Jagat media sosial, Selasa (21/7), diramaikan dengan poster yang yang diberi judul besar Kue Klepon Tidak Islami. Poster kue klepon tersebut memuatkan teks yang berisi: “Yuk tinggalkan jajanan yang tidak islami dengan cara membeli jajan islami aneka kurma yang tersedia di toko syariah kami.” Lalu pada pojok poster diberi teks bertanda “Abu Ikhwan Aziz”.
Dalam hitungan jam, poster kue klepon tidak islami ini menjadi perbincangan netizen, mulai dari dibuat menjadi story WA (WhatsApp), status di Facebook, bahkan sampai menjadi tranding topic di Twitter. Hingga laporan ini ditulis, tweet tentang “klepon” sudah menembus angka 27 ribu lebih.
Sebagian netizen ada yang menanggapi poster tersebut dengan nada santai. Mereka menganggap poster itu hanya sensasi semata agar viral.
Tidak sedikit yang menjadikan poster kue klepon tidak islami itu sebagai guyonan atau candaan sembari memposting kue klepon yang diedit dengan menambahkan peci atau penutup kepala khas Arab. Editan yang ‘sarkas’ tersebut menjadikan kue klepon seolah-olah sudah islami.
Ada juga netizen cukup serius merespons poster ini secara tendensius dengan tudingan dan teori-teori tentang labelisasi demi komoditas produk ekonomi tertentu.
Namun, belakangan diketahui, beberapa pegiat media sosial mencurigai bahwa poster bergambar kue klepon dengan keterangan tulisan tidak islami itu sengaja dibuat oleh oknum untuk kepentingan tertentu. Kecurigaan itu berangkat dari tidak ditemukannya identitas “Abu Ikhwan Aziz” dalam berbagai platform media sosial yang menjadi sumber utama munculnya poster tersebut.
Berdasarkan kejanggalan sumber asal poster tersebut, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan bersama.
Pertama, pembuatan poster kue klepon tidak islami bisa saja dibuat oleh oknum yang berkepentingan untuk membuat gaduh masyarakat terutama umat Islam. Kalau bahasa ekstremnya disebut “konspirasi”, tapi terlalu jauh apabila menyebut demikian.
Kedua, ada oknum tertentu yang hendak mengalihkan isu-isu agar tenggelam dan dilupakan sebab tenaga umat Islam dialihkan dan dikuras untuk membahas hal-hal remeh seperti kue klepon.
Ketiga, jika memang poster benar-benar dibuat oleh seseorang demi meningkatkan penjualan kurma miliknya, maka itu menjadi keprihatinan kita. Maksudnya, kita prihatin labelisasi “islami” atau “tidak islami” demi ‘syahwat ekonomi’ sampai-sampai mengorbankan “klepon” sebagai jajanan tradisional khas Indonesia.
Keempat, viralnya klepon ini jangan sampai membuat peradaban umat Islam Indonesia mundur jauh. Di saat umat negara-negara lain sedang menguras tenaga dan pikirannya untuk melakukan inovasi teknologi, mencari vaksin virus corona, hingga beranjak bangkit dari keterpurukan ekonomi, justru kita malah ribut dan saling curiga soal klepon yang legit itu.
Kelima, selama belum jelas sumber dan siapa pembuat poster tersebut, kita jangan sampai terlalu cepat memvonis orang atau kelompok tertentu dengan tendensi ideologi-ideologi. Sikap standar ganda demikian justru dapat dimanfaatkan oknum untuk adu domba serta merenggangkan hubungan sesama umat Islam atau sesama bangsa secara umum.
Sebenarnya, saya pribadi enggan menulis sepanjang ini mengenai KLEPON TIDAK ISLAMI yang viral itu. Tetapi, saya berpikir (sebagai seorang penikmat jajan klepon) tidak ada salahnya memberi pandangan-pandangan lain agar masalah per-klepon-an ini tidak semakin larut menjadi ‘bola salju’ di kemudian hari.
Kita harus kembali fokus dan memaksimalkan tenaga dan pikiran kita untuk mengawal dan mengawasi ketimpangan-ketimpangan yang hari ini terjadi di sekitar kita. Jangan sampai persoalan Covid-19, berbagai RUU, dan masalah penting yang lain menjadi tenggelam dan lupa gara-gara kita berdebat soal KLEPON. Terakhir, selamat menikmati jajanan tradisional Nusantara. Wallahu a’lam.