Al-Muayyad merupakan pondok pesantren Al-Quran, yang dirintis tahun 1930 olen K.H. Abdul Mannan bersama K.H. Ahmad Shofawi dan Prof. K.H. Moh Adnan dan ditata sistemnya ke arah sistem madrasah tahun 1937 oleh KH. Ahmad Umar Abdul Mannan. Pembelajaran Al-Quran itu kemudian sistem madrasah dilengkapi dengan Madrasah Diniyyah (1939), MTs dan SMP (1970), MA (1974), dan SMA (1992) dalam lingkungan pondok pesantren.

Sebagai pesantren Al-Quran tertua di Surakarta, Al-Muayyad terpanggil untuk menguatkan dan mengembangkan diri, berangkat dalam kearifan masa silam untuk menjangkau kejayaan masa depan dengan konsep tarbiyah yang utuh. Mempertimbangkan pengalaman Surakarta yang direkam Al-Muayyad sejak masa rintisannya, maka Al-Muayyad memandang bahwa pendidikan bagi generasi muda muslim haruslah memenuhi 4 (empat) kriteria kecakapan:

Al-Muayyad dirintis tahun 1930 oleh Simbah K.H. Abdul Mannan di atas tanah seluas 3.500 m yang dijariyahkan oleh K.H. Ahmad Shofawi di kampong Mangkuyudan kelurahan Purwosari kecamatan Laweyan kotamadya Surakarta. Semula merupakan pondok pesantren dengan corak tasawuf; pesantren dengan kegiatan utama latihan pengamalan syariat Islam dan belum melakukan pendalaman ilmu-ilmu agama secara teratur. Titik beratnya melatih para santri dengan perilaku keagamaan. Pengajian yang diselenggarakan berkisar pada akhlak.

Cita-cita untuk menyebarluaskan agama Islam sudah tertanam sejak Simbah K.H. Abdul Mannan masih nyantri pada Kiai Amad di Kadirejo, Karanganom, Klaten bersama K.H. Ahmad Shofawi.

Nama kecil Simbah K.H. Abdul Mannan adalah Tarlim, sebagaimana diberikan oleh ayahandanya, Kiai Chasan Hadi, yang seorang demang di Glesungrejo, Baturetno, Wonogiri. Setelah diterima nyantri di Kadirejo diganti oleh Kiai Ahmad menjadi Buchori. Dan usai menunaikan ibadah haji tahun 1926, menjadi Abdul Mannan.

Dalam generasi pertama ini ilmu-ilmu agama yang dikaji masih tingkat dasar dan belum teratur, karena para santrinya masih terbatas pada kerabat dekat dan karyawan Perusahaan Batik Kurma milik K.H. Ahmad Shofawi. Pada masa ini para kiai pendukungnya antara lain Kiai Dasuki, Kiai Hanbali, K.H. Ahmad Asyari, K.H. Ahmad Shofawi sendiri, dan Damanhuri (seorang pengelana dari Cilacap). Kiai Damanhuri inilah yang memberikan isyarat, saat K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan masih nyantri di pondok-pondok pesantren, bahwa kelak Mangkuyudan akan menjadi pesantren besar.

Hanya tujuh tahun Simbah K.H. Abdul Mannan memimpin pesantren, sebab tahun 1937 kepemimpinan pesantren diserahkan kepada putranya, K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan, yang waktu itu baru berusia 21 tahun, sekembali dari belajr di pesantren-pesantren: Krapyak (Yogya), Termas (Pacita), dan Mojosari (Nganjuk). Mulailah Al-Muayyad sebagai sebuah pondok pesantren dengan kurikulum yang menitikberatkan pada pendalaman ilmu-ilmu agama Islam.

