Untuk memperkuat posisi perempuan dalam peradaban, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) kembali diselenggarakan. Kongres yang kedua ini akan diadakan pada 23-26 November 2022 di Semarang dan Jepara, Jawa Tengah. KUPI II mengambil tema “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Perdaban yang Berkeadilan”. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari KUPI I yang sukses diselenggarakan di Cirebon pada tahun 2017. Setelah kongres yang pertama, KUPI yang awalnya merupakan kegiatan sebuah kongres, bertransformasi menjadi sebuah gerakan yang mengakar di tengah masyarakat.
KUPI menjadi momentum historik yang menyatukan inisiatif-inisiatif komunitas dan lembagalembaga yang bergerak pada pemberdayaan perempuan, baik di kalangan akademisi, aktivis organisasi keislaman, praktisi pemberdayaan di akar rumput, bahkan para aktivis gender. KUPI juga menginspirasi lahirnya komunitas-komunitas ulama perempuan di berbagai daerah, seperti Komunitas Ngaji Keadilan Gender Islam, Komunitas Mubadalah, simpul dan komunitas ulama perempuan Rahima, jaringan perempuan pengasuh pesantren dan mubalighat, jaringan ibu nyai nusantara, jaringan ning-ning nusantara, dan yang lain. Isu-isu keadilan gender Islam, melalui tokoh-tokoh KUPI, juga diserap media-media populer yang mainstream di Indonesia, seperti Islami.co, NU Online, Republika, Bincangsyari’ah, Iqra.id, Alif.id, Mubadalah.id, Rahma.id, Qobiltu.com, dan banyak lagi yang lain.
Kelahiran KUPI, juga sekaligus seperti membuka jalan bagi membanjirnya berbagai konten kreatif isu-isu keadilan
gender Islam, yang sebelumnya sangat minim, bahkan bisa dibilang tidak tersedia. Secara garis besar ada lima poin yang akan dihasilkan dari KUPI ke-2 ini. Pertama, paradigma dan metodologi. Ini mencakup isu-isu mengenai paradigma KUPI, sumber-sumber pengetahuan dan gerakan KUPI, metodologi keputusan sikap dan pandangan keagamaan KUPI. Perspektif perempuan sebagai basis rujukan pengetahuan, aktivisme, dan fatwa dalam KUPI, konseptualisasi dan implementasi kerangka maqashid syari’ah, pendekatan ma’ruf, pendekatan mubadalah, pendekatan keadilan hakiki dalam pengetahuan dan kerja-kerja praktis KUPI.
Kedua, tema keluarga, mencakup isu-isu mengenai pengembangan konsep keluarga yang berbasis pengalaman jaringan KUPI. Konsep qiwamah dan wilayah dalam keluarga. Relasi marital, parental, dan familial. Kekerasan dalam rumah tangga. Stunting dan kemiskinan. Resiliensi keluarga terhadap berbagai tantangan sosial, seperti pornografi, narkoba, radikalisme dan ekstremisme, termasuk isu-isu khas yang telah menjadi perhatian KUPI,yaitu pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga, pelibatan perempuan dalam merawat bangsa dari ekstrimisme, bahaya pemaksaan perkawinan, bahaya pemotongan genetalia perempuan, dan perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat perkosaan.
Ketiga, kepemimpinan perempuan. Ini mencakup isu kepemimpinan dan peran perempuan dalam menanamkan pendidikan keislaman, mengokohkan nilai kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan. Kepemimpinan ulama perempuan di ranah akar rumput, kepemimpinan ulama perempuan di pesantren, dan lembaga atau organisasi keagamaan. Serta eksistensi dan otoritas kepemimpinan ulama perempuan dalam kerja-kerja advokasi di hadapan negara, untuk berbagai isu yang melibatkan perempuan dan anak-anak, seperti penguatan ekonomi komunitas, perlindungan buruh migran, difabel, lansia, dan kelompok-kelompok rentan yang lain.
Keempat, gerakan keulamaan perempuan, mencakup isu-isu tentang karakter gerakan KUPI. Pelibatan jaringan muda dan milenial dalam gerakan KUPI, kerja-kerja digital sebagai kerjasama dakwah dan gerakan KUPI, kerja-kerja kultural dan struktural ulama perempuan dalam merespon maraknya politisasi dan komersialisasi agama, serta radikalisme dan ekstremisme kekerasan. Kelima, perlindungan dan pemeliharaan alam. Ini mencakup isu-isu pengalaman jaringan KUPI dalam kerja-kerja pelestarian alam, argumentasi teologis untuk kerja-kerja keberlanjutan alam, praktik baik penanganan bencana oleh komunitas lintas agama atau kepercayaan dan kearifan lokal. Serta keterlibatan komunitas pesantren dan lembaga pendidikan untuk keberlanjutan alam, pengelolaan sampah demi keberlanjutan alam, dan isu-isu lain yang relevan.
Selama ini, pandangan-pandangan keagamaan KUPI berkontribusi terhadap lahirnya berbagai kebijakan. Pandangan Keagamaan KUPI tahun 2017 tentang wajibnya perlindungan usia anak dari pernikahan telah mempengaruhi berbagai pihak, baik lembaga negara maupun masyarakat sipil, untuk menaikan batas usia pernikahan, dan akhirnya disahkan negara menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
Begitupun pandangan Keagamaan KUPI tentang pengharaman kekerasan seksual juga menjadi turning point kesadaran berbagai elemen bangsa, terutama masyarakat sipil. Kerjasama berbagai pihak, termasuk keaktifan para ulama perempuan dalam membuka ruang-ruang dialog dengan anggota parlemen membuahkan hasil maksimal. Pada tanggal 12 April 2022 parlemen akhirnya mengesahkan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pada Kongres yang ke-2, tanggal 23-26 Nopember 2022 ini, Musyawarah Keagamaan KUPI akan membahas dan memutuskan fatwa tentang lima isu krusial: 1) peran perempuan dalam merawat bangsa dari ekstrimisme; 2) pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga untuk keberlanjutan lingkungan; 3) perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan; 4) perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan; 5) perlindungan perempuan dari bahaya tindak pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan.
Forum Pemangku Kepentingan KUPI diusung oleh berbagai elemen yang berkolaborasi dan memiliki tujuan untuk menciptakan peradaban yang berkeadilan untuk semua. Karenanya, butuh kesepahaman antara berbagai pihak demi suksesnya agenda kongres kedua pada bulan Nopember 2022. Demi mewujudkannya, panitia menyelenggarakan forum terbatas bagi para pemangku kepentingan pada hari Kamis, 8 September 2022 di Jakarta.
Ada tiga hal yang dibahas. Pertama, melakukan update tentang perkembangan KUPI sebagai gerakan dengan pemaparan capaian-capaian KUPI, hambatan dan tantangan ke depan dalam membumikan ajaran Islam rahmatan lil’alamin di mana perempuan mendapatkan tempat yang setara dengan laki-laki. Kedua, memaparkan rencana Kongres KUPI II dan tindak lanjut lima tahun ke depan dengan kekuatan kolektif yang menjadi pendukung KUPI.
Ketiga, mendapatkan komitmen dukungan para pemangku kepentingan baik yang berbasis pada jaringan KUPI yang terdiri dari akademisi, pesantren, dan komunitas, lalu dari pemerintah Indonesia, jaringan media, dan lembaga-lembaga Internasional, untuk mewujudkan cita-cita KUPI dalam membangun peradaban Islam yang berkeadilan untuk semua.
Foto: Rahma.id