Pesantren Manonjaya adalah pesantren salafiyah murni atau kalau meminjam istilah Kementerian Agama disebut pesantren sebagai “satuan pendidikan”. Di Pesantren Manonjaya tidak diselengggarakan pendidikan formal seperti madrasah dan sekolah.

Tidak diselenggarakannya pendidikan formal dikarenakan amanat pendiri Uwa Ajengan. Namun, Pesantren Manonjaya menyelenggarakan pendidikan Wajar Dikdas, pendidikan diniyah, termasuk pendidikan muadalah.

Tulisan ini akan melihat realitas penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan muadalah, dan bagaimana realitas ini ditinjau dari idealitas penyelenggaraan pendidikan sebuah satuan pendidikan muadalah sebagaimana tercantum dalam PMA No. 18 Tahun 2014.

Adapun yang akan ditinjau meliputi: kurikulum, proses pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana, pengelolaan pendidikan, penilaian dan kelulusan, pembiayaan, dan akreditasi.

Pesantren Manonjaya dioperasionalisakan dalam bentuk kurikulum yang sangat fleksibel yang disusun oleh almarhum Uwa Ajengan dan dibantu oleh para Dewan Kiai. Kurikulum tersebut adalah kitab-kitab yang dipelajari dan diambil dari kitab kuning (klasik) yang disusun oleh para ulama salaf. Secara garis besar kurikulum pendidikan pesantren Manonjaya diarahkan kepada enam bidang pemahaman yaitu:

Pertama, pemahaman tentang pengetahuan-pengetahuan kebahasaan dan logika, yaitu bahasa arab, yang disebut ilmu grammer dan mantiq. Kitab-kitab yang digunakan untuk pemahaman bidang kebahasaan dan logika, di antaranya Jurumiyah, Amsilat at-Tashrifiyyah, dan Alfiyyah Ibnu Malik.

Kedua, pemahaman dalam bidang pengetahuan akidah tentang penekanan pada aspek penghayatan. Kitab-kitab yang digunakan adalah: Tijan ad-Daruri, Kifayat al-‘Awam, Khulasah Ilmu Tauhid, Majmu’at al-‘Aqidah, Jauhar at- Tauhid, Ummul Barahin, Kharidat al-Bahiyah, dan ‘Aqidah Islamiyyah.

Ketiga, pemahaman dalam bidang syariah tentang penekanan pada aspek pengamalan ibadah dan muamalah (fiqih). Kitab-kitab yang digunakan antara lain: Safinat an- Najah, Riyad al-Badi’ah, Fath al-Qarib, Fath al-Wahhab, Fath al-Mu’in, I’anat at-Thlibin, dan Kifayat al-Akhyar.

Keempat, pemahaman dalam bidang Ushul Fiqh, meliputi kitab-kitab: Waraqat, Lataif al-Isyarah, Gayat al-Wu¡ul, Jam`u al-Jawami`, dan Asybah wan Nadza`ir. Kelima, pemahaman dalam bidang ilmu hadis dan tafsir meliputi kitab-kitab: Arba’in Nawawiyyah, Riyad as-Shalihin, Tafsir Jalalain, Shahih Bukhary, Sahih Muslim, dan Tafsir Ibnu Katsir.

Keenam, pemahaman dalam bidang akhlak dan tasawuf yang penekanannya pada aspek perilaku. Kitab-kitab yang dipelajarinya adalah: Akhlaq lil Banin, Sulam at-Taufiq, Ta`lim al-Muta’alim, ‘Alaj al-Amrad, Kifayat al-Atqiyya, Syu`b al-Iman, Na¡aih al-`Ibad, dan Hikam.

Pembelajaran satuan pendidikan muadalah Pesantren Manonjaya dilakukan sebagaimana umumnya pembelajaran kitab kuning yaitu: bandongan, sorogan, diskusi, dan muzakarah. Dalam menyampaikan proses belajar-mengajar, satuan pendidikan muadalah Pesantren Manonjaya menerapkan tiga sistem yaitu: pertama, sistem penelitian individu (sorogan) yang dilakukan sesudah shalat Shubuh yang dipusatkan di Masjid Manonjaya.

Dalam kegiatan ini para santri bebas memilih guru sorogan yang diambil dari para santri senior, sedangkan materi yang diajarkan disesuaikan dengan jenjang para santri itu sendiri.

Kedua, sistem klasikal, yaitu pengajian yang dilakukan di kelas sesuai dengan kurikulum yang berlaku untuk masing- masing jenjang. Mudarisnya adalah Dewan Kiai dan Anuar Muda (Anggota Keluarga Miftahul Huda), dan dibantu santri senior.

