sudah siap, meskipun tetap takut. Ternyata sampai di rumah ada banyak dengan tepung kualitas A.

Lho kok isok mangan roti (lho kok bisa makan roti)?”

Lak kan tepung yang kau beli tadi (lah kan tepung yang kau beli tadi).”

Semenjak itu dia sadar kalau dia adalah seorang wali. Jadi kalau kalian mau jadi wali ya itu tadi nahan marahnya (istri).

Mungkin Abu Muslim Al-Khalani menyesal kenapa dia mengisi hanya satu kresek (kantong). Kalau dia mengerti bahwa dia seorang wali, mungkin bakal diisi sekarung pasir, tapi kan terlambat.

Tapi kalau wali kan kenapa satu kresek (kantong), tapi kalau rakus kan namanya bukan wali.

Di kitab ‘Uqudulujjain ini cerita-cerita istri galak penyebab jadi wali. Jadi wali kan berat.

Dalail tidak kuat wiridan tidak kuat. Satu-satunya yang sudah ada kan istri galak. Itu perangkat yang sudah disediakan Allah.

Ayo kamu milih jadi wali apa? Miskin tidak kuat, kaya belum kaya. Satu-satuya cara yang sudah ada kan istri galak.

Cerita dalam kitab ‘Uqudulujjain, suatu hari ada seorang kawan datang ke rumah temannya.

Misal, namanya ‘Amr.

“Amr di mana?”

Neng alas, nggolek kayu. Mugo-mugo dipangan macan. Wong lanang ra ono gunane (ke hutan mencari kayu. Semoga dimakan macan. Lelaki kok tidak ada gunanya),” jawab istri kawannya itu.

Astaghfirullah nasib temanku, punya istri galak.”

Ketika balik mau pulang, temannya datang jalan dan belakangnya ada macan memikul kayu. Bukan kerbau tapi macan. Sehingga macan bisa tunduk pada wali jalur istri galak.

Akhirnya orang itu bilang, “Kancaku keramat, tak enyek bojo judes, jebule keramat (temanku keramt, tadi aku hina punya istri galak ternyata keramat)”

Singkat cerita beberapa bulan, temannya datang lagi.

Mbak bojo jenengan ten pundi (Mbak, suami Anda di mana)?”

Tapi temannya tadi sudah ganti istri.

Oh nembe ten alas. Jenengan napane (oh baru ke hutan. Anda siapanya)?”

“Temannya.”

Ngge dungakke selamet nggeh, wes pokoke mboten enten arah melintang (ya doakan selamat ya. Pokoknya tidak ada arah melintang).”

Orang itu tadi menunggu temannya pulang dari hutan.

Tidak lama temannya pulang memikul kayu.

Kang, biyen aku rene kowe keramat, sakiki wes ora keramat (Kang, dulu aku ke sini kamu keramat, sekarang sudah tidak keramat).”

Ncen bojoku sholihah, aku wes gak keramat. Bojoku sholihah, keramatku ilang (karena istriku sholehah aku jadi tidak keramat. Istriku sholehah, keramatku hilang).”

Sekarang milih saja, milih saja (wali jalur apa?). Kalau tidak percaya lihat kitab ‘Uqudulujjain.

Tapi, kalau ada orang punya keramat jangan bilang, “wah berarti bojone galak mesti”.

Ngawur sembrono! Aku keramat tapi istri tidak judes.

Mungkin begitu maksudnya. Wali pas-pasan (syaratnya punya istri judes).

Mbah Hamid Pasuruan itu wali, tapi istrinya tidak judes.

Lha kuwe? Bojomu judes, ora wali (Lalu kamu? Istri judes, tidak wali).

Simak Sumber pengajian ini di sini.

Leave a Response