Al-Qur’an merupakan kitab pedoman risalah Nabi Muhammad saw yang membawa misi tauhid seperti halnya agama samawi yang dibawa oleh para nabi sebelumnya. Namun, tahukah kita? Jika kita membaca seluruh isi kitab suci, tidak ada satu pun ayat yang mencamtumkan kata “tauhid” di dalam Al-Qur’an.
Tauhid yang berarti meng-esa-kan atau me-satu-kan (meyakini Tuhan hanya satu), merupakan bentuk mashdar (kata benda abstrak) dari kata kerja wahhada-yuwahhidu (وحّد – يوحّد). Ketiga bentuk kata tersebut, wahhada-yuwahhidu dan tauhîd, tak disebutkan sekalipun oleh Al-Qur’an.
Jika kita tilik dari akar kata yang sama, sejatinya ada kata yang menunjukkan ke-Esaan-Nya. Namun, hanya kata wâhid (satu) yang ada dalam Al-Qur’an. Setidaknya 12 kali kata wâhid yang maknanya mengarah pada keesaan Allah, diulang oleh Al-Qur’an. Ditambah lagi satu kata yang istimewa karena berarti “satu: tidak ada duanya” yaitu ahad (QS. al-Ikhlash [112]: 1).
Kalimat Tauhid merupakan nama sebutan atau istilah dari kalimat lâ ilâha illallâh. Makna kalimat syahadat lâ ilâha illallâh adalah meniadakan ketuhanan selain Allah swt dalam hati dengan menuhankan Allah swt di dalamnya. Selain Allah bukan Tuhan. Selain Allah adalah alam. Tidak ada unsur ketuhanan dalam alam. Tidak ada unsur kealaman di dalam zat Tuhan.
Redaksi lâ ilâha illallâh dan sejenisnya semisal lâ ilâha illa anta atau lâ ilâha illa huwa yang disesuaikan dengan kata gantinya (dhamir), tidak kurang dari 47 kali Al-Qur’an mengulangnya di berbagai ayat dan surah. Demikian keterangan Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam buku indeks Al-Qur’an-nya, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfadzh Al-Qur’an al-Karim.
Al-Qur’an membahasakan kalimat tauhid tidak secara literal, dengan nyata-nyata menggunakan kata tauhîd. Akan tetapi Al-Qur’an lebih memilih istilah-istilah padanan yang semakna atau bisa dikatakan sebagai fungsi dari kalimat tauhid itu sendiri. Padanan istilah yang dimaksud tersebut dalam Al-Qur’an tersebar di 12 tempat, sebagaimana berikut:
وَجَعَلَها، يَعْنِي هَذِهِ الْكَلِمَةَ، كَلِمَةً باقِيَةً فِي عَقِبِهِ [في ذريته] قَالَ مُجَاهِدٌ وقَتَادَةُ: يَعْنِي كَلِمَةَ التَّوْحِيدِ، وَهِيَ لَا إِلَهَ إِلَّا الله كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ أي فِي ذُرِّيَّتِهِ
“Menurut Mujâhid dan Qatâdah yang dimaksud Kalimah Bâqiyah QS al-Zukhruf [43]: 28 adalah kalimat tauhid lâ ilâha illallâh sebuah kalimat yang selalu menetap di hati para keturunan Nabi Ibrahim.” (Tafsir al-Baghawi 4/158)
وَأَرَادَ بشهادة الحق قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا الله كَلِمَةُ التَّوْحِيدِ
“Yang dimaksud dengan man syahida bi al-haqq (syahâdah al-Haqq) adalah kalimat tauhid lâ ilâha illallâh.” (Tafsir al-Baghawi 4/171)
قُلْ يا أَهْلَ الْكِتابِ تَعالَوْا إِلى كَلِمَةٍ سَواءٍ بَيْنَنا وَبَيْنَكُمْ وهي كلمة التوحيد
“Katakankalah, Wahai Ahli Kitab kemarilah kalian menuju Kalimah Sawâ’ antara kami dan kalian. Kalimah Sawâ’ adalah kalimat tauhid lâ ilâha illallâh.” (Tafsir al-Alusi 2/212)
وَبالجملة تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ اى قد انتهت وتناهت وبلغت الغاية القصوى ببيان كلمة التوحيد برسالتك يا أكمل الرسل
“Intinya Kalimat Rabbik telah sempurna, artinya telah tercapai tujuan menjelaskan kalimat tauhid dengan risalahmu wahai Muhammad, Rasul paling sempurna saw.” (al-Fawâtih al-Ilâhiyyah wa al-Mafâtîh al-Ghaibiyyah al-Muwadhdhihah li al-Kalim al-Qur’âniyyah wa al-Hikam 1/231)
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ الله مَثَلًا يقول: كيف بيّن الله شبهاً كَلِمَةً طَيِّبَةً وهي كلمة الإخلاص لا إله إلا الله
“Firman Allah swt: Tidakkah engkau tahu bagaimana Allah membuat permisalan. Bagaimana Allah menjelaskan penyerupaan Kalimah Thayyibah yaitu kalimat tauhid lâ ilâha illallâh sebuah kalimat pemurnian bagi Allah.” (Tafsir Bahr al-ʻUlûm 2/241)
قوله تعالى: {يُثَبِّتُ الله الذين آمَنُواْ بالقول الثابت} كلمة التوحيد، وهي قوله: لا إله إلا الله {فِي الحياة الدنيا} يعني قبل الموت، {وَفِي الآخرة} يعني في القبر هذا قول أكثر المفسرين
“Allah akan memantabkan orang-orang yang telah beriman dengan Al-Qawl al-Tsâbit yaitu kalimat tauhid lâ ilâha illallâh baik di dunia sebelum mati maupun di akhirat termasuk alam kubur.” (Tafsir al-Lubâb fî ʻUlûm al-Kitâb 11/382)
فَأَمَّا مَنْ أَعْطى وَاتَّقى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنى أبو بكر الصديق رضي الله عنه أعطى من نفسه وماله مجهوده، واتقى سكونه إلى نفس الطبع، وصدق بالحسنى كلمة التوحيد
“Orang yang rela berbagi jiwa dan hartanya seperti Abu Bakar ash-Shiddiq ra dan ketenangan jiwanya dalam bertakwa serta membenarkan al-Husnâ yaitu Kalimat Tauhid.” (Tafsir al-Tustarî 196)
قَالَ الْكَلْبِيُّ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمانِ أَيْ بِشَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ لَّا الله فَجَعَلَ كَلِمَةَ التَّوْحِيدِ إِيمَانًا
“Menurut al-Kalbî, Orang yang mengkufuri al-Îmân. Al-Îmân di sini maksudnya adalah syahadat lâ ilâha illallâh. Sehingga kalimat tauhid juga disebut al-îman”. (Tafsir Mafâtîh al-Ghaib 11/296)
لقد هداهم الله في الدنيا إلى طيب القول: من كلمة التوحيد
“Allah telah menuntun mereka di dunia menuju Al-Thayyib Min al-Qawl yakni Kalimat Tauhid.” (Tafsir al-Muyassar 1/355)
وَكَلِمَةُ الله يعنى كلمة التوحيد
“Kalimatullâh maksudnya kalimat Tauhid.” (Tafsir al-Mazhhari 4/219)
وَقَدْ قَرَأَ الْجُمْهُورُ: وَكَلِمَةُ اللهِ بِالرَّفْعِ …وَأَمَّا عَلَى الْقَوْلِ بِأَنَّ الْمُرَادَ بِهَا كَلِمَةُ التَّوْحِيدِ
“Kalimatullâh maksudnya kalimat Tauhid.” (Tafsir al-Manâr 10/374)
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ} إلى الله يصعد كلمة التوحيد، وهو قول: لا إله إلا الله، ومعنى يصعد أنه يعلم ذلك}
“Hanya kepada Allah Al-Kalim al-Thayyib naik. Maksudnya hanya Allah yang mengetahui kalimat tauhid lâ ilâha illallâh.” (Tafsir al-Wasith 3/502)
له دعوة الحق، وهي كلمة التوحيد «لا إله إلا الله» ، فمن دعا إليها فقد دعا إلى الحق
“Hanya kepada Allah Da’wah al-Haqq yaitu kalimat tauhid lâ ilâha illallâh.” (Tafsir al-Bahr al-Madîd 3/15)
12 istilah di atas merupakan pengganti istilah kalimat tauhid dalam Al-Qur’an. Tauhid merupakan sebuah nama. Sementara la ilaha illallah adalah isinya. Barangkali salah satu hikmah Al-Qur’an tidak menyebutkan kata tauhid secara literal dan lebih memilih la ilaha illallah, wâhid dan ahad, adalah formalisasi tidak lebih penting dari esensi. Kulit tanpa isi bohong. Menghayati isi lebih berarti daripada meributkan simbol dan kulit yang belum tentu berisi. Wallâhu Aʻlam[]