Pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Kragan Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Baha, dalam suatu pengajian kitab bersama para santri menerangkan guyonan Nabi dan sahabatnya perihal menghadapi fitnah Dajjal. Seperti apa penjelasannya?

Berikut ini uraian dari Gus Baha:

Pada sebuah kesempatan, Nabi Muhammad bercerita tentang Dajjal kepada para sahabatnya. Beliau dawuh (bersabda), “Nanti, pada akhir zaman semua manusia butuh makanan, mereka kelaparan dan kehausan. Wes bahayane akhir zaman.”

Mendengar dawuh dari kanjeng Nabi, ada sahabat berucap, “Astaghfirullah, gawat-gawat ini”.

Kata Nabi, “Kemudian Dajjal datang bawa roti dan minuman. Betapa menariknya dalam keadaan seperti itu. Kamu mau roti dan minumannnya Dajjal, maka neraka. Ini karena apa yang dikatakan Dajjal neraka berarti surga sementara kalau yang dikatakan surga adalah neraka.”

Jadi, Dajjal itu membawa neraka dan surga. Entah tidak tahu caranya bawa, tidak usah ditanyakan bagaimana.

Mendengar dawuh Nabi tersebut, akhirnya para sahabat semua menangis.

Akan tetapi, Nabi rileks, lalu beliau menjawab, “Tenang ae, nek Dajjal teko, aku jek sugeng aku seng lawan. Nek aku wes gak onok Allah seng bakalan ngurusi Dajjal” (Tenang aja, jika Dajjal datang dan aku masih sehat (hidup), aku yang akan melawannya. Sementara jika aku sudah meninggal, ada Allah yang akan mengurusi Dajjal).

Ada seorang Sahabat agak badui (Arab kampung) berkata, “Ya Rasulullah gimana kalau gini aja, aku makan rotinya Dajjal dan aku minum, tapi aku tetap beriman, aku bodohi dia (Dajjal), wong cuma Dajjal, kan membodohi Dajjal nggak dosa.”

Mendengar perkataan sahabat tersebut, Rasulullah sontak guyu (senyum/tertawa). Berkat selingan sahabat yang agak kocak itu, perbincangan yang tadinya agak wah (berat) menjadi rileks dan santai. Hal ini dikarenakan kesalehan-kesalehan para sahabat Nabi.

Pada zaman sahabat Nabi, (seolah-olah) kaidah ushul fiqh-nya sudah mantap (terlaksana).

الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ

Kondisi-kondisi darurat bisa membolehkan hal-hal yang dilarang.

Momen lucu-lucuan antara Nabi dan sahabatnya itu dilakukan di shuffah atau teras masjid. Kadang para sahabat mengenang cerita lucu-lucu pada zaman jahiliah dulu sebelum mereka masuk Islam. Para sahabat tertawa bersama bercerita masa-masa jahiliahnya, lalu Nabi pun ikut tertawa. (Riski Maulana Fadli)

Simak sumber pengajian Gus Baha ini di sini.

Leave a Response