Rabi’ah adalah anak yang cerdas dan kuat ingatan. Ayahnya mendidik dan mengajari anak-anaknya membaca dan menghafal al-Qur’an. Di antara mereka Rabi’ah paling mudah dan cepat menghafalnya. Bacaannya sangat fasih dan “tartil”. Dia juga mengaji keilmuan Islam tingkat dasar.
Rabi’ah dan saudara-saudaranya tidak cukup lama bersama ayahnya. Ayah Rabi’ ah meninggal dunia dengan meninggalakan seorang isteri dan 4 anak perempuannya yang masih muda dan sangat miskin. Rabi’ah saat itu menjelang usia 10 tahun. Iya menjadi yatim. Kakak-kakak nya juga yatim. Mereka sangat bersedih ditinggal ayah yang menjadi sandaran hidupnya itu.
Tak lama kemudian ibunya menyusul ayahnya. Wafat. Betapa berat hidup Rabi’ah dan saudara-saudaranya itu. Mereka tak lagi ada orang yang menopang hidup. Tak ada juga tempat bermanja dan mengadu.
Dalam kondisi kemiskinan yang demikian berat, keempat anak perempuan itu terpaksa mencari pekerjaan di kota Basrah, ibu kota Irak. Mereka tidak tahu mau kerja apa di kota besar itu. Mereka berempat menyebar di tempat yang berbeda. Di antara mereka Rabi’ah adalah anak yang paling cantik.
Di tengah jalan Rabi’ah ditangkap orang, lalu dijual kepada pemilik sebuah tempat hiburan malam. Di tempat itu ia bekerja sebagai peniup “Ney”, suling, untuk beberapa waktu untuk pada akhirnya menjadi penyanyi. Di samping wajahnya yang cantik, Rabi’ah juga perempuan bersuara merdu.
Rumah hiburan itu tiba-tiba menjadi ramai pengunjung, dan pemiliknya mendadak menjadi kaya-raya. Para pengunjung merasa senang mendengar nyanyian-nyanyian Rabi’ah.
Bila malam telah larut, dan suasana di sekitar tempatnya menginap telah sunyi sepi, Rabi’ah tak segera beristirahat. Ia justeru segera mengambil air wudhu dan shalat tahajjud berlama-lama. Ia mengadukan hidupnya kepada Tuhan. Rabi’ah shalat, berdo’a dan bermunajat dengan seluruh jiwa raganya sepanjang malam hingga fajar merekah.