Judul : Kerumunan Terakhir
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2016
Tebal : 360 halaman
ISBN : 9786020325439
Novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari menceritakan kejadian demi kejadian dalam kehidupan seorang Jayanegara. Ia adalah laki-laki putus kuliah yang sudah menyimpulkan dengan sepenuh hati bahwa ia tidak ingin menjadi apa-apa. Kesimpulan ini adalah suatu bentuk perlawanan Jayanegara terhadap kekuasaan bapaknya, Sukendar, yang menurutnya mentereng di luar namun busuk di dalam. Jay, begitu ia biasa dipanggil, ditinggal pergi oleh Ibunya di usianya yang kedua puluh tahun, setelah serangkaian perselingkuhan Bapaknya sudah tidak mampu lagi ditanggung oleh batin Ibunya.
Selain Ibunya, Jay mempunyai perempuan-perempuan lain dalam hidupnya, yakni Simbah dan Maera. Pada suatu titik dalam hidupnya, ia juga bersinggungan dengan yang seorang perempuan lain yang hanya singgah sebentar, Kara. Tidak seperti Jay yang tidak ingin menjadi apa-apa ataupun siapa-siapa, dan tidak punya tujuan hidup untuk dirinya sendiri, mereka menjalani hidup yang penuh greget.
Simbah yang diceritakan sebagai juru kunci Puncak Suroloyo, mendapatkan ilham dari kekuatan-kekuatan gaib yang tidak mampu diterka oleh manusia awam untuk menjalani pekerjaan tersebut. Maera, kekasihnya, mempunyai cita-cita untuk meraih kesuksesan di Jakarta, tempat di mana semua mimpi anak bangsa harusny abermuara – paling tidak menurut Maera. Sementara Ibunya mampu memutuskan untuk hidup sendirian, meninggalkan suami dan anak-anaknya demi mencari kedamaian hati dan kebahagiaannya sendiri.
Bagaimana perempuan-perempuan di sekitar tokoh utama digambarkan sebagai sosok yang punya kehendak dalam hidup diselipkan Okky dengan cerdik guna menghadirkan kontras apabila dibandingkan dengan kehidupan si tokoh utama.
Karakter Simbah menjalankan kesehariannya sebagai juru kunci Puncak Suroloyo dengan penuh dedikasi, betapa pun dedikasi tersebut tidak mampu dipahami secara total oleh Jay. Di mata Jay, apa adanya Simbah dengan semua rutinitasnya yang jauh dari kesan modern tidak serasi dengan fakta bahwa Bapaknya sampai bias melanjutkan kuliah S3 ke Inggris, untuk kemudian menjadi pejabat perguruan tinggi.
“…Simbah duduk di gardu kecil sambil memejamkan mata dan mulutnya komat-kamit. Simbah sedang semadi. Setelah semadi ia menyapu wilayah puncak itu dengan sapulidi yang dibawanya, membawa pulang sampah yang berserakan, ranting dan daun-daun kering…”
Simbah sudah menjadi juru kunci Puncak Suroloyo selama 45 tahun, dan orang-orang yang sudahberulang kali naik ke Puncak Suroloyo mengenalnya. Meski sering diajak untuk ikut hidup di kota oleh bapaknya Jay, Simbah tidak pernah mau. Baginya, tanggung jawab atas Puncak Suroloyo adalah sacral karena tidak semua orang mampu mengemban tugas semacam itu.
Lain Simbah, lain pula Maera. Maera adalah anak muda yang tipikal, penuh gairah dan menganggap kesuksesan adalah segalanya. Menurut Maera, jika seseorang sukses, maka kebahagiaan akan mudah didapat. Dan baginya, kesuksesan itu akan bisa didapatkan di ibukota. Di mana ia bisa mendapatkan pekerjaan yang dapat membuatnya diakui hebat oleh orang lain.
Meski kemudian apa yang ada dalam bayangannya tersebut luluh lantak karena dia harus kehilangan pekerjaannya. Maera masih berpikir bahwa pengakuan orang lain adalah hal terpenting bagi siapa pun yang ingin menjadi ‘seseorang’. Maera kemudian giat menulis di sosial media dengan cerita-cerita erotis yang ia andalkan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Hingga suatu malam, Jay menegur Maera tentang hal tersebut.
“Kamu ceritakan hal seperti ini kepada banyak orang?” Akhirnya aku punya alasan untuk menggugat tulisannya itu. Sesuatu yang telah membuatku malu meski tak akan ada yang tahu bahwa yang ia maksud itu adalah aku.
Dia tersenyum. “Memangnya tidak boleh?”
“Bukan tidak boleh. Tapi apa pantas?”
“Memangnya bagian mana yang tak pantas?”
“Ya semua yang kamu tulis itu.”
“Ah, kamu sok banget sih… Munafik!”
Maera adalah perempuan yang tahu benar apa yang dia inginkan dan bagaimana cara mendapatkannya. Beberapa waktu setelah perdebatan dengan Jay itu, Maera memutuskan hubungan mereka. Ia berpikir bahwa terus-menerus bersama dengan kondisi Jay sebagai seorang pengangguran tidak akan membawa perubahan yang baik bagi mereka berdua. Maka dari itu, Maera merupakan contoh sempurna untuk mewakili perempuan-perempuan yang mempunyai agency atas diri sendiri.
Karakter perempuan selanjutnya adalah Kara. Kara awalnya hanya teman dunia maya Jay, tempat Jay menumpahkan cerita-cerita seru dalam hidupnya, yang sesungguhnya hanyalah karangan belaka. Okky memberikan latar belakang yang kuat untuk karakter Kara. Sehingga kemunculannya yang hanya sebentar tidak menjadi masalah.
Ia adalah anak seorang pejabat yang dituduh korupsi. Ia dating secara nyata dalam hidup Jay, membawanya lari sejenak untuk menikmati adrenalin sesaat. Ia dan Jay pergi ke sana ke mari untuk berbuat onar, atas nama pembalasan untuk tuduhan korupsi ayah Kara.
Menjelang bagian klimaks novel ini, Jay membawa Ibunya ke warnet dan memperkenalkan dunia maya kepadanya. Dengan maksud agar Ibunya mau membongkar semua aib bapaknya kepada khalayak ramai melalui sebuah unggahan blog.
Di bagian ini, Okky menunjukkan bahwa seorang ibu boleh digambarkan tidak selalu baik, tidak selalu memilih tindakan bak malaikat; bahwa seorang ibu boleh bertindak untuk diri sendiri. Ibu Jay dengan sadar memilih untuk membongkar kebusukan mantan suaminya dengan bantuan internet. Memang tindakan tersebut kemudian menghancurkan karir bapak Jay. Namun ibu Jay tidak ambil pusing dan menganggap semuanya impas.
Agency perempuan dengan apik digambarkan Okky dalam novel terbitan tahun 2016 ini. Semua karakter perempuannya bereaksi atas dominasi dan kekuasaan; tidak ada dari mereka yang hanya nrimo ingpandum ketika kenyataan tidak memihaknya. Karakter mereka berkembang dari penciptaan konflik, membuat alur cerita novel ini menjadi sangat kaya. Hal ini pula yang membuatnya tajam sebagai kritik atas gagasan bahwa kepasifan perempuan lebih disenangi.