Pondok Pesantren Al Masthuriyah berlokasi di Jl. Nasional III, Cibolang Kaler, Kec. Cisaat, Sukabumi Regency, Jawa Barat 43152. Berikut profil lengkapnya.

K.H. Masthuro setelah 13 tahun menuntut ilmu di berbagai pesantren dan sekolah atau madrasah, pada tahun 1920 kemudian dia kembali ke kampung halamannya yang waktu itu kondisinya belum mengalami perubahan dari 13 tahun sebelumnya terutama kondisi keagamaannya.

Walaupun mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi malah terkesan sebaliknya, kemaksiatan merajalela dan dilakukan secara terang-terangan, seperti judi, mengadu ayam, ronggeng yang menjurus kepada prostitusi dan madat. Selain itu, berkembang satu kepercayaan atau aliran yang disebut Hakok.

Kondisi masyarakat itulah yang antara lain mendorong K.H. Masthuro untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai tempat pembinaan manusia yang berguna bagi dirinya dan bagi orang lain, dapat menuntun dirinya dan orang lain untuk meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan menjalankan segala perintah-Nya.

Pada tanggal 9 Rabiul Akhir 1338H, bertepatan dengan tanggal 1 Januari 1920M, K.H. Masthuro mulai mendirikan madrasah di kampung Tipar yang diberi nama Sekolah Ahmadiyah (Al-Masthuriyah sebelum ganti nama), sebagai cabang dari Ahmadiyah Sukabumi.

Pada setiap hari, beberapa murid tidak pulang ke rumahnya, tetapi mereka tinggal di masjid untuk menghafal pelajaran yang telah diberikan pada saat di sekolah. Memperhatikan hal ini, K.H. Masthuro akhirnya memanfaatkannya dengan menambah pelajaran di masjid. Sekitar dua bulan setelah pendirian sekolah/madrasah, didirikanlah pesantren.

Pada tahun 1941, madrasah ini memisahkan diri dari cabang induknya dan berdiri sendiri dengan nama sekolah agama Sirojul Athfal. Pemisahan ini dilakukan dengan pertimbangan, K.H. Masthuro untuk memusatkan perhatiannya pada pendidikan pesantren dan dibantu oleh alumni sekolah Ahmadiyah, yaitu M. Mukhtar dan M. Syarkowi.

Tahun 1950, K.H. Masthuro atas saran dan hasil musyawarah putra-putri serta para penerusnya, dia mendirikan sekolah baru yaitu sekolah agama Sirojul Banat yang di peruntukan bagi perempuan.

Pada perkembangan selanjutnya, setelah salah satu seorang putranya, K.H Fakhruddin Matshuro menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren Ciharashas Cianjur, ia diberi tugas oleh ayahnya untuk memulai berkiprah di lembaga pendidikan.

Atas saran dan usulan dari keluarga dan berbagai pihak serta tuntutan kebutuhan masyarakat, pada tahun 1966 didirikan Madrasah Tsanawiyah Sirojul Athfal dan Sirojul Banat, dengan bobot pendidikan 75% agama dan 25% umum.

Bagi Sirojul Athfal dan Sirojul Banat, masuknya materi pendidikan umum bukanlah sesuatu yang asing, karena sejak awal pendiriannya telah diberikan pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan keterampilan, dalam bentuk yang praktis.

Pendidikan kemasyarakatan diajarkan dengan pendekatan keagamaan atau penerapan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, sementara pendidikan keterampilan antara lain dalam bidang pertanian terutama beternak ikan. Pada tahun 1968, didirikan Madrasah Aliyah Sirojul Athfal dan Sirojul Banat, sebagai kelanjutan dari Madrasah Tsanawiyah.

Setelah K.H. Masthuro wafat pada tanggal 27 Rajab tahun 1968, estafet perjuangan dia kemudian diteruskan oleh putra-putrinya, menantu serta para alumni.

Sebagai tafa’ul terhadap pendiri, berdasarkan hasil musyawarah alumni, pada tahun 1974 madrasah/sekolah Sirojul Atfal dan Sirojul Banat resmi diubah menjadi Pondok Pesantren Al-Masthuriyah.

Al-Masthuriyah kemudian mengalami perkembangan yang pesat dan diposisikan sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang bertaraf nasional dengan peserta didik dari berbagai daerah di negeri ini, bahkan ada yang dari negara tetangga.

Saat ini Al-Masthuriyah dalam bidang pendidikan tidak hanya membina pondok pesantren, melainkan juga membina RA, MI, MD/DTA, MTs, SMP, MA, SMA, SMK, dan STAI.

Pondok pesantren Al-Masthuriyah memiliki beberapa pengasuh dan pengurus, yang di antaranya:

Pondok Pesantren Al-Masthuriyah ini dalam membina santri-santrinya mempunyai visi, dan misi, adalah sebagai berikut :

K.H. Masthuro dilahirkan pada tahun 1901 di Kampung Cikaroya, sebuah kampung yang bertetangga dengan Kampung Tipar tempat Al-Masthuriyah kini berada. Ayahnya bernama Amsol yang kesehariannya bertugas sebagai Amil atau Lebe yang mengurusi masalah keagamaan di desa.

Bapak Amsol adalah nama samaran dari Asror. Beliau menggunakan nama samaran itu untuk menghindar dari kejaran Belanda. Karena tidak mau tunduk ke penjajah, ia melarikan diri dari Kuningan ke Bogor yang kemudian memperoleh istri dari Cimande Bogor yang bernama Ibu Eswi.

Dalam hal pendidikan keagamaan, sebagaimana kebiasaan masyarakat pedesaan pada masa itu, K.H. Masthuro memulai kegiatan mencari ilmunya dengan belajar membaca Al-Quran yang dimulai pada saat berusia enam tahun, yaitu pada tahun 1907.

Guru pertamanya dalam membaca Al-Quran adalah Ayahnya sendiri, Bapak Amsol. Kemudian pada tahun 1909 di usianya yang kedelapan, ia pergi menuntut ilmu di Pesantren Cibalung, Desa Talaga, Kecamatan Cibadak, Sukabumi yang dipimpin oleh K.H. Asyari.

Di Pesantren ini K.H. Masthuro selain memperdalam penguasaan membaca Al-Quran, juga mulai mempelajari kitab-kitab kuning. Di sinilah pertama kali ia mengenal kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan di banyak pesantren hingga sekarang.

Pada tahun 1911, K.H. Masthuro masuk sekolah kelas II di Rambay Cisaat. Pada tahun 1914, setelah tiga tahun belajar di sekolah ini, ia berhasil lulus dengan memperoleh ijazah. Selain belajar di Rambay, ia juga mengaji kitab-kitab kuning di Pesantren Tipar Kulon yang dipimpin oleh K.H. Kartobi.

Di pesantren ini, ia memperdalam kembali apa yang pernah diperolehnya di Pesantren Cibalung.

Selepas menamatkan pendidikannya di sekolah di Rambay, K.H. Masthuro kembali menjelajah dunia pesantren. Pada tahun 1914, ia kembali mengaji kitab-kitab kuning di Pesantren Babakan Kaum Cicurug, Sukabumi yang dipimpin oleh K.H. Hasan Basri.

Pada masa yang sama, K.H. Masthuro juga ikut mengaji di Pesantren Karang Sirna Cicurug yang dipimpin oleh K.H. Muhammad Kurdi. Jarak yang tidak begitu jauh dari pesantren tempat ia tinggal, memungkinkannya untuk mengaji di dua pesantren pada saat yang bersamaan.

Di pesantren ini, seperti juga di pesantren-pesantren lainnya, K.H. Masthuro mempelajari kitab-kitab kuning terutama yang belum dipelajarinya.

Di dua pesantren di atas, K.H. Masthuro hanya mengaji selama satu tahun saja. Pada tahun berikutnya, 1915, K.H. Masthuro mengaji kitab-kitab di pesantren Paledang Cimahi Cibadak Sukabumi pimpinan K.H. Ghazali.

Masih di tahun yang sama, yaitu 1915, K.H. Masthuro berpindah ke Pesantren Sukamantri Cisaat yang diasuh dan dipimpin oleh K.H. Muhammad Sidiq.

Pada tahun 1916, ia mempelajari kitab-kitab di Pesantren Pintuhek, Sukabumi, yang dipimpin oleh K.H. Munajat. Kemudian pada tahun 1918, K.H. Masthuro mengaji kitab-kitab di Pesantren. (AL)

Sumber:

http://almasthuriyah.id/

Ainul Yakin, SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-MASTHURIYAH CISAAT SUKABUMI 1974-2018, 2019.

Leave a Response