Puslitbang Bimas Agama Dan Layanan Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama melakukan survei daring pada 8-17 Maret 2021 tentang urgensi layanan agama di masa pandemi Covid-19 bagi masyarakat Indonesia.
Survei yang dilakukan Tim Peneliti yang terdiri dari AS Ruhana, Haris Burhani, Rizki Riyadu, Rahmat Andri, Sri Hendriani dan Dewi Indah Ayu tersebut menemukan bahwa mayoritas responden (81%) merasa semakin religius (taat beragama) sejak mereka mengalami/menjalani pandemi Covid-19. Mayoritas responden (97%) juga merasa keyakinan/keberagamaan mereka membantu (secara psikologis) dalam menghadapi Pandemik Covid-19 dan dampaknya.
Akan tetapi, masih sedikit layanan konsultasi psiko-spiritual (psikologi keagamaan) yang tersedia. Menurut teori, dalam situasi krisis, seperti pandemi Covid-19 ini, ketika orang mengalami ketakutan, penderitaan, atau penyakit sering mengalami “pembaruan spiritual” (Kowalczyk et al., 2020).
Metodologi
Dalam situasi pembatasan sosial yang luas diterapkan di hampir seluruh wilayah Indonesia, sulit kita mengetahui secara cepat dinamika persepsi umat beragama isu-isu aktual dengan mengandalkan survei tatap muka langsung dengan responden. Oleh karena itu, survei daring dilakukan dengan menyebarkan tautan angket melalui jejaring media sosial dengan bantuan jaringan kantor Kementerian Agama provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.
Survei-daring berhasil mengumpulkan 1.550 responden para penderita Covid-19, penyintas, dan masyarakat di 34 provinsi dengan cukup tersebar dan sebangun dengan populasi masyarakat Indonesia. Metode accidental sampling (non-probabilitas), temuan hanya berlaku bagi responden.
Melengkapi dan memperkuat temuan kuantitatif, dilakukan pengumpulan informasi kualitatif, dengan mewawancara per telepon 20 informan terpilih.
Hasil Penelitian
Meminjam teori dan instrumen FICA Spiritfual History Tool yang dikembangkan Puchalski (1996), sejumlah temuan atas pertanyaan dalam survei ini adalah sebagai berikut.
Peran Keberagamaan dan Layanan Keagamaan di Masa Pandemi:
– Kebanyakan responden merasa sangat setuju dan setuju (55,1%) merasa Covid-19 memengaruhi keyakinan/praktik keberagamaan.
– Sebanyak 61.6% responden merasa bahwa pandemi Covid-19 yang berlangsung lama mendorong mereka menemukan makna hidup.
– Mayoritas responden (81%) merasa semakin religius (taat beragama) sejak mengalami/menjalani pandemi Covid-19.
– Mayoritas responden (97%) merasa keyakinan/keberagamaan mereka membantu (secara psikologis) mereka menghadapi Covid-19 dan dampaknya.
– Sebanyak 86,7% responden berupaya terhubung dengan (mencari support dari) pemuka agama dan komunitas agama mereka.
– Selama menjalani pandemi, mayoritas responden (89,4%) merasa mendapat dukungan mental-spiritual (ada support system) dari pemuka agama dan komunitas agamanya.
– Saat isolasi/menyendiri, ragam aktivitas dilakukan. Sebanyak 56,3% mendengar/membaca kitab suci, 47,2% mendengar ceramah, dan 42,8% dzikir/meditasi. Sedikit sekali yang konsultasi psikologis khusus. Hanya 22,1% responden yang mengaku pernah mendapat konseling psikologis-keagamaan, selama menjalani pandemi ini.
– Konten keagamaan di media sosial dan ceramah agama di TV/radio lebih banyak dipilih responden dibanding baca buku, layanan konseling atau kunjungan pemuka agama.
Hasil Analisis
Dengan cross tabulation atas beberapa pertanyaan inti, ditemukan deskripsi bahwa responden yang sedang menderita Covid-19 lebih rajin beribadat/ritual agama dan mempelajari/mendalami ilmu agama. Responden yang sedang menderita juga lebih terpengaruh spiritualitasnya. Sementara itu, responden yang sedang/pernah menderita lebih terpengaruh dalam menemukan makna hidup (aktif kontemplasi).
Pandemi secara umum mendorong semua kalangan responden lebih religius. Responden penderita dan penyintas lebih beraktivitas spiritual. Responden penderita dan penyintas lebih menyukai layanan keagamaan ceramah agama di televisi/radio, pelayanan konseling 24jam dan konten keagamaan di media sosial.
Semakin tua usia responden, semakin merasa pengaruh Covid-19 terhadap keyakinan/praktik keberagamaannya. Pencarian makna hidup kuat di kalangan responden tua dan muda.
Catatan dari Temuan
– Beberapa teori tentang peran penting agama/religiusitas terhadap kehidupan seseorang, dan peran agama sebagai ‘tempat berlabuh’ atau ‘berpegang’ di saat sulit, terkonfirmasi. Banyak responden semakin merasakan nilai penting agama saat mengalami ujian pandemi.
– Layanan keagamaan belum cukup memadai dalam kondisi pandemi. Perlu optimalisasi peran pemuka agama dan komunitas (ormas) keagamaan. Meski ada ragam pengalaman orang karena beragam karakteristik dan kondisinya, namun media layanan keagamaan virtual/online lebih pas dikembangkan di masa pandemi ini.
– Perlu kajian/riset lebih jauh terkait peran agama dan religiusitas bagi masyarakat di masa pandemi untuk menambal/melengkapi kelemahan kajian sederhana kali ini. Kondisi pandemi terus berubah, kebijakan keagamaan untuk ragam kondisi perlu dilakukan—untuk kebijakan berbasis data riset (evidence based policy making). (mzn)
Baca hasil penelitian selengkapnya: Puslitbang Kemenag
Gambar ilustrasi: Antara