Pada tahun 1939, pengajian Al-Quran dan kitab kuning makin teratur, sehingga dipandang perlu mendirikan Madrasah Diniyyah. Sekalipun beberapa madrasah/sekolah kemudian menyusul didirikan. Karena pengajian Al-Quran menjadi inti pengajaran, sehingga Al-Muayyad dikenal sebagai Pondok Al-Quran. K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan sendiri dikenal sebagai ahli di bidang Al-Quran dengan sanad (silsilah ilmu) dari K.H.R. Moehammad Moenawwir, pendiri Pesantren Krapyak Yogyakarta.

Nama Al-Muayyad diberikan oleh seorang ulama besar, guru/mursyid Thariqah Naqsabandiyyah, yang bernama K.H.M. Manshur, pendiri Pondok Pesantren Al Manshur Popongan, Tegalganda, Wonosari, Klaten. Semula nama ini untuk masjid di kompleks pondok, yang kemudian dipergunakan untuk nama semua lembaga dan badan di lingkungan pondok pesantren. Al-Muayyad dari kata ayyada yang berarti menguatkan. Secara harfiah Al-Muayyad berarti sesuatu yang dikuatkan. Tafaul atau harapan yang tersirat di dalamnya adalah pondok pesantren yang dikuatkan/didukung oleh kaum muslimin.

Sejalan dengan meluasnya program pendidikan, para kiai yang mendukungpun bertambah. Tercatat antara lain: K.H. Abdullah Thohari, Kiai Ahmad Muqri, Kiai Idris, Kiai Danuri, KIai Sono Sunaro, K.H.RNg. M. Asfari Prodjopudjihardjo (Mbah Bei), K.H.M. Shodri, K.H. Moh. Yasin, K.H.R. Moh Jundi, K.H.M. Suyuthi, K.H. Abdul Ghoni Ahmad Sadjadi, K.H. Mochtar Rosyidi, Kiai M. RofiI, dan K.H. Ahmad Musthofa yang kemudian mendirikan Pondok Pesantren Al Qurany di sebelah utara Al-Muayyad.

Ciri khas K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan di bidang kepemimpinan adalah kuatnya kaderisasi para kerabat, ustadz, dan santri dengan membagi tugas dan tanggung jawab kepesantrenan kepada mereka. Beliaulah yang memprakarsai pembentukan Lembaga Pendidikan Al-Muayyad (yang kemudian menjadi yayasan), penyelenggaraan Pelatihan Teknis Tenaga Kependidikan bagi sekolah/madrasah Ahlussunnah wal jamaah dan Pekan Pembinaan Tugas Ahlussunnah wal jamaah (PEPTA). Dimasa beliau pula Al-Muayyad menjadi anggota Rabithah al Maahid al Islamiyyah (RMI/Ikatan Pondok Pesantren) dengan Nomor Anggota: 343/B Tanggal: 21 Dzul Qadah 1398 H/23 Oktober 1978 M di bawah pimpinan K.H. Achmad Syaikhu.

Setelah K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan wafat tahun 1980, dalam usia 63 tahun, kepemimpinan Al-Muayyad diserahkan kepada K.H. Abdul Rozaq Shofawi. Beliau nyantri di Krapyak Yogyakarata di bawah asuhan K.H. Ali Maksum sambil kuliah di Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga dan juga pada K.H. Hasan Asyari Mangli Magelang. Selesai nyantri pada Mbah Mangli, tepat tiga tahun, K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan wafat.

Ibunda K.H. Abdul Rozaq Shofawi adalah Nyai Siti Musyarrofah binti K.H. Abdul Mannan, seorang hafidzah pada usia 16 tahun, yang diperistri K.H. Ahmad Shofawi setelah istri pertama wafat. Dari pernikahan itu lahir K.H. Abdul Rozaq Shofawi, Nyai H. Siti Mariyah Mamun, dan Siti Munimah yang wafat pada usia 35 hari, 30 hari setelah ibunda wafat.

