Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Jawa-Madura. Pesantren juga memiliki totalitas kepribadiannya yang khas, selalu memberikan kebebasan untuk menentukan pola dinamis kebijaksanaan pendidikannya.
Selain itu, pesantren merupakan embrio munculnya sistem pendidikan nasional di Indonesia. Karena sejak dahulu sampai sekarang pesantren memiliki sumbangsih yang sangat besar dalam mencetak kader muda bangsa.
Istilah pesantren sebagaimana dikutip oleh Zamakhsyari Dhofier berasal dari kata santri, yang diawali dengan awalan pe dan akhiran an yang artinya adalah tempat tinggal bagi santri.
Di mana pesantren tidak hanya sebagai tempat tinggal bagi santri, tetapi juga pesantren bisa dijadikan sebagai tempat belajar mengajar. Belajar dalam mencari ilmu agama baik dari santri maupun masyarakat sekitar. Sehingga istilah pesantren mempunyai arti tempat orang-orang belajar mengaji ilmu agama Islam.
Oleh karena itu, seiring berkembangnya zaman, pesantren sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat baik dilihat dari infrastruktur gedung, fasilitas, dan tempat tinggal santri. Karena untuk memberikan kenyamanan belajar bagi santri, maka fasilitas pesantren harus dipenuhi. Meskipun secara bangunan sudah mengalami perubahaan, akan tetapi nilai-nilai khazanah keilmuan di pesantren terus dijaga dan diamalkan.
Misalnya dalam hal salat berjamaah, ngaji Alquran, kitab kuning, bandongan, sorogan, dan hafalan. Semua itu dilakukan setiap hari secara kontinyu. Maka dalam hal ini, pendidikan pesantren sangat penting bagi tumbuh kembangnya santri dalam berbudi pekerti, kemandirian, dan berakhlakul karimah.
Selain itu, pendidikan pesantren juga sangat membantu dalam menangkal radikalisme di tengah-tengah masyarakat yang begitu pesat perkembanganya dalam dunia industri 4.0. Karena radikalisme muncul salah satu penyebabnya adalah minimnya pemahaman agama dan sempitnya wawasan keilmuan.
Pesantren memiliki andil besar dalam membendung gerakan radikalisme yang terus menerus menjangkiti dunia pendidikan.
Adapun bentuk atau cara pesantren membendung gerakan tersebut antara lain dapat diaplikasikan melalui cara. Pertama, menanamkan sikap tawasuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kanan atau pun ekstrim kiri.
Karena sikap tawasuth merupakan menempatkan diri di tengah-tengah antara dua ujung tatharruf (ekstremisme) dalam berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari keterlanjuran ke kiri atau ke kanan secara berlebihan. Islam sangat menentang sikap ekstremisme dalam bentuk apa pun. Sikap ektrem akan banyak menimbulkan dampak negatif bagi individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Kedua, menanamkan sikap tawaazun atau seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil ‘aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber Alquran dan Hadist). Karena sikap tawaazun artinya keseimbangan memperhatikan dan memperhitungkan berbagai faktor, serta berusaha memperpadukannya secara proporsional.
Oleh karena itu, tawaazun adalah sikap antara khidmat kepada Allah (ibadah) dan khidmat kepada sesama manusia dan alam lingkungannya. Adanya unsur keseimbangan merupakan kunci keberhasilan dan kemantapan seseorang dalam menjalani interaksi baik kepada Allah dengan melalui ibadah dan antar sesama manusia. Allah Swt berfirman dalam surah Ali Imran ayat 112.
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”
Ketiga, sikap tasaamuh (toleran), yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun, bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.
Sikap tasaamuh juga bisa diartikan sebagai sikap lapang dada, mengerti dan menghargai, pendirian dan kepentingan pihak lain, tanpa mengorbankan pendirian dan harga diri. Dalam konteks ini, tasaamuh merupakan sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan (terutama yang bersifat furu’iyyah), kemasyarakatan, dan kebudayaan.
Dengan demikian, urgensi penting pendidikan pesantren dalam menanamkan nilai-nilai tawasuth, tawaazun, dan tasaamuh kepada santri tidak lain adalah untuk membentengi santri dari sifat ekstremisme, fundamentalisme, dan radikalisme yang berujung pada terorisme.
Maka, dengan adanya pijakan agama yang jelas dengan menanamkan nilai-nilai yang positif, pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan garda terdepan dalam menangkal radikalisme.