Mahasiswa memiliki peran yang besar dalam konstruksi sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda (1928), proklamasi kemerdekaan (1945), pergantian pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru (1966), dan Peristiwa Reformasi (1998) menunjukkan betapa penting peran mereka. Hingga kini, mahasiswa masih memegang peranan tersebut. Mahasiswa adalah pemimpin bangsa masa depan.

Sebagai negara yang berdasarkan kepada Ketuhanan YME, Indonesia menempatkan agama sebagai sesuatu yang krusial da-lam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, pemahaman keagamaan merupakan modal berharga bagi setiap mahasiswa yang akan menjadi pemimpin bangsa di masa depan.

Pemahaman keagamaan seseorang dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku orang tersebut. Paham keagamaan yang bertentangan dengan ideologi negara, bertentangan dengan falsafah hidup bangsa, tentu membahayakan eksistensi negara.

Mahasiswa yang memiliki paham keagamaan keliru, salah, dan radikal tentu akan membahayakan eksistensi negara. Oleh karena itu, mahasiswa harus dijauhkan dari pemahaman keagamaan radikal baik yang bersumber dari internal maupun eksternal kampus.

Penelitian Aji Sofanudin yang berjudul “Pemahaman Keagamaan dan Transmisi Ajaran Agama di Kalangan Mahasiswa dalam Konstelasi Kebangsaan” yang diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang (2018) menghasilkan dua temuan penting:

Pertama, pemahaman keagamaan mahasiswa di perguruan tinggi umum beragam atau heterogen. Kedua, transmisi ajaran agama di kampus dilakukan melalui dua jalur yakni jalur internal kampus dan jalur eksternal kampus. Heterogenitas pemahaman keagamaan mereka tercermin dalam berbagai hal (1) keberagaman lembaga/struktur yang membidangi pendidikan agama Islam di kampus, (2) keberagaman organisasi ekstra kampus yang ada di lingkungan kampus, (3) keberagaman cara berpakaian, terutama yang wanita, (4) keberagaman tema kajian dan/atau pengisi kegiatan keagamaan di kampus, dan (5) keberagaman pandangan mahasiswa terhadap isu-isu keagamaan dan kebangsaan.

Keberagaman struktur yang membidangi pendidikan agama Islam di kampus di antaranya adalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI), PAI-1 dan PAI-2, Asistensi Agama Islam (AAI), Pendidikan Karakter Berbasis Agama, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) universitas dan fakultas, UKM bernuansa agama, serta Tahun Pertama Bersama (TPB) yang memiliki implementasi berbeda pada masing-masing perguruan tinggi umum. Organisasi ekstra kampus yang diikuti oleh mahasiswa adalah: Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa, Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU), Pelajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Keluarga Majelis Tafsir Al-Qur’an (IKAMTA), Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathon (HIMMAH NW), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan Gema Pembebasan.

Keberagaman cara berpakaian terutama bagi wanita dapat dilihat pada: wanita yang tidak jilbab, mengenakan jilbab biasa,
jilbab besar, dan cadar. Secara umum, mahasiswi pemakai cadar di perguruan tinggi umum yang diteliti berada di bawah 50 orang. Namun demikian, terdapat juga perguruan tinggi umum yang memiliki mahasiswi bercadar berkisar 200-an orang.

Variasi tema kajian dan/atau pengisi kegiatan keagamaan yang ada di kampus berpusat pada masalah: tauhid, hijrah, dakwah, tema muslimah, dan tema-tema kekinian. Dalam membuat program kegiatan, sebagian besar LDK menggunakan akronim yang unik, menarik, dan mudah diingat seperti: kantin (kajian rutin), karisma (kajian rutin bersama), kalkulus (kajian keislaman plus), ngaji de cafe (ngaji di kafe), kaesar (kajian selepas ashar), kismala (kajian Islam tematik menjelang maghrib), smart (studi Islam of arek-arek teknik), kismis (kajian Islami muslimah inspiratif), kiswah (kajian Islam wanita Sholihah), dan naruto (ngaji rutin topik terkini), semusim (seminar muslimah), semai (semarak istiqomah), serta taman (taklim pekanan).

Keberagaman pemahaman keagamaan mahasiswa juga terjadi pada isu-isu kebangsaan. Pada umumnya mahasiswa perguruan tinggi sadar akan pentingnya nilai-nilai kebangsaan. Akan tetapi, ditemukan pula pemahaman keagamaan mahasiswa yang tidak selaras dengan ideologi negara.

Berangkat dari hal-hal di atas, perlu dilakukan program strategis berupa pengarusutamaan Islam Wasathiyah di perguruan tinggi. Berbagai kebijakan pemerintah perlu diimplementasikan lebih teknis melalui kerja sama antarlembaga dan kementerian terkait, terutama antara Kementerian Agama dan Kementerian Riset dan Dikti.

Hasil penelitian selengkapnya klik di sini

Gambar ilustrasi: pixabay.com

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response