Ketika hendak menjalani hubungan pernikahan, biasanya pihak calon pengantin laki-laki mempunyai pertimbangan tertentu untuk memilih kriteria calon istrinya. Salah satu kriteria perempuan yang dipertimbangkan yakni status bikr (البكر) yang bermakna “perawan” atau tsayyib (الثيب) yang bermakna “janda”.
Perbincangan soal janda dan perawan memang tak jarang ditemui anggapan-anggapan bahwa perempuan yang sudah hilang keperawanannya adalah berstatus janda. Dalam konteks ini, hukum Islam melalui pandangan ulama fikih mempunyai batasan tersendiri mengenai perbedaan status janda dan perawan.
Salah satu keterangan yang menerangkan batasan perempuan janda adalah kitab Fiqh al-Islam wa Adillatuhu karangan Syekh Wahbah Az-Zuhaili pada halaman 199 juz 9 sebagaimana berikut:
وَقَالَ اَلشَّافِعِيَّةُ: اَلثَّيِّبُ: مَنْ زَالَتْ بِكَارَتُهَا، سَوَاءٌ زَالَتْ اَلْبِكَارَةُ بِوَطْءٍ حَلَالٍ كَالنِّكَاحِ، أَوْ حَرَامٍ كَالزِّنَا، أَوْ بِشُبْهَةِ فِيْ نَوْمٍ أَوْ يَقْظَةٍ، وَلَا أَثَرَ لِزَوَالِهَا بِلَا وَطْءٍ فِي الْقُبُلِ كَسَقْطَةٍ وَحْدَةٍ طُمْثٍ، وَطُوْلِ تَعْنِيْسٍ وَهُوَ اَلْكِبْرُ، أَوْ بِأُصْبُعٍ وَنَحْوِهِ فِي الْأَصَحِّ، فَحُكْمُهًا حِيْنَئِذٍ حُكْمُ الْأَبْكَارِ
Artinya: Mazhab Syafi’i berpendapat, janda adalah wanita yang hilang keperawanannya. Baik karena jimak yang halal seperti nikah atau pun yang haram seperti zina, atau karena wathi’ syubhat seperti tidur atau bangun. Tidak ada pengaruh ketika hilangnya keperawanan tersebut tanpa adanya jimak di qubul (vagina), seperti jatuh, kelancaran darah haid, atau hilang karena dimasuki jari-jari, maka ketika demikian wanita tersebut dihukumi perawan.
Sedangkan untuk batasan wanita perawan, terdapat keterangan juga di dalam kitab Fiqih ‘ala Madzab al-Arba’ah juz 4 halaman 23 sebagaimana berikut:
وَالْبِكْرُ اِسْمٌ لِاِمْرَأةٍ لَمْ تُجَامَعْ أَصْلًا وَيُقَالُ لَهَا : بِكْرٌ حَقِيْقًةً فَمَنْ زَالَتْ بِكَارَتُهَا بِوَثِبَةٍ أَوْ حَيْضٍ قًوِيٍّ أَوْ جَرَاحَةٍ أَوْ كِبْرٍ فَإِنَّهَا بِكْرٌ حَقِيْقَةً وَمِثْلُهَا مَنْ تَزَوَّجَتْ بِعَقْدٍ صَحِيْحٍ أَوْ فَاسِدٍ وَلَكِنْ طَلَقَتْ أَوْ مَاتَ عَنْهَا زَوْجُهَا قَبْلَ الدُّخُوْلِ وَالْخَلْوَةِ أَوْ فَرَّقَ بَيْنَهُمَا الْقَاضِي بِسَبَبِ كَوْنِ زَوْجِهَا عَنِيْنًا أَوْ مَجْبُوْبًا فَإِنَّهَا بِكْرٌ حَقِيْقَةً
Artinya: Perawan adalah istilah untuk istri yang tidak pernah disetubuhi. Maka, barangsiapa yang hilang keperawanannya sebab benjolan, haid yang kuat, luka dan dewasa, maka ia dihukumi sebagai wanita perawan hakiki. Begitu pula dengan contoh, orang yang dinikahi dengan akad yang sah atau fasid (rusak), akan tetapi ia tertalak, atau ia ditinggal mati suaminya, sedangkan suaminya belum pernah menyetubuhinya, atau hakim memisah hubungan suami-istri disebabkan suami adalah orang yang impoten.
Demikian keterangan tentang perbedaan status serta tanda perempuan janda dan perawan dalam menurut Fikih. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.