Ketiga, kuliah umum, yaitu pengajian yang dilakukan di masjid yang dipimpin oleh pimpinan umum atau dewan pimpinan, untuk materi pelajarannya adalah Tafsir Jalalain. Sementara alokasi waktu belajar sebagai berikut: pagi (07.00-10.00 WIB), siang atau bakda Dzuhur (12.30-14.30 WIB), sore atau bakda Ashar (16.00-17.00 WIB), petang atau bakda Maghrib (18.30-19.30 WIB), dan malam atau bakda Isya (20.00-22.00 WIB).

Guru atau ustaz di Pesantren Manonjaya adalah para santri senior yang layak atau memenuhi kriteria sebagai behavior dan supervisor di ruangan kelas. Kelayakan seseorang untuk mengadakan proses belajar mengajar di Pesantren Manonjaya adalah berdasarkan hasil penyeleksian yang selektif dan diklasifikasikan menurut kemampuan ilmiahnya.

Ada empat klasifikasi guru atau ustaz di Pesantren Manonjaya, yaitu: pertama, adalah guru besar, yaitu sebagai nara sumber sekaligus sebagai top leader di Pesantren Manonjaya. Kedua, adalah dewan kiai, yaitu para putra Almarhum, menantu dan cucunya. Ketiga, adalah dewan guru yaitu santri senior yang sudah duduk minimal di tingkat Ma’had ‘Aly. Keempat, adalah para santri yang dianggap mampu dan dipercaya untuk menyampaikan materi pelajaran, itupun sebatas untuk sorogan.

Untuk materi santri yang akan sorogan dibebaskan mencari dan memilih guru yang dipercaya, sekalipun hanya lebih tinggi atau setingkat dengannya, itu semua ada dalam bimbingan Pengurus Asrama dan Pendidikan Pesantren Manonjaya.

Santri Pesantren Manonjaya Tahun 2014-2015 berjumlah 2646 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 896 santri berpendidikan terakhir MI atau SD, 1223 santri berpendidikan terakhir MTs atau SMP, 468 santri berpendidikan MA atau SMA, 4 santri berpendidikan terakhir S1, dan 56 santri berpendidikan terakhir pesantren.

Jika ingin mengikuti pendidikan muadalah, dari jumlah santri tersebut direkrut melalui seleksi tertulis dan praktek serta kepemilikan ijazah MI/SD untuk tingkat MTs, dan kepemilikan ijazah MTs/SMP untuk tingkat MA. Selain itu ada santri yang masuk ke Pesantren Manonjaya hanya berpendidikan terakhir pesantren. Karena itu, ada potensi untuk membuka satuan pendidikan muadalah setingkat MI.

Penyelenggaraan program muadalah di pesantren Manonjaya menggunakan luas tanah sebanyak 8 ha. Pesantren memiliki 45 ruang kelas, 2 ruang tata usaha atau kantor, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang perpustakaan, dan 1 masjid. Seluruh kondisi ruangan adalah permanen. Ketersediaan buku-buku untuk menunjang keberhasilanpembelajaranyangterdapatdiruangperpustakaan bisa dikatakan kurang lengkap karena keterbatasan anggaran untuk pembelian buku-buku.

Penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan muadalah Pesantren Manonjaya diintegrasikan dengan proses penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung di Pesantren Manonjaya. Meskipun demikian, ditunjuklah seorang penanggung jawab program dalam hal ini Dodo Aliyul Murtadlo.

Jenjang satuan pendidikan muadalah yang diselenggarakan adalah tingkat ulya atau MA selama 3 tahun. Meski tingkat wusta atau MTs telah ditetapkan sebagai satuan pendidikan muadalah.

Terkait dengan penilaian dan kelulusan satuan pendidikan muadalah, pihak penyelenggara menilai proses pembelajaran dalam bentuk harian, semester dan tahunan. Teknik lisan dan praktek digunakan pihak penyelenggara untuk menilai proses pembelajaran. Sedang kelulusan program ditandai dengan penerbitan ijazah yang dikeluarkan oleh pihak pesantren.

Hasil satuan pendidikan muadalah di pesantren Manonjaya adalah santri sebanyak 1-25 % melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dalam negeri, bahkan sebanyak 1-25% santri melanjutkan ke perguruan tinggi luar negeri. Sebagaimana diakui pihak penyelenggara, lulusan santri muadalah mengalami hambatan ketika melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Misalnya, ijazah tidak diakui secara formal karena pihak perguruan tinggi belum mengetahui keberadaan muadalah di pesantren.

Sumber pembiayaan pendidikan muadalah selama ini berasal dari: usaha ekonomi pesantren, SPP atau bantuan orangtua santri, dan swadaya masyarakat atau donatur. Pemasukan pembiayaan tersebut digunakan untuk honor para guru pendidikan muadalah sebesar kurang dari 1 juta rupiah. Belum ada honor guru muadalah dari bantuan pemerintah dan dana BOS.

Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab satuan pendidikan muadalah belum dilakukan proses akreditasi.

*Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2017. (MS)

Leave a Response