Ia adalah sosok akademisi dan pejuang emansipasi. Dalam bidang akademis Siti Baroroh menjadi guru besar perempuan pertama di Indonesia, tepatnya di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sedangkan di bidang pergerakan dia adalah aktivis organisasi perempuan Muhammadiyah, yakni ‘Aisyiyah.

Dalam kiprahnya di ‘Aisyiyah, ia pernah didaulat menjadi salah seorang Ketua Pimpinan Pusat (PP) dengan masa jabatan terlama. Yakni selama 5 periode, dari tahun 1965 hingga 1985.

Siti Baroroh Baried lahir di Yogyakarta pada 23 Mei 1925 dari pasangan H. Tamim bin Dja’far dan Siti Asmah binti H. Muchammad. Ayah Siti Baroroh, H. Tamim merupakan anak dari H. Dja’far dan merupakan cucu Kiai Fadhil yang merupakan ayah Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan).

Dengan begitu, H. Tamim, ayah Siti Baroroh merupakan salah satu kemenakan dari pendiri ‘Aisyiyah, Siti Walidah. Siti Asmah, Ibu dari Baroroh sendiri, merupakan saudara seibu dari salah satu sosok Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, yakni AR Fachruddin.

Ibu dari Siti Asmah dan AR Fachruddin bernama Siti Maemunah, putri KH. Idris yang bertempat tinggal di selatan Masjid Pakualaman Yogyakarta.

Berdasarkan garis keturunan, Siti Baroroh dapat dikatakan sangat dekat dengan Muhammadiyah dan trah keluarga Nyai Ahmad Dahlan. Hal ini terbukti dari keikutsertaannya dalam ‘Aisyiyah. Bermula dari kiprahnya menjadi kader di Gondomanan, hingga didaulat menjadi salah seorang Ketua Pimpinan Pusat (PP) dengan masa jabatan terlama.

Ia berhasil menuliskan sejarah sebagai perempuan pertama yang menjadi anggota PP Muhammadiyah.

Siti Baroroh besar di Kauman dan memulai karir pendidikannya di SD Muhammadiyah. Kemudian secara berturut-turut melanjutkan di MULO HIK Muhammadiyah, Fakultas Sastra UGM Sarjana Muda, Fakultas Sastra UI di Jakarta, dan meraih gelar sarjana tahun 1952.

Tahun 1953 hingga 1955 Siti Baroroh mendalami Bahasa Arab di Cairo. Pada saat itu, sangat langka perempuan menempuh pendidikan di luar negeri.

Dalam ranah akademik Siti berhasil menorehkan prestasi. Pada 1964 Siti Baroroh diangkat menjadi guru besar perempuan pertama di Fakultas sastra UGM di usia muda, yakni 39 tahun.

Setelah menjadi profesor, Baroroh yang merupakan pakar bahasa juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra UGM selama dua periode (1965-1968 dan 1968-1971) dan Ketua Jurusan Asia Barat Fakultas Sastra UGM periode 1963-1975.

Selain itu, ia juga aktif mengelola penerbitan Majalah Suara ‘Aisyiyah. Adapun karya selama memimpin ‘Aisyiyah ialah: Qaryah Thoyyibah dan pengembangan TK ABA.

Di bawah kepemimpinannya, nama organisasi Aisyiyah mulai dikenal di mancanegara. Siti Baroroh rajin mengenalkan Aisyiyah ke forum-forum global sekaligus menjalin relasi dengan organisasi-organisasi internasional. Contohnya, UNICEF, UNESCO, WHO, UNFPA, UNDP, dan World Bank.

Lebih lanjut, Ia juga pernah mengenalkan Aisyiyah di lembaga pendidikan Internasional. Ia pernah membawakan presentasi tentang “Aisyiyah and The Social Change Woman of The Indonesia” dalam seminar di Harvard University, Amerika Serikat.

Berkat jasa Siti Baroroh, mulai banyak orang asing yang tertarik mempelajari Aisyiyah. Bahkan tidak sedikit peneliti dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di dunia yang meneliti tentang organisasi perempuan Indonesia yang aktif di bidang keagamaan dan kemasyarakatan tersebut.

Sebagai seorang akademisi, Siti memiliki kepedulian tinggi terhadap pendidikan. Sejak muda Siti memiliki semboyan ”Hidup saya harus menuntut ilmu,”. Memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan pun menjadi prioritas utamanya saat memimpin Aisyiyah.

Bagi Siti, perempuan berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan harkat dan martabat. Siti juga percaya perempuan harus mengenyam pendidikan sejak usia dini.

Kepedulian Siti akan pendidikan perempuan tersebut ditunjukkan melalui pengembangan berbagai lembaga pendidikan. Adapun selama memimpin Aisyiyah, Siti pernah mengembangkan Taman Kanak-Kanak (TK) Aisyiyah atau Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA), sekolah-sekolah menengah, sekolah kejuruan kebidanan dan keperawatan, serta pendidikan tinggi.

Siti berharap melalui berbagai lembaga pendidikan tersebut para perempuan bisa memiliki pendidikan yang setara, bahkan melampaui laki-laki. Siti pun mendukung para perempuan membangun karier di luar rumah.

Walaupun demikian, Siti menekankan perempuan tetap harus ingat akan kodratnya sebagai perempuan. Baginya, emansipasi yang tepat adalah ketika perempuan dapat mengembangkan dirinya sembari tetap mempertahankan kodratnya sebagai perempuan sesuai perintah Al-Quran.

Sampai akhir hayatnya, Siti masih menjabat sebagai penasihat PP Aisyiyah dan Pemimpin Umum Majalah Suara Aisyiyah. Siti Baroroh wafat pada Minggu, 9 Mei 1999 dan dishalatkan di Mesjid Kauman.

Leave a Response