Pondok Pesantren Salaf Alquran (PPSQ) Asy-Syadzili didirikan pada tahun 1975 oleh KH. Syadzili Muhdlor. Beliau dilahirkan di Gresik, tahun 1918. Kiai Syadzili dikenal sebagai salah satu santri dari Hadhrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, Jombang Jawa Timur. Sebelumnya, beliau menghafalkan Alquran di bawah bimbingan Kiai Munawwar, Pendiri Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Sidayu Gresik.
Munawwar yang merupakan sahabat karib KH. Munawwir, pendiri Pondok Pesantren Al-Munawwar Krapyak, Jogjakarta ketika belajar kepada Syekh Abdul Karim bin Umar ad-Dimyati, Mekkah. Berangkat dari kekaguman Kiai Munawwar pada sosok Kiai Syadzili muda yang hafal Alquran 30 Juz di usia 10 tahun. Maka, beliau menjodohkan dengan salah satu putrinya.
Namun istri beliau tersebut harus berpulang ke rahmatullah pada tahun 1959 dengan meninggalkan 4 putra-putri yakni almarhum H. Muwaffaq, almarhum Musyafiyah, H. Muadz, dan Hj. Qayyimah. Selain itu beliau juga sempat nyantri di Pondok Pesantren Kranji, Lamongan selama 5 tahun dan berlanjut ke Tebuireng selama 8 tahun.
Ihwal pendirian PPSQ adalah saat Kiai Syadzili sepeninggal istri pertamanya diambil menantu oleh Haji Marzuqi, seorang pengusaha di Pakis, Malang untuk dinikahkan dengan putrinya Rahmah yang saat itu masih berusia 14 tahun (Saat itu Kiai Syadzili telah berusia 41 tahun). Dari istri keduanya ini beliau dikarunia 10 anak di antaranya Hj. Afifah, H. Misbahur Rofiq, H. Abdul Mujib, Cholilah Syadzili, Abdul Qodir, H. Abdul Mun’im, H. Mufidah, dr. H. Muhammad Mufid, Mufarichah, dan Adibatus Sholichah.
Hampir dari seluruh putra dan putri beliau telah hafiz-hafizah di bawah bimbingannya langsung. Hal ini mengingatkan kita pada sosok Kiai Said Muin, ayahanda KH. Maftuh Said yang mampu mendidik 11 anaknya sebagai penghafal Alquranyang sampai oleh KH. Abdul Hamid Pasuruan diberi julukan Asadul Quran (Singanya Alquran) karena terkenal tegasnya dalam mendidik putra-putri dan santrinya tersebut.
Kemudian berpindahlah Kiai Syadzili dari Gresik ke Malang setelah, H. Marzuqi sang mertua memberikan sepetak lahan di Desa Sumberpasir yang kemudian didirikan pesantren dengan nama Pondok Pesantren Tarbiyah Tahfidzil Quran (PPTQ) sebelum kemudian berganti nama PPSQ Asy-Syadzili.
Santri pertama beliau adalah Almaghfurlahu KH. Maftuh Said, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwariyyah, Sudimoro, Bululawang Malang (Menurut Gus Mun’im, Kiai Maftuh selain menghafalkan Quran ke beliau juga ke abahnya sendiri KH Said Mu’in, Ngaren, Gresik dan KH. Dawud Munawwar Sidayu, Gresik). Saat itu bersama santri putri bernama Maftuhah dari Gresik beliau ditempatkan di ndalem karena asrama belum terbangun.
Awalnya pengajian beliau hanya terpusat di masjid dekat rumahnya. Dikisahkan bahwa untuk mengundang masyarakat sekitar Sumber Pasir untuk mengaji, mertuanya sering menyembelihkan sapi dan kambing sebagai hidangan jamaah. Dari situlah berduyun-duyun masyarakat menyimak pengajian beliau. Sebenarnya sudah banyak dermawan yang menawarkan diri untuk membangunkan pesantren, namun beliau berkenan sampai menjelang kewafatannya, beliau baru berkenan untuk dibangun.
Dari keunikan sampai timbul guyonan “Lha pondok sudah ditinggal kiainya, kok baru dibangun.” Itulah sosok Kiai Syadzili yang tak terlalu mementingkan kepentingan dunia
Kyai Syadzili Muhdlor yang masih terhitung keturunan dari Sunan Giri ini menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 24 Jumadil Awal 1412 H/ Oktober 1991 pada usia 75 tahun. Salah satu wasiat almarhum kepada istri tercintanya. “Aku lek mati selametono lan arek-arek kudu terus golek elmu ojo sampek mandek” (Jika aku meninggal dunia, tolong adakan acara selamatan, dan anak-anak harus terus belajar dan jangan sampai berhenti).
Dalam kesempatan lain beliau juga berwasiat kepada salah seorang putranya “Ikhtiar iku hukume wajib lan ikhtiarku berobat wes cukup, awakmu kudu iso sabar lan terusno lek golek elmu” (ikhtiar itu hukumnya wajib dan ikhtiar dalam berobat sudah cukup, kamu harus bisa bersabar dan lanjutkanlah dalam mencari ilmu).
Sepeninggal beliau PPSQ memang sempat vakum sepeninggal abahnya. Hal ini disebabkan banyak putra-putrinya termasuk Gus Munim yang masih mondok di Ploso, Kediri. Namun PPSQ mampu bangkit kembali berkat kegigihan beliau bersama putra putri dari 2 istri abahnya dibantu santri senior Ustaz Munadi dan Ustaz Hasyim.
Saat ini PPSQ Asy-Syadzili telah berkembang pesat dengan membuka cabang di lima tempat diantara PPSQ 1 & 2 di Sumberpasir, Pakis, Malang PPSQ 3 di Tumpang, Malang dan PPSQ 4 di Gondanglegi, Malang. PPSQ 5 (Pondok Pesantren Ar-Riyadh asuhan KH. Ali Fikri, Pengasuh Majelis Ta’lim wal Maulid Ar-Riyadh sekaligus menantu KH. Syadzili Muhdlor) di Wonorejo Pasuruan. Menurut Gus Mun’im saat ini tak kurang 1000 santri telah belajar di pesantren yang telah berusia 43 tahun ini.
Pesantren yang berpusat di Jalan Sumber Pasir Desa Sumberpasir, Kecamatan Pakis Kabupaten Malang ini memang dikenal sebagai pencetak para penghafal Alquran yang mumpuni. Diasuh langsung oleh Gus Mun’im, Kajian Qiroah Asyroh al-Mutawatiroh digalakkan. Kelimuan ini beliau pelajari dari KH. Miftah, Mertua KH. Isroqun Najah, Wakil Rektor III UIN Maulana Malik Ibrahim. Pakar Ilmu Qiroah Asyroh dari Jakarta. Kajian Bacaan 10 Imam Qiro’at ini memang masih sangat jarang diterapkan di pesantren lain.
Selain mengkaji dari kitab ulama salaf seperti qiroah asyroh seperti Thoyibatun Nasyr karya Imam Ibnu al-Jazari, pesantren ini juga menyusun Mushaf Qiroah Asyr dan Buku berjudul Pengantar Qiroah Sepuluh (Kaidah-Kaidah Dasar Bacaan Alquran yang Mutawatir dari Rasulullah menurut Sepuluh Imam Qiraat dalam Thariqah Syathibiyah dan Durrah) yang disusun santri-santri PPSQ dan ditashihkan langsung oleh Gus Mun’im.
Sebelumnya Gus Mun’im membuat konsep pelatihan Qiraah Sab’ah untuk memahami kaidah-kaidah dalam waktu 3 hari. Beliau juga sedang mempersiapkan rekaman yang berisikan murottal dan contoh kaidah untuk lebih memudahkan pembaca dalam memahami Qiraat.
Hal ini tak lepas dari bentuk ikhtiar kepedulian PPSQ Asy-Syadzili dalam melestarikan bacaan-bacaan Alquran yang Mutawatir dari Rasulullah yang sudah cukup langka. Di dunia internasional menurut Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, hanya tinggal 3 Qiroat saja yang masih banyak dibaca oleh masyarakat muslim dunia, yakni Imam Hafs Riwayat Imam Ashim, Imam Qalun dan Imam Warsy Riwayat Imam Nafi’
Namun kajian kitab salaf lain juga tetap dikaji di pesantren yang berada di kaki Gunung Bromo. Seperti halnya Pengajian Tafsir Munir, Tafsir Showi Syarah Tafsir Jalalain, Bidayatul Hidayah yang diasuh langsung oleh beliau. Kitab karya ulama salaf lainnya juga dikaji di madrasah diniyah. Hal ini berangkat dari Gus Mun’im sendiri sebagai alumni Pesantren Ploso yang dikenal banyak melahirkan generasi yang mahir dalam ilmu kitab kuning.
Dalam menjawab perkembangan zaman PPSQ juga membuka jenjang pendidikan formal. Di antaranya SMP IT Asy-Syadzili, SMA Asy-Syadzili dan SMK IT Asy-Syadzili (berdiri tahun 2013) dengan dua Jurusan, yakni Teknik Komputer Jaringan (TKJ), dan TPHP (Teknik Pengolahan Hasil Pertanian).
Selain menghasilkan lulusan dengan kompetesi mumpuni, banyak dari mereka yang hafal Alquran. Saat ini telah banyak alumninya yang melanjutkan studi ke berbagai perguruan tinggi dan mengabdikan diri di tengah-tengah masyarakat.
Setiap tahun PPSQ juga menyelenggarakan berbagai even , khususnya dalam rangka menyambut haul KH. Ahmad Syadzili Muhdlor, KH. Muwaffaq Syadzili beserta penerus dan pejuang PPSQ. Kegiatan tersebut berupa Khotmil Quran 100 Majelis se-Malang Raya, Festival Banjari, Majelis Sholawat Ar-Riyadh, bahkan tak jarang juga menghadirkan Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaff dan Syekher Mania. Di samping itu PPSQ juga sering menjadi Tuan Rumah Seleksi MTQ Tingkat Kabupaten Malang dan menjadi jujukan pembinaan MTQ baik tingkat regional, nasional bahkan internasional
Semoga Allah menganugerahi beliau umur panjang, dan kesehatan kepada Gus Mun’im sekeluarga agar terus bisa berkiprah dalam dakwah dan pendidikan. Semoga PPSQ dapat melahirkan kader-kader ulama Alquran yang lafdzan, maknan wa amalan. Dan semoga kelak kita dapat menjadi generasi qurani kebanggaan Rasulullah SAW sang pengemban wahyu Illahi Rabbi dan meraih syafaatnya di akhirat kelak.