Segala puji dan syukur hanya untuk Allah subhanahu wa taala yang menganugerahkan manusia berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi di antaranya adalah berupa telepon dan internet, yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara bebas dalam skala global.

Siapa yang bisa membendung kemajuan teknologi? Ya enggak ada, dan memang tidak perlu dibendung. Justru, mesti ditingkatkan. Yang perlu disikapi adalah “cara” penggunaannya.

Misalnya, gawai sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia saat ini, whereever and whenever selalu bersama ponsel, bahkan dari bangun tidur sampai tidur lagi tak pernah libur memainkannya. Padahal, dampak penggunaan ponsel yang berlebihan adalah sangat berbahaya bagi kesehatan fisik dan psikis seseorang.

“Assalamualaikum. Apa kabar? Sudah makan belum?” Ini di antara kalimat sapaan yang biasa disampaikan orang ketika ponsel belum cerdas alias Jadul (zaman dulu). Ya, sekadar mengirim pesan singkat (SMS). But now, ponsel sudah bersifat multi fungsi, bahkan sangat canggih dengan fitur-fitur modern. Maka disebutlah gawai (ponsel cerdas).

Ponsel cerdas telah “menghipnotis” para penggunanya, tanpa tebang pilih, mulai dari yang tua, apalagi yang muda. Tak peduli, berapa pun harganya. Bahkan, sebagian orangtua yang berduit, cenderung memanjakan anak-anaknya dengan ponsel-ponsel yang harganya selangit.

“Mabuk gawai” adalah masalah yang tengah dihadapi generasi zaman now. Kita bisa lihat, anak-anak di sekolah lebih asyik dengan ponselnya daripada belajar dan mendengarkan gurunya. Sebagian sekolah belum membuat aturan yang “jelas” tentang penggunaan ponsel. Sehingga, yang “cerdas” ponselnya (gawai), manusianya tetap saja “bodoh” bahkan cenderung menyimpang.

Lalu pertanyaannya, bagaimana memanfaatkan dan membatasi gawai bagi siswa? Menurut saya sederhana, yaitu kembali kepada tujuan positif dibuatnya gawai itu sendiri, khususnya bagi pendidikan. Setidaknya ada beberapa hal, di antaranya pertama, mempermudah kegiatan belajar mengajar (KBM). Misalnya, siswa menggunakan smartphone untuk mencari dan mendalami materi pelajaran, baik dalam bentuk e-book, pdf, video, dan sebagainya.

Kedua, menjadi media komunikasi yang efektif dan efisien. Misalnya, murid bisa bertanya materi yang belum dimengerti, atau juga tugas-tugas yang mesti dikerjakan dalam waktu tertentu. Ketiga, menghilangkan kepenatan belajar. Misalnya, saat istirahat, siswa bisa mendengarkan lantunan Alquran, atau lagu-lagu yang bermanfaat. Mungkin hal tersebut membantu siswa rileks dan enjoy dalam belajar.

Masih banyak yang lainnya dan tidak mungkin diuraikan dalam tulisan ini. Namun, poinnya adalah pemanfaatan gawai akan berjalan dengan baik, jika ada kontrak dan pengawasan guru dalam belajar, peran orangtua di rumah, dan pengetahuan serta kesadaran dari murid diri sendiri.

Jadi, tugas orangtua, guru, dan pemerintah adalah mengatur dan menyosialisasikan penggunaan ponsel yang cerdas dan sehat. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) selaras dengan landasan iman dan takwa (Imtak). Amin!

Saya tutup dengan puisi untuk para pembaca:

SETELAH SENJA

Sedang kusaksikan jarak kita yang kian menipis, tanpa selamat malam, selamat sahur, selamat berbuka, dsb.
Kini, senja mulai menyuling hari: “Ayo saling membayangkan apa saja yang diajarkan keindahan!”

“Aku Sabtu yang biru,” katanya. Esok tak ada lagi haru yang terbentang di depan pintu.
Setelah senja, musim akan berubah, sedikit demi sedikit cahayanya berguguran, tentu saja ia mengusik bintang-bintang yang ‘kan menghiasi dinding kaca rumah kita.

Setelah senja: rindu kita menjelma apa ya?

(HLP Airport, 2017)

Leave a Response