Sebagai salah satu sumber dalam penggalian hukum Islam, bidang hadis mendapatkan banyak perhatian dari para cendekiawan muslim, tidak terkecuali cendekiawan muslim Indonesia. Namun, selama ini kajian hadis dan ilmunya, dianggap sebagai salah satu disiplin keilmuan yang hanya digeluti oleh para ulama hadis yang berlatar belakang Arab atau Timur Tengah.
Akan tetapi ada juga ulama yang berasal dari Nusantara dan mempunyai kontribusi dalam ilmu hadis, salah satunya adalah Syekh Mahfudz at-Tarmasi. Nama lengkapnya adalah Muhammad Mahfudz Bin Abdullah Bin Abdul Mannan At-Tarmasi Al-Jawi. Lahir di Tremas (Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur versi lain Termas, Karangrayung, Grobogan), pada 12 Jumadil Ula 1285H/31 Agustus 1868 M.
Pada saat dilahirkan, Syekh Mahfudz At-Tarmasi hanya dapat melihat ibundanya saja, karena sang ayah, Syekh Abdullah sedang berada di Mekkah. Beliau hidup di lingkungan yang agamis dan pada tahun 1291 H, Syekh Mahfudz At-Tarmasi pergi ke Mekkah untuk belajar berbagai disiplin ilmu pengetahuan kepada para masyayikh yang ada di sana.
Selama di Mekkah, beliau belajar kepada Ulama-Ulama Haramain, diantaranya; Al-Alamah As-Sayyid Abu Bakar Bin Muhammad Syathon Al-Makki, dari beliau Syekh Mahfudz belajar tentang ilmu periwayatan dan bahasa Arab, kemudian kepada Al-Alamah Al-Muhaddist As-Sayyid Husein Bin Muhammad Al-Habbasy Al-Makky, dari beliau Syekh Mahfudz belajar ilmu mustolah hadis dan membaca beberapa hadis dari berbagai Ulama Haramain lainnya. Sedangkan salah satu guru beliau ketika di Indonesia yaitu KH. Sholeh Darat asal Semarang.
Syekh Mahfudz At-Tarmasi juga dikenal sebagai salah satu ulama asal Indonesia yang dikenal luas oleh dunia Islam. Khususnya pada paruh abad ke-19 M, di mana ada beberapa ulama Indonesia yang kepakaran dan keilmuannya di bidang agama diakui dunia Islam dan diberikan kesempatan untuk mengajarkan ilmunya di Masjidil Haram, salah satunya yaitu Syekh Mahfudz At-Tarmasi.
Syekh Mahfudz merupakan ulama yang tingkat keilmuannya diakui di dalam dunia Islam, buktinya adalah dengan banyaknya santri yang berdatangan untuk belajar kepada beliau. Santri-santrinya tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi dari berbagai plosok dunia. Di antara murid-murid beliau adalah Syekh Sa’dullah Al-Maimani (Mufti Bombai India), Syekh Umar Bin Hamdan (Ahli Hadis di Haramain), Muqri Ahmad Bin Abdullah Dari Syiria, dan Hadratush Syekh Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan dari tanah jawa.
Syekh Mahfudz merupakan pioner transmisi ilmu sanad, dengan salah satu buktinya adalah karya beliau yaitu kitab Kifayatul Al-Mustafid Lima Ala Min Al-Asanid. Dalam kitab ini, beliau mengurai secara detail transmisi sanad, di mana kitab ini ditulis oleh beliau sebagai usaha untuk melestarikan ilmu sanad dalam periwayatan hadis.
Jumlah karya Syekh Mahfudz mencapai lebih dari 20 kitab, di dalam berbagai disiplin keilmuan. Maka tidak berlebihan jika Syekh Yasin Al-Fadani, Ulama Mekkah asal Padang, Sumatera Barat, yang berpengaruh pada tahun 1970-an, menjuluki Syekh Mahfudz At-Tarmasi sebagai Al-Alamah, Al-Muhaddist, Al-Musnid, Al-Faqih, Al-Muqri’ dan Al-Ushulli.
Kitab-kitab karangan Syekh Mahfudz tidak hanya digunakan dihampir semua pondok pesantren di Indonesia, tetapi konon juga dipakai sebagai literatur wajib pada beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah, seperti Maroko, Arab Saudi, Syiria, Iraq, Lebanon. Bahkan sampai sekarang ada diantara kitabnya yang masih dipakai dalam pengajian di Masjidil Haram.
Dalam bidang hadis, Syekh Mahfudz mempunyai beberapa karya yang sampai saat ini dijadikan rujukan dalam kajian hadis. Dua kitab yang beliau tulis, yang berkaitan dengan hadis adalah Al-Khil’ah Al-Fikriyyah Fi Syarh Al-Minhah Al-Khairiyyah, dan Manhaj Dzawi Al-Nazhar Fi Syarhi Manzhumat Ilmi Al-Atsar, dan berbagai karya lainnya di dalam berbagai disiplin ilmu.
Kitab beliau Manhaj Dzawi Al-Nazhar Fi Syarhi Manzhumat Ilmi Al-Atsar, merupakan kitab yang membahas tentang ilmu hadis (mustholah hadist). Kitab ini merupakan syarh atas kitab Al-Manzhumat Ilm Al-Atsar Alfiyyah karya Jalaluddin As-Suyuthi, dengan karya ini beliau dikenal sebagai ulama hadist pertama dari Nusantara yang mendunia.
Salah satu alasan Syekh Mahfudz memberi syarh kepada kitab Al-Manzhumat Ilm Al-Atsar Alfiyyah karya Jalaluddin As-Suyuthi, adalah supaya gagasan-gagasan As-Suyuthi tentang ilmu hadis yang tertuang di dalam nazhamnya dapat dipahami dengan mudah. Dalam konteks ini, maka kitab Manhaj Dzawi Al-Nazhar Fi Syarhi Manzhumat Ilmi Al-Atsaryang merupakan Syarh Al-Manzhumat Ilmu Al-Atsar menemukan relevansinya.
Bahkan, penjelasan beliau dalam memberikan syarh kitab Al-Manzhumat Ilmi Al-Atsar dianggap sebagai yang terbaik dalam memahami pemikiran-pemikiran As-Suyuthi. Kitab ini beliau tulis di Mekkah dalam kurun waktu sekitar 4 bulan 14 hari (awal Dzulhijjah 1328H-14 Robiul Awal 1329 H).
Sistematika yang dipakai Syekh Mahfudz dalam memberikan syarh kitab karya As-Suyuthi yaitu dengan menggabungkan cara Ibnu Sholah dan Ibnu Hajar Al-Asqolani. Dalam syarh–nya, Syekh Mahfudz menguraikan cabang pembahasan ilmu hadis menjadi 81 cabang. Lebih banyak dari yang diuraikan oleh As-Suyuthi yaitu 69 cabang, hal ini dikarenakan Syekh Mahfudz menguraikan kembali cabang-cabang yang dikelompokkan oleh As-Suyuthi.
Dan dalam memberikan syarh kitab Al-Manzhumat Ilmi Al-Atsar, Syekh Mahfudz menggunakan metode perbandingan, yaitu dengan membandingkan sekaligus merujuk kepada kitab-kitab lainnya, seperti; Muqaddimah Ibnu Al-Shalah karya Ibnu Sholah, Syarh An-Nukhbah karya Ibnu Hajar Al-Asqolani, Al-Tadrib Ar-Rawi karya As-Suyuthi, dan kitab-kitab ilmu hadis lainnya. Dan yang menarik dalam kitab karya Syekh Mahfudz ini, di muqoddimahnya beliau menuliskan sanad beliau dalam belajar kitab Al-Manzhumat Ilmi Al-Atsar.
Syarh terhadap kitab Al-Manzhumat Ilmi Al-Atsar adalah sebuah upaya Syekh Mahfudz untuk menjelaskan pemikiran-pemikiran As-Suyuthi, sehingga dapat diakses dan dipahami dengan mudah, sekaligus bukti ketinggian intelektual Syekh Mahfudz, dan bukti nyata kontribusi beliau dalam bidang hadis.
Dan masih banyak lagi karya beliau di bidang hadist dan periwayatan, diantaranya; Al-Khil’ah Al-Fikriyyah Fi Syarh Minhah Al-Khairiyyah (Membicarakan tentang Hadist, Syarh Arbain Nawawi), Al-Saqayah Al-Mardhiyyah Fi Asma’i Kutub Ashabina Al-Syafi’iyah. Dan berbagai kitab diberbagai disiplin ilmu lainnya, seperti fiqh, ushul, qira’at.
Maka tidak berlebihan jika gelar yang disematkan pada beliau, mulai dari Muhaddis Ensiklopedis, Guru Para Ulama Indonesia, Neo Ibnu Hajar Al-Haitami, Pioner Ilmu Sanad dan sebagaimana gelar yang disematkan oleh Syekh Yasin Al-Fadani yaitu Al-Alamah, Al-Muhaddist, Al-Musnid, Al-Faqih, Al-Muqri’ dan Al-Ushulli.
Beliau wafat pada tahun 1920 M, dengan meninggalkan warisan intelektual diberbagai disiplin ilmu. Diantara murid-murid beliau dari nusantara adalah Syekh Baqir bin Muhammad Nur Al-Jogjawi, Hadrotush Syekh Hasyim Asy’ari, Syekh Abd Muhith bin Ya’qub Surabaya, Syekh Baidhowi Lasem, dan masih banyak lagi murid- murid beliau yang tidak bisa disebutkan semua.