Setelah Nyai Siti Musyarrofah wafat K.H. Ahmad Shofawi memperistri Nyai H. Shofiyah binti K.H. Ahmad Muid dan menurunkan K.H. Abdul Muid Ahmad, H. Muhammmad Idris Shofawi, serta Nyai H. Siti Maimunah Baidlowi.

Atas nasihat K.H. Muhammad Mashum Lasem Rembang, sepeninggal K.H. Ahmad Shofawi, Nyai H. Shofiyah diperistri oleh K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan. Pernikahan ini tidak dikaruniai seorang putrapun.

Termasuk kejadian penting yang selalu diingat dalam generasi ketiga ini adalah terbakarnya kompleks pondok tanggal 31 Agustus 1982, 15 hari sebelum keberangkatan pengasuh dan tujuh sesepuh Al-Muayyad ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji, yang menghabiskan 13 kamar santri, dapur santri, kediaman pengasuh, dan perpustakaan K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan yang menghimpun ribuan kitab dan bahan pustaka yang tak ternilai harganya.

Musibah besar ini mengundang simpati besar masyarakat yang bergotong royong memberikan penampungan, keperluan makan minum, dan keperluan sekolah bagi 275 santri putra yang kehilangan tempat tinggal dan perlengkapannya. Masyarakat juga bahu membahu dengan pengurus merehabilitasi asrama dan kediaman pengasuh, sehingga dalam waktu 40 hari bangunan-bangunan itu telah pulih kembali.

Dalam generasi ketiga inilah, Al-Muayyad melestarikan sistem kepesantrenan yang diidam-idamkan dan dikembangkan oleh dua generasi pendahulu. Yayasan yang menjadi tulang punggung manajemen pesantren diaktifkan, sehingga pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab para pengelola bisa dibakukan. Dengan pola semacam itu, Al-Muayyad berkeinginan mampu mewadahi dukungan masyarakat luas bagi penyiapan generasi muda dalam wadah pesantren dengan manajemen terbuka, karena pesantren sesungguhnya milik masyarakat.

Secara singkat tahap-tahap perkembangan Pondok Pesantren Al-Muayyad adalah sebagai berikut:

Tanggal 18 Nopember 1994 K.H. Abdul Rozaq Shofawi mendapatkan informasi bahwa sebuah kompleks di kampung Windan, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo (kurang lebih 4 km sebelah barat Mangkuyudan) yang semula dipergunakan untuk penyelenggaraan pondok pesantren, akan dilelang oleh sebuah bank. Kompleks itu ditawarkan kepada Al-Muayyad untuk pengembangan. Setelah cukup dibahas oleh pimpinan yayasan dan dikonsultasikan kepada para sesepuh, pada tanggal 23 Nopember 1994, Al-Muayyad resmi membeli kompleks seluas sekitar 2.050 m2 itu seharga Rp 123.000.000,00 di hadapan notaris Ny. H. Nur Fariah Latief, SH.

Di kompleks tersebut berdiri 48 kamar santri, sebuah musholla, pemondokan pengasuh, aula, 3 kamar ustadz, halaman olah raga, dan dapur. Dan mulai tahun ajaran 1995/1996 kompleks Windan dipergunakan untuk kegiatan pesantren yang dalam jangka panjang akan menjadi pondok pesantren yang lengkap dengan sekolah dan madrasah.

Cerdas dan Mulia bersama AI-Quran

Pendidikan agama Islam Ahlussunnah wal-jama’ah dengan penguatan kompetensi di bidang AI-Quran.

Pendidikan menengah berkualitas sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan selanjutnya.

Pengembangan minat dan bakat santri untuk menopang hidup kreatif dan bertanggung jawab.

Alamat:

Jl. KH. Samanhudi 64 Surakarta Jawa Tengah 57142

E-mail:  almuayyad.solo@gmail.com

Telepon: 0271-714821

Faks: 0271-714821

Sumber: http://almuayyad.org

Demikian profil Pondok Pesantren Al-Muayyad Solo. Semoga bermanfaat. (MS)

Leave